• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • Bejo Mulyo
    • Lembaga Otonom
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Asia Barat
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa Korea
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Studi Prancis
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi
      • Himpunan Mahasiswa Jepang
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang Berkelanjutan
Arsip:

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang Berkelanjutan

Siapa Sangka Seorang Mahasiswa Sastra Arab Diterima Magang di Perusahaan BUMN? Inilah Kontribusi Faris Zakiy untuk Masyarakat

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 7: Energi bersih dan terjangkauSDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Jumat, 18 Juli 2025

Siapa bilang mahasiswa Sastra Arab hanya berkutat dengan teks dan budaya Timur Tengah? Fariz Zakiy, mahasiswa aktif dari Sastra Arab Universitas Gadjah Mada (UGM), membuktikan sebaliknya. Ia berhasil menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan humaniora bukanlah penghalang untuk berkontribusi nyata dalam dunia profesional. 

Berawal dari keinginan mengisi liburan semester dengan kegiatan produktif, Faris menemukan informasi magang. Saat membaca salah satu posisi yang dibuka adalah di bidang Corporate Social Responsibility (CSR), ia langsung tertarik, meskipun sempat ragu karena merasa jurusannya tidak berkaitan langsung. Dengan keberanian untuk mencoba, dia memutuskan untuk mengambil peluang dan kesempatan itu. Keputusannya itu ternyata membuahkan hasil. Ia diterima dan mulai menjalani pengalaman magang yang mempertemukannya dengan banyak dinamika masyarakat. 

Ketertarikan Faris terhadap dunia sosial bukanlah hal baru. Sejak awal kuliah, ia aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan seperti Ikmasa Mengabdi, Gemilang Desa, Ramadhan di Kampus, hingga menjadi bagian dari tim acara PIONIR Gadjah Mada 2024. Dari sanalah tumbuh kepekaannya terhadap isu sosial serta kemampuan dalam perencanaan kegiatan yang kini menjadi aset penting dalam perannya di bidang CSR.

Kendati berasal dari jurusan Sastra Arab, Faris menemukan bahwa banyak keterampilan yang ia peroleh selama studi sangat berguna dalam dunia kerja. Kemampuan menulis dan berkomunikasi yang ia latih selama kuliah menjadi modal utama dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan cara yang lebih jelas dan mudah dipahami. Ditambah lagi, pengalamannya dalam menangani program-program organisasi membekalinya dengan kemampuan menerima kritik, merespons permasalahan secara solutif, serta menyiapkan materi komunikasi publik dengan visual menarik–seperti desain grafis dan video editing–yang semuanya mendukung kerja-kerja CSR di lapangan.

Selama magang, Faris terlibat dalam berbagai program pengembangan masyarakat yang mencakup sektor pertanian, peternakan, kesehatan, pariwisata, dan ekonomi. Salah satu program yang paling membanggakan baginya adalah pengembangan Kelompok Tani Bina Mandiri di Desa Pulosari melalui inovasi teknologi biodigester yang menghasilkan bio slurry. Produk ini kemudian dikembangkan menjadi Bio Slurry Plus, inovasi orisinal dari PLTP Gunung Salak yang belum pernah diterapkan di tempat lain. Program ini terbukti meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan peternakan, dan menjadi salah satu alasan mengapa CSR PLTP Gunung Salak mendapatkan penghargaan Gold–tingkat tertinggi dalam penilaian program CSR nasional.

Dalam menjalankan perannya, Faris juga dihadapkan pada tantangan, terutama dalam mengubah kebiasaan masyarakat yang belum sepenuhnya tepat, khususnya di bidang pertanian dan peternakan. Ia dan tim memilih untuk melakukan edukasi secara perlahan, konsisten, dan dengan pendekatan yang persuasif agar pesan-pesan perubahan bisa diterima tanpa menyinggung kebiasaan yang telah mengakar. Dalam proses itu, Faris sangat menjunjung tinggi nilai lokal dan budaya setempat. Ia percaya bahwa prinsip “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung” menjadi kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat, terutama ketika bekerja di lingkungan yang sarat dengan nilai-nilai kultural seperti kawasan sekitar Taman Nasional Halimun Gunung Salak, meskipun lokasi binaan program berada di luar area konservasi tersebut.

Pengalaman magang ini mengubah cara pandang Faris terhadap hubungan antara dunia sastra, sosial, dan dunia kerja. Ia menyadari bahwa ilmu yang ia pelajari, yang semula ia anggap hanya relevan di ruang akademik atau kajian budaya, ternyata memiliki koneksi erat dengan kebutuhan praktis di lapangan. Sastra tidak hanya soal teks, tetapi juga tentang memahami konteks sosial, membangun empati, dan menyampaikan gagasan secara efektif–hal-hal yang sangat krusial dalam bidang pengembangan masyarakat. Baginya, dunia sastra dan dunia kerja tidak berseberangan, justru saling mendukung dan menguatkan.

Setelah program magangnya selesai, Faris bertekad untuk terus terlibat dalam kegiatan sosial dan memperdalam pengetahuannya di bidang pengembangan masyarakat. Ia juga ingin mengeksplorasi keterampilan yang selama ini ia tekuni, seperti perencanaan acara, desain, video editing, dan penulisan, yang menurutnya sangat dibutuhkan dalam dunia kerja sosial. Kisah Faris Zakiy adalah bukti nyata bahwa keberanian untuk melangkah, minat yang konsisten, dan kemampuan beradaptasi bisa membawa mahasiswa dari disiplin apa pun untuk memberi dampak nyata bagi masyarakat–bahkan hingga ke perusahaan milik negara.

 

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

Mahasiswa NCCU Ikuti Kamis Pon Berbudaya di FIB UGM

Rilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang Berkelanjutan Kamis, 17 Juli 2025

Yogyakarta, 10 Juli 2025 – Mahasiswa magang dari National Chengchi University (NCCU), Taiwan, turut berpartisipasi dalam kegiatan Kamis Pon Berbudaya yang rutin diperingati oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya FIB UGM dalam memperkenalkan nilai-nilai budaya Jawa khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta kepada mahasiswa internasional melalui pendekatan partisipatif dan edukatif.

Mahasiswa NCCU turut mengenakan baju batik dan didampingi mahasiswa paruh waktu Humas FIB, Alma dan Candra. Mahasiswa NCCU memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai makna dan filosofi Kamis Pon dalam tradisi masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta.

Alma dan Candra menjelaskan bahwa Kamis Pon merujuk pada perpaduan hari Kamis dan pasaran Pon dalam penanggalan Jawa. Alma dan Candra juga menceritakan bahwa Sebelumnya  hari berpakaian adat jatuh pada Kamis Pahing, memperingati perpindahan Keraton Ambarketawang ke kota Yogyakarta. Lalu pada Tahun 2024, Pemda DIY menetapkan Kamis Pon sebagai representasi Hari Jadi DIY, sesuai edaran Gubernur DIY No. 400.5.9.1/40 tertanggal 8 Januari 2024. Hal ini memiliki makna simbolik yang kuat dalam kehidupan masyarakat, terutama di lingkungan Keraton Yogyakarta, di mana Kamis Pon dianggap sebagai waktu yang sakral. Hari ini sering dimanfaatkan untuk kegiatan spiritual, refleksi, dan pelestarian budaya sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur.

“Kami merasa ini sesuatu yang baru bagi kami mengenakan pakaian batik di hari tertentu,” ungkap salah satu mahasiswa NCCU.

Keterlibatan aktif mahasiswa internasional dalam kegiatan budaya ini sejalan dengan komitmen FIB UGM dalam mendukung implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) dan SDG 11 (Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan), melalui pendidikan lintas budaya dan pelestarian warisan takbenda.

Dengan rutin menggelar kegiatan Kamis Pon Berbudaya, FIB UGM terus mendorong terciptanya ruang dialog antarbudaya yang inklusif, di mana mahasiswa dari berbagai latar belakang dapat saling belajar dan membangun pemahaman yang lebih luas tentang keberagaman.

[Humas FIB UGM, Alma Syahwalani]

Budaya dalam Antrean: Ketika Taiwan dan Indonesia Memiliki Cara Sendiri

Rilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 12: Konsumsi dan Produksi Yang Bertanggung Jawab Selasa, 15 Juli 2025

Yogyakarta, 9 Juli 2025 – Orang Taiwan suka mengikuti tren. Ketika mereka melihat sesuatu yang sedang ramai diperbincangkan atau dikejar banyak orang, mereka ingin ikut serta. Meskipun efek kawanan ini bisa dialami oleh siapa saja, fenomena antre di Taiwan terlihat sangat mencolok. Orang Taiwan sering melihat antrean panjang di jalan, dan mereka menjadi penasaran hingga akhirnya ikut mengantre. Bahkan, ada orang yang ikut antre tanpa tahu apa yang sebenarnya sedang ditunggu. Ini sudah menjadi hal yang lumrah di Taiwan.Sebaliknya, di Indonesia, mengantre adalah fenomena yang cukup istimewa. Hampir semua orang Indonesia tidak menyukai antrean. Jika melihat toko dengan antrean panjang, banyak dari mereka lebih memilih pergi ke toko lain daripada ikut menunggu.

Namun, ini bukan berarti orang Indonesia tidak pernah mengantre. Kenyataannya, antrean tetap terjadi di Indonesia, terutama di tempat-tempat yang dianggap penting seperti bank, rumah sakit, atau kantor pemerintahan. Tetapi, sangat jarang terlihat orang Indonesia rela mengantre di restoran seperti yang biasa terjadi di Taiwan. 

Sebuah survei media sebelumnya menemukan bahwa tiga alasan utama mengapa orang Taiwan rela mengantre adalah: produk edisi terbatas, harga murah, dan makanan yang direkomendasikan oleh toko terkenal.Contohnya, selama Tahun Baru Imlek, department store di Taiwan biasanya meluncurkan “tas keberuntungan” edisi terbatas, yang tidak hanya berisi barang-barang biasa, tetapi juga hadiah menarik seperti tiket pesawat atau mobil. Karena itu, setiap tahun banyak konsumen rela datang sejak pagi hari untuk mengantre dan mendapatkan tas keberuntungan ini.

Dalam hal kepercayaan agama, sebagian besar orang Taiwan menganut agama Buddha. Mereka percaya bahwa menerima amplop merah dari kuil selama Tahun Baru Imlek akan membawa kelancaran dan rezeki sepanjang tahun. Oleh karena itu, kuil-kuil besar di Taiwan setiap tahunnya dipadati orang yang mengantre untuk mendapatkan amplop merah ini. Panjang antrean bisa mencapai 8 kilometer, dan tidak mudah untuk mendapatkan amplop merah tersebut.

Kebiasaan mengantre di Taiwan bahkan terlihat di dunia digital. Pada tahun 2018, Chunghwa Telecom—perusahaan telekomunikasi terbesar di Taiwan—meluncurkan paket internet murah seharga NT$499 per bulan, harga yang sangat menarik pada saat itu. Namun, penawaran ini hanya berlaku selama tujuh hari, sehingga banyak orang langsung menyerbu kantor-kantor Chunghwa Telecom. Akibatnya, jaringan menjadi tidak stabil di area padat, banyak karyawan harus bekerja lembur, dan akhirnya perusahaan tersebut didenda oleh pemerintah karena gangguan pelayanan.

Orang Taiwan juga memiliki kebiasaan makan kue saat Festival Pertengahan Musim Gugur. Setiap tahun, ibu saya pergi ke toko kue bernama Fujia. Banyak orang Taiwan tahu bahwa selama festival ini, antrean panjang hampir selalu terlihat di toko tersebut. Produk yang paling diminati adalah kue telur asin. Ibu saya membelinya karena saya dan adik laki-laki saya sangat menyukainya, dan juga sebagai hadiah untuk pelanggannya. Meskipun harganya tidak mahal, hadiah seperti ini lebih bermakna karena mencerminkan niat dan usaha dari pemberinya—terutama karena harus dibeli dengan sabar mengantre.

Fenomena mengantre menunjukkan perbedaan budaya yang mencolok antara masyarakat Taiwan dan Indonesia. Di Taiwan, antrean merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, didorong oleh keinginan mengikuti tren, berburu produk terbatas, kepercayaan agama. Bahkan di era digital, masyarakat Taiwan tetap rela “mengantre” untuk mendapatkan penawaran menarik secara online. Sebaliknya, masyarakat Indonesia cenderung menghindari antrean. Perbedaan ini mencerminkan nilai-nilai sosial, kebiasaan, dan cara pandang masyarakat terhadap waktu, kenyamanan, dan makna di balik suatu tindakan.

   

source :

彰化伴手禮【不二坊蛋黃酥】天天還沒開門就排隊,皮薄又酥、整顆蛋黃,超人氣團購美食(原不二家蛋黃酥)

https://www.chinatimes.com/newspapers/20210102000380-263301?chdtv#

https://today.line.me/hk/v3/article/1koKl2

[National Chengchi University, Pan Ke En]

Langkah Kecil dari Keraton: Eka dan Dedikasinya untuk Seni Tari

Rilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Selasa, 15 Juli 2025

Yogyakarta, 14 Juli 2025 – Perjalanan panjang dalam dunia tari telah dilalui Eka Nur Cahyani, mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada angkatan 2023. Sejak usia 7 tahun, Eka telah mengenal dan mencintai seni tari klasik, khususnya Gaya Yogyakarta, berkat dukungan dari almarhum ayahnya yang merupakan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Saya mulai menari sejak kecil, sering diajak ke kraton oleh ayah. Sejak itu saya jatuh cinta pada tarian klasik, dan terus belajar sampai sekarang,” kenangnya.

Meski tidak pernah belajar di sanggar tari formal, Eka mendapat ilmu dari para guru seni sejak sekolah dasar hingga kini aktif sebagai anggota UKM Swagayugama UGM. Di sana, ia belajar langsung dari pemucal beksan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Dra. Veronica Ratnaningsih (Nyi Mas Riya Murtiharini).

Dedikasi Eka dalam bidang tari tidak berhenti pada aktivitas menari semata. Ia juga pernah menjadi instruktur dalam Kampung Menari, program Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, serta mengajar anak-anak di Pakembinangun. Sejak 2024, ia bergabung dalam Pamulangan Hamong Beksa di Karaton, tempat ia belajar secara mendalam mengenai teknik, ragam gerak, filosofi, hingga etika dalam tari klasik gaya Yogyakarta.

 

Selain mendalami tari klasik Gaya Yogyakarta, Eka juga memperluas wawasannya dengan mempelajari tari klasik Gaya Surakarta, seperti tarian gambyong dan srimpi. Saat ini, ia aktif mengikuti Pamulangan Hamong Beksa di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setiap Minggu pukul 12.00, Eka hadir di kraton dengan mengenakan busana lengkap (jangkep), terdiri dari kebaya tangkeban, jarik seredan, sanggul tekuk dan subal, subang, serta membawa Sampur Gendala Giri..

“Saya termotivasi untuk terus belajar karena saya berasal dari keluarga seniman karena kakek saya seorang dhalang, simbah kakung abdi dalem, dan ibu seorang sindhen,” ujarnya.

Bagi Eka, menari bukan hanya soal estetika gerak, melainkan juga ekspresi spiritual dan personal. Ia menyebut bahwa setiap gerakan tari mengandung filosofi kesabaran, keikhlasan, dan keselarasan antara tubuh, rasa, dan irama.

“Menari adalah bentuk doa. Gerakannya mengajarkan kita untuk ikhlas dan sabar dalam menghadapi hidup,” ujar Eka.

Sejak memulai perjalanannya di dunia tari, Eka telah tampil di puluhan panggung, mulai dari acara kampus seperti tampil di Paket Wisata Pentas Kraton Lakon Senggana Duta oleh UKM Swagayugama di Bangsal Srimanganti Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat  dan Pagelaran Akbar Swagayugama di Taman Budaya Yogyakarta, hingga forum nasional dan internasional seperti Seminar Antarabangsa Kajian Melayu-Jawa (SEMEJA IV) dan ASEAN in Today’s World.

Meskipun telah sering tampil, Eka tetap menjaga semangat belajarnya. Ia menekankan pentingnya memahami konsep wiraga, wirama, dan wirasa, serta mengenal nama-nama dan makna ragam gerak dalam tarian. Menurutnya, konsistensi lahir dari kecintaan dan keinginan untuk terus berkembang.

Perjalanan Eka Nur Cahyani dalam dunia tari sejak usia tujuh tahun tak hanya mencerminkan kecintaan pada seni, tetapi juga kontribusi nyata terhadap pembangunan berkelanjutan. Melalui aktivitas belajar dan mengajar tari, khususnya kepada anak-anak, Eka mendukung SDG 4: Pendidikan Berkualitas. Perannya sebagai perempuan yang aktif melestarikan budaya juga sejalan dengan SDG 5: Kesetaraan Gender.

Selain itu, keterlibatannya dalam menjaga dan menghidupkan seni tari klasik turut memperkuat SDG 11: Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan, dengan melestarikan warisan budaya tak benda sebagai identitas masyarakat Yogyakarta.

Eka membuktikan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tugas generasi terdahulu, tetapi tanggung jawab generasi kini untuk masa depan yang lebih berbudaya.

“Jika memang kita merasa memiliki bakat perlu untuk dikembangkan dengan terus berlatih dan tidak takut untuk mencoba karena menurut saya belajar tidak akan membuat menyesal dan setiap proses dalam belajar itulah yang akan membentuk diri kita untuk menjadi pribadi dengan jati diri yang sebenarnya.” – Eka Nur Cahyani

[Humas FIB UGM, Alma Syahwalani]

Bagaimana Desa Tradisional Bisa Berkelanjutan? Konservasi Preventif dan Partisipasi Komunitas Jadi Kunci

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 3: Kehidupan Sehat dan SejahteraSDGs 9: Industri Inovasi dan Infrastruktur Kamis, 10 Juli 2025

Yogyakarta, 2 Juli 2025 – Dalam Seminar Antarbangsa Kajian Melayu-Jawa ke-4 (detail dapat diakses publik melalui tautan), para akademisi dan peneliti dari Indonesia dan Malaysia membahas bagaimana warisan budaya dapat berperan dalam pemberdayaan komunitas dan memperkuat integrasi kawasan. 

Salah satu presentasi disampaikan oleh Gao Lihul, calon doktor dari Faculty of Design and Architecture, Universiti Putra Malaysia, yang memaparkan pandangan baru melalui studi kasus di Cina berjudul “Community Participation Mechanisms in Preventive Conservation for Spaces of Traditional Villages along the Huaxian-Xunxian section of the Yongji Canal, China: A Systematic Review”.

Gao Lihul mengambil contoh Kanal Yongji di Cina. Kanal Yongji yang terbentang dari Huaxian sampai Xunxian telah tercatat dalam Daftar Situs Warisan Dunia sejak tahun 2014, namun kondisi bangunan bersejarah dan lanskap budaya di sepanjang jalur tersebut sekarang terancam akibat kurang pelestarian dan bencana alam.

Menurut riset Gao Lihul, dibandingkan dengan restorasi setelah bencana, konservasi preventif lebih menekankan pada identifikasi risiko sejak dini dan intervensi sedini mungkin, sehingga dapat menjaga keaslian dan keutuhan desa tradisional dengan biaya yang lebih rendah. Penggunaan teknologi berbiaya rendah, metode non-invasif, serta pengetahuan dan pengalaman warga lokal, seperti Traditional Ecological Knowledge (TEK) menjadi elemen penting dalam konservasi preventif.

Materi sebelumnya menunjukkan bahwa dalam menghadapi risiko darurat seperti gempa bumi, atau risiko bertahap seperti penuaan struktur bangunan, warga sering kali memainkan peran kunci.  Mereka bisa menjadi pengumpul data, penyampai informasi risiko, sekaligus pelaksana aksi mitigasi di lapangan.

Di sisi lain, pemerintah desa berperan sebagai penghub ung dengan sumber daya eksternal. Mereka juga biasanya mengadakan pelatihan atau simulasi untuk membantu warga lebih siap menghadapi kemungkinan bencana.

Namun, kebanyakan penelitian yang ada masih lebih banyak berfokus pada pelestarian budaya atau pengembangan pariwisata, sementara aspek bagaimana memastikan partisipasi komunitas dalam konservasi preventif masih jarang dibahas. Karena itu, Gao Lihul merangkum berbagai studi kasus dan merumuskan dua tujuan utama:

  1. Mengidentifikasi elemen kunci mekanisme partisipasi komunitas dalam konservasi preventif di kawasan warisan budaya atau desa bersejarah.
  2. Mengeksplorasi model partisipasi yang relevan dan dapat diterapkan pada desa tradisional di Cina.

Melalui seminar ini, para peserta juga berkesempatan saling bertukar pandangan, berbagi pengalaman, dan merumuskan gagasan baru yang diharapkan bisa memperkaya pendekatan konservasi desa tradisional di masa mendatang.  

Ke depannya, Universitas Gadjah Mada berharap dapat menggabungkan lebih banyak riset akademik lintas disiplin dan bekerja sama dengan berbagai pihak, agar memori budaya yang diwariskan lintas generasi ini dapat terus hidup dan terjaga seiring waktu.

 

[National Chengchi University, Wang Hui Chen]

123…36

Rilis Berita

  • Dekolonisasi Arsip Fotografi: Membangkitkan Kembali Gambar-Gambar Kolonial untuk Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat
  • Siapa Sangka Seorang Mahasiswa Sastra Arab Diterima Magang di Perusahaan BUMN? Inilah Kontribusi Faris Zakiy untuk Masyarakat
  • Mahasiswa NCCU Ikuti Kamis Pon Berbudaya di FIB UGM
  • “Berdongeng Bisa Menyentuh Lebih Dalam dari Logika”: Kisah Pandhita, Mahasiswa Sastra Arab yang Menjadikan Storytelling Sebagai Jalan Hidup
  • Promosi Doktor Arina Isti’anah: Membongkar Wacana Ekologis dalam Promosi Pariwisata Indonesia

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY