• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • Bejo Mulyo
    • Lembaga Otonom
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Asia Barat
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa Korea
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Studi Prancis
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi
      • Himpunan Mahasiswa Jepang
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • PKM
  • PKM
Arsip:

PKM

Pameran FIB UGM dalam Konferensi Nasional 1000 UMKM: Temu Bisnis Nasional UMKM VI

HEADLINEHEADLINERilis BeritaSDGSSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Rabu, 18 Desember 2024

Yogyakarta, Selasa, 12 Desember 2024. Dalam rangka Konferensi Nasional 1000 UMKM: Temu Bisnis Nasional UMKM VI, Gelanggang Inovasi dan Kreativitas UGM bersama Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat UGM menyelenggarakan pameran yang mengundang sejumlah UMKM dan instansi kerja (Fakultas, Direktorat, Unit Kerja). Pameran disediakan stand masing-masing untuk menunjukkan hasil karya mereka, dalam hal ini Fakultas Ilmu Budaya UGM menampilkan hasil pengabdian kepada masyarakat (PkM) yang dilakukan oleh para dosen. Kegiatan ini diadakan selama tiga hari dimulai pada Selasa, 12 Desember 2024 sampai Kamis, 14 Desember 2024.

Pameran FIB UGM menampilkan berbagai koleksi dan hasil dari kerja sama dengan mitra lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran pengabdian. Sejumlah poster juga terpasang pada dinding stand yang memberikan infografis dari hasil pengabdian seperti infografis arkeologi untuk Kalumpang, Lasem, dan Pakpak Bharat, Puspa Rinengga, Desa Seboro, Batik Jangkang, dan hasil kerajinan lainnya yang bertemakan pelestarian budaya dengan batik. Berbagai properti ditempatkan sebagai interaksi langsung pengunjung dengan hasil karya pengabdian, salah satunya seperti pencantingan batik yang pengunjung dapat lakukan sepuasnya. Kain batik sebagai hasil pengabdian juga ditempatkan di bagian dalam dan luar stand, pembeli pun berkesempatan untuk membeli kain batik yang unik dan menarik.

Keberadaan pameran FIB UGM pada kegiatan ini tidak hanya sebagai bentuk apresiasi dari hasil kerja sama mitra dan masyarakat umum dari kerja keras pengabdian para dosen, namun menjadi momen FIB UGM memaparkan hasil-hasil kerja sama yang mampu menguatkan peran budaya lokal. Aspek pelestarian budaya seperti pemaparan hasil karya batik di pameran ini mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengunjung untuk mengenal ragam kebudayaan batik.

Menembus Bahaya: Tim PKM Hisprofisbaya Mendalami Kompleksitas Makna Simbol Sura dan Baya

HEADLINEHEADLINERilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan EkonomiSDGs 9: Industri Inovasi dan Infrastruktur Senin, 19 Agustus 2024

Surabaya, Jumat, 24 Mei 2024. Surabaya merupakan kota metropolitan yang mempunyai keanekaragaman, mulai dari kuliner, kerajinan, hingga kesenian. Keanekaragaman tersebut menjadi sebuah kesempatan tersendiri bagi para pelaku usaha untuk menciptakan peluang. Dari peluang tersebut harapannya mampu menaikkan taraf hidup para warga Surabaya sendiri. Maka dari itu, muncul beragam inovasi yang dilakukan oleh pelaku usaha setempat agar produk mereka dapat mempunyai makna yang berbeda di mata konsumen. Upaya bagaimana para pelaku usaha dalam meningkatkan hasil produksi mereka layak untuk dikaji sebab mempertahankan branding autentik khas lokal setempat di era modern sekarang ini merupakan hal yang menantang.

Dalam penelitian kali ini Tim PKM-RSH Hisprofisbaya, Universitas Gadjah Mada yang beranggotakan lima orang dengan disiplin ilmu yang berbeda-beda, yakni Kresna Yahya Abdillah (Bahasa dan Sastra Indonesia), Aldi Firmansyah (Bahasa dan Sastra Indonesia), Dwi Fatimatus Zahro (Bahasa dan Sastra Indonesia), Fenny Agustin Rahmawati (Perbankan), dan Nadia Aliya Nazira (Sistem Informasi Geografis) mencoba mendalami salah satu strategi yang dilakukan oleh beberapa UMKM di wilayah Kota Surabaya yakni dengan menggunakan simbol Sura dan Baya yang saat ini menjadi ikon resmi wilayah Surabaya sebagai sarana branding terhadap produk mereka.

Tim mencoba mendalami mengenai bagaimana makna historis-filosofis simbol Sura dan Baya sehingga banyak dikenakan oleh pelaku UMKM sebagai upaya meningkatkan nilai tambah produk serta bagaimana pada akhirnya penggunaan simbol Sura dan Baya dapat meningkat nilai tambah terhadap produk UMKM setempat. Beberapa bisnis besar di Surabaya seperti Lapis Kukus Pahlawan, Persebayastore, serta Cak Cuk secara terang-terangan mencoba memasukkan unsur simbol Sura dan Baya untuk menciptakan suatu identitas tertentu terhadap produk mereka

Menurut pemaparan Kuncarsono, seorang pegiat sejarah yang tergabung dalam Komunitas Begandring simbol Sura dan Baya dalam logo Kota Surabaya pada zaman kedudukan Belanda merupakan simbol yang menampilkan identitas (kearifan) lokal. Ilustrasi dua hewan Sura dan Baya yang terpampang dalam simbol tersebut diadopsi dari ciri khas budaya sebagai representasi makna dari kisah heroik perjuangan Raden Wijaya melawan pasukan Tar-Tar pada tahun 1293. Selain itu, grup musik St. Caecilia menggunakan visualisasi Sura dan Baya pada perayaan 10 tahun berdirinya grup tersebut, hal ini dikarenakan mereka terinspirasi dari kearifan lokal folklor pertarungan hiu dan buaya.

Lebih lanjutnya, Kuncarsono juga mengatakan bahwa saat ini tafsir “keberanian” pada makna simbol Sura dan Baya telah terjadi pergeseran makna sesuai dengan pergeseran makna sesuai dengan konteks fenomena modern. Makna konotatif Sura dan Baya yang divisualisasikan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai penanda Kota Praja dengan kemajuan yang pesat, terbukti dan tak terbantahkan. Pendatang dari luar daerah setiap tahunnya berdatangan ke Kota Metropolitan ini untuk mengundi nasib. Di sinilah pergeseran makna dari “keberanian” tercipta, dengan  berani melawan bahaya (perang dagang dengan pendatang dan perebutan strata sosial yang semakin sengit). Jadi simbol Sura dan Baya menyimpan filosofi keberanian yang telah berkembang menjadi identitas lokal yang mampu membangkitkan aspek spiritual para penduduk lokal asli Surabaya.

Pengunaan simbol Sura dan Baya dalam produk UMKM merepresentasikan keberanian pelaku usaha setempat dalam melakukan inovasi serta memperlihatkan kebanggan mereka untuk menciptakan produk unggulan yang berasal dari Surabaya sendiri. Sehingga produk dapat mempunyai nilai tambah tersendiri dari penggunaan simbol Sura dan Baya tersebut. Tim telah melakukan survei kepada 561 orang yang terdiri dari penduduk asli Surabaya maupun turis domestik dan luar negeri yang sedang berkunjung ke Kota Surabaya yang telah melakukan pembelian pada setidaknya satu dari empat produk UMKM dengan logo Sura dan Baya (Cak-Cuk, Surabayapost.id, Persebayastore, dan Lapis Kukus Pahlawan)

Data survei diolah secara statistik menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, serta uji regresi untuk mengetahui korelasi antara variabel  bebas yakni ciri khas produk (X1) dan daya tarik produk (X2) dengan variabel pembelian produk (Y). Kemudian diperoleh hasil bahwa variabel daya tarik dan ciri khas mempunyai pengaruh positif terhadap variabel keputusan pembelian. Artinya penggunaan simbol Sura dan Baya sebagai strategi branding telah berhasil meningkatkan nilai tambah di mata konsumen sehingga tertarik untuk melakukan pembelian. Data juga didukung oleh wawancara dengan beberapa pelaku usaha yang telah memanfaatkan simbol Sura dan Baya dalam produk mereka, diketahui informasi bahwa penggunaan simbol Sura dan Baya membuat mereka lebih mudah dalam mendapatkan pangsa pasar, memudahkan customer untuk mengenali produk, bahkan mampu meningkatkan penjualan produk.

Hasil penelitian tim menunjukkan keberhasilan para pelaku usaha UMKM setempat dalam memanfaatkan simbol Sura dan Baya sebagai upaya branding untuk meningkatkan nilai tambah produk di mata konsumen. Para pelaku usaha telah menerapkan konsep positioning atau aktivitas suatu perusahaan dalam membuat citra dan penawaran agar mendapatkan tempat khusus sesuai dengan target pasarnya (Kotler et al., 2016). Keberhasilan beberapa UMKM tersebut harapannya dapat menjadi inspirasi bagi pemerintah setempat untuk membangkitkan kembali UMKM Kota Surabaya yang meredup akibat relokasi. Pemerintah setempat dapat membuat beberapa strategi untuk mengadopsi konsep postioning dengan simbol Sura dan Baya tersebut.

Pemerintah bisa memulai dengan memberikan edukasi kepada para pelaku UMKM setempat mengenai bagaimana menerapkan konsep positioning sebagai upaya peningkatan nilai tambah produk. Edukasi tersebut dapat berupa workshop yang dilakukan secara rutin agar pelaku UMKM mendapatkan pemahaman yang mendalam sehingga outputnya adalah peningkatan penjualan. Pemerintah juga dapat berperan dalam memberikan suatu penghargaan bagi pelaku usaha UMKM di wilayah Surabaya yang telah sukses memanfaatkan simbol Sura dan Baya dalam upaya peningkatan pendapatan. Hal ini bertujuan untuk memberikan motivasi bagi UMKM lain yang belum memanfaatkan simbol Sura dan Baya untuk menerapkan hal serupa.

Hasil penelitian ini berhasil mengungkapkan bahwa ternyata simbol Sura dan Baya mempunyai makna mendalam yakni “keberanian dalam melawan bahaya” yang kemudian membangkitkan semangat para pelaku UMKM untuk melakukan inovasi serta melestarikan nilai-nilai filosofi lokal tersebut dalam bentuk pemanfaatan simbol Sura dan Baya sebagai identitas suatu produk. Dari sudut pandang konsumen, ternyata hal ini juga mempunyai dampak yang positif sebab konsumen tertarik melakukan pembelian pada produk-produk yang menggunakan sumbol Sura dan Baya karena dianggap mempunyai nilai tambah. Maka dari itu, sudah sepatutnya strategi ini dijadikan inspirasi untuk membangkitkan UMKM lainnya di wilayah Surabaya.

PKM-RSH Brandu: Mahasiswa UGM Teliti Hubungan Tradisi Brandu dengan Penularan Antraks di Gunungkidul

HEADLINEHEADLINERilis BeritaSDGSSDGs 15: Ekosistem daratanSDGs 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera Selasa, 23 Juli 2024

Yogyakarta, Selasa , 23 Juli 2024. Data BPS menunjukkan bahwa Gunungkidul merupakan salah satu daerah dengan populasi ternak yang besar mencapai 150.000 ekor lebih pada tahun 2018-2020. Sektor peternakan memiliki peran vital bagi ekonomi dan pembangunan di Indonesia terutama perdesaan. Namun, penyakit antraks menjadi ancaman yang nyata saat ini bagi kesehatan hewan ternak dan masyarakat Gunungkidul. Antraks merupakan penyakit endemik di Gunungkidul. Munculnya kasus antraks di setiap tahun diperparah oleh sebuah tradisi yang bernama Brandu.

“Tradisi Brandu adalah tradisi menyembelih hewan ternak sapi atau kambing yang sudah mati yang sudah ada sejak zaman dahulu untuk kemudian dibagikan ke warga dan warga harus membayar iuran untuk meringankan beban pemilik hewan yang ternak nya mati. Biasanya iuran yang diberikan nominalnya tergantung harga sapi di pasaran dikurangi menjadi setengah atau sepertiga dan dibagi rata per-KK yang ada di dukuh tersebut. Kurun waktu pembayarannya biasanya selapan atau 35 hari.” Kata ketua Tim PKM-RSH  Brandu, Allama Rozan Firdaus, Minggu (21/7).

Selain Allama, Tim Research Brandu beranggotakan empat orang lainnya dengan lintas prodi berbeda, yakni Luluk Kiesa Putri (Fakultas Kedokteran Hewan), Ratih Aulia Hasna (Fakultas Psikologi), serta Pamula Nur Kriswardhani dan Muhammad Hafidz Zidan (Fakultas Ilmu Budaya) di bawah bimbingan Dr. Atik Triratnawati, M. A., Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Menurut Luluk, tradisi Brandu juga memiliki dampak negatif. Ketika warga tidak tahu penyebab kematian sapi tersebut adalah karena antraks, maka spora antraks dapat keluar melalui darah sapi yang disembelih. Selain itu, spora yang keluar dapat mencemari tanah di kawasan tersebut dan dapat bertahan hingga 80 tahun. Sehingga, ini lah yang menyebabkan antraks di Gunungkidul berulang kasusnya setiap tahun. Spora antraks yang mencemari lingkungan dapat menular ke manusia melalui konsumsi daging dan kulit yang luka.

Terdapat banyak kesalahan persepsi warga mengenai penyebab sapi mati ini. Saat tim PKM-RSH ini mewawancarai warga di Gunungkidul, kebanyakan warga mengira bahwa kematian sapi-sapi itu disebabkan oleh keracunan daun singkong muda atau mendem. Padahal, kematian sapi mendadak juga dapat disebabkan oleh antraks. Namun, karena tidak adanya gejala yang mengacu ke antraks maka warga mengira kematian disebabkan oleh mendem. Sehingga, warga menyembelih sapi tersebut untuk kemudian di Brandu.

Sejak masuknya wabah antraks di daerah tersebut pada tahun 2020, tercatat terdapat empat orang korban yang meninggal dunia. Mereka yang terinfeksi wabah ini beberapa di antaranya mengalami gejala awal yaitu demam, muntah, dan munculnya bintik hitam di jari, tetapi juga terdapat yang tidak bergejala sama sekali. Selain terdapat korban manusia, masuknya wabah antraks di daerah tersebut juga menyebabkan tujuh ekor sapi dan satu ekor kambing mati

Jika dilihat melalui aspek sosio-kulturalnya, Tradisi Brandu ini dilakukan atas dasar gotong royong. Sifat kolektif masyarakat Padukuhan Jati yang masih sangat kuat ditunjukkan dari perilaku masyarakat yang saling membantu apabila terdapat warga yang mendapat musibah sapi miliknya mati. Sapi di salah satu padukuhan di Semanu, Gunungkidul dianggap sebagai tabungan yang dapat digunakan apabila ada kebutuhan yang besar seperti pendidikan anak. Tradisi Brandu bagi masyarakat di padukuhan tersebut merupakan sebuah ‘tata cara dusun’ atau norma sosial yang berlaku ketika terdapat warga yang kehilangan hewan ternaknya. “Norma tersebut yang menjadikan seluruh warga padukuhan tersebut wajib berpartisipasi dalam kegiatan Brandu tanpa terkecuali. Norma tersebut menimbulkan rasa ‘pakewuh’ atau rasa sungkan apabila tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan Brandu,” terang Pamula, salah satu anggota tim.

Tradisi Brandu dinilai dapat membawa kebermanfaatan baik bagi masyarakat yang kehilangan hewan ternak maupun masyarakat yang membantu. Kebermanfaatan tersebut muncul dari sifat Tradisi Brandu yang resiprokal. Sifat resiprokal tersebut terwujud dari adanya harapan masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan Brandu akan turut dibantu pula apabila di masa depan mereka juga mengalami kehilangan hewan ternak.

Tim PKM-RSH ini memberikan solusi untuk warga yang masih ingin melanjutkan Tradisi Brandu tanpa menghilangkan tujuan untuk membantu sesama, tetapi dengan langsung menguburkan sapi yang telah mati dan memberikan jimpitan atau iuran yang diberikan setiap minggunya dengan nominal yang kecil seperti namanya ‘jimpitan’ berasal dari kata ‘jimpit’ yang berarti mengambil sedikit dengan tiga ujung jari atau sejumput. Hal ini bertujuan untuk meringankan warganya dan hasil dari jimpitan ini digunakan untuk menolong warga yang kehilangan ternaknya.

PKM-RSH Tourist Destination Image: Menelisik Fenomena Hunting Foto Perempuan Baduy Melalui Motivasi dan Persepsi Wisatawan oleh Mahasiswa UGM

HEADLINEHEADLINERilis BeritaSDGSSDGs 5: Kesetaraan Gender Selasa, 23 Juli 2024

Yogyakarta, Selasa , 23 Juli 2024 – Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) Universitas Gadjah Mada melakukan penelitian mengenai citra destinasi terkait fenomena hunting foto perempuan Baduy yang sedang marak di media sosial. Tim yang diketuai oleh Alfi Turni Aji Sulistyaningrum (FIB), beranggotakan Natasya Abiel Prazeva (Psikologi), Gabriella Christofani (FIB), dan Ivana Mutiara Renada (FIB) didampingi oleh Dr. Fahmi Prihantoro, M.A.

Alfi menjelaskan latar belakang penelitian berangkat dari fenomena yang sedang marak di media sosial terkait dengan adanya hunting foto perempuan-perempuan cantik di Baduy. Fenomena tersebut akan berpengaruh terhadap citra yang dimiliki oleh wisata Baduy itu sendiri. Baduy yang dikenal sebagai wilayah yang masih sangat terjaga akan keindahan alam serta budayanya membuat masyarakat Baduy memegang teguh nilai-nilai adat istiadat yang telah ada sejak zaman nenek moyang mereka (Rizky, 2023).

Masuknya pariwisata di daerah Baduy membuat wilayahnya menjadi terkenal dan banyak wisatawan yang berdatangan ke daerah Baduy. Kondisi ini menimbulkan berbagai macam perilaku wisatawan yang mengunjungi Baduy. Adanya fenomena tersebut, akan menimbulkan ancaman tersendiri bagi wilayah Baduy terutama pada keberadaan perempuan-perempuan Baduy. Hal ini menjadi masalah ketika objek foto itu berada di dalam sebuah masyarakat yang kental akan adatnya seperti Baduy. Maka, hal ini menjadi urgensi mengingat perempuan tersebut menjadi bagian dari kearifan lokal dan harga diri masyarakat Baduy.

Hasil riset ini menunjukkan bahwa wisata Baduy berpotensi akan berubah citra destinasinya dari wisata alam dan budaya menjadi wisata yang mengkomodifikasi perempuan-perempuan cantik serta motivasi dan persepsi yang dibawa oleh wisatawan. Potensi tersebut secara tidak langsung akan mengarah pada bentuk-bentuk komodifikasi budaya yang menjadikan perempuan sebagai objektifikasi dalam mencari pendapatan. Adanya fenomena ini dapat dibentuk sebuah strategi guna mengatasi dampak dari komodifikasi pada perempuan Baduy. Strategi tersebut meliputi pembuatan SOP, pembekalan mengenai batas interaksi perempuan Baduy dengan media sosial, serta penguatan citra destinasi Baduy melalui kekayaan budaya dan lingkungan alam.

Mahasiswa PKM-K UGM Sukses Menciptakan Permainan Papan Batik Voyager Untuk Pelestarian Budaya Batik

HEADLINEHEADLINERilis BeritaSDGSSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Minggu, 21 Juli 2024

Yogyakarta – Minggu, 21 Juli 2024. Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) Universitas Gadjah Mada berhasil menciptakan terobosan untuk pendidikan tentang batik kepada anak-anak dan remaja berumur 10 tahun ke atas. Tim yang diketuai oleh Nikita Chika Putri Lilia (Fakultas Ilmu Budaya), beranggotakan Muhammad Thoriq Nailul Author (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), Ajeng Purwaniaratih Puspitaningrum (Fakultas Ilmu Budaya), Adeline Diva Hanjani (Fakultas Ilmu Budaya), dan Cintya Kusumawardhani (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) dibimbing Dr. Wulan Tri Astuti, S.S, M.A., yang juga pengamat batik serta budaya di Indonesia.

Ketua Tim, Chika, menjelaskan bahwa latar belakang pencetusan ide ini berangkat dari kekhawatiran terhadap pengajaran batik yang masih kurang merata di Indonesia. Sebagai negara yang kaya budaya, Indonesia perlu mengelola berbagai komponen pendukung kebudayaan dengan baik. Dalam sudut pandang pengajaran batik, pendekatan pada anak-anak dan remaja dinilai kurang menarik. Simpulan ini tercipta bukan sekedar karangan, pada faktanya di Girilayu, Karanganyar, di mana metode pengajaran batik masih menggunakan pendekatan klasik seperti ceramah oleh guru atau para ahli batik dinilai kurang efektif dalam menarik minat anak-anak. Sedangkan di Pekalongan, para perajin batik telah meraih pengakuan internasional dari UNESCO untuk program pendidikan dan pelatihan yang mengajarkan batik kepada siswa dari berbagai jenjang pendidikan. Kedua daerah ini menunjukkan kondisi yang tidak merata atas pengajaran batik.

Pengenalan permainan papan batik Voyager oleh mahasiswa UGM

Chika menyampaikan bahwa ide edukasi menggunakan metode permainan tercetus untuk mengoptimalkan transfer pengetahuan pada anak-anak dan remaja tentang batik. Dengan alur cerita yang mudah dipahami, warna yang menarik, serta pion-pion karakter yang menggambarkan anak-anak, tim menghadirkan Batik Voyager sebagai strategi yang unik.  Nama Batik Voyager dipilih untuk menggambarkan perjalanan karakter lima serangkai yang berpetualang di desa batik. Permainan ini melibatkan kartu dan papan. Melalui karya ini, tim berhasil mengintegrasikan aspek-aspek seperti: edukasi yang direpresentasikan oleh Kartu Batik dan Teka-teki Batik serta entertainment yang diwakilkan oleh Kartu Sakti dan alur permainan Batik Voyager sendiri.

Produk Batik Voyager memiliki keunggulan seperti dapat menumbuhkan jiwa kompetitif yang sehat dan rasa ingin tahu yang kuat, dapat mengurangi screen time pada anak-anak, dapat digunakan sebagai media pembelajaran di sekolah. Strategi edutainment yang dibawa oleh tim diharapkan dapat memberikan cara baru pembelajaran batik dengan lebih menyenangkan terhadap anak dan remaja, serta meningkatkan rasa kesadaran akan pelestarian batik di Indonesia.

123

Rilis Berita

  • Prof. Wening Udasmoro Dianugerahi Penghargaan Inclusive Global Engagement oleh Universitas 21
  • Pemotongan Tumpeng Perayaan Kemenangan FIB UGM pada Nitilaku 2024
  • Menyebrangi Cakrawala: Menjelajahi Lithuania Lewat IISMA
  • Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea Gelar Kuliah Umum “Teknik Berorasi dalam Bahasa Korea” bersama K-Speech Indonesia
  • Kunjungan Fakultas Ushuludin Adab dan Humaniora UIN Salatiga ke FIB UGM

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY