• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • Bejo Mulyo
    • Lembaga Otonom
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Asia Barat
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa Korea
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Studi Prancis
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi
      • Himpunan Mahasiswa Jepang
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • Antropologi Budaya UGM
  • Antropologi Budaya UGM
Arsip:

Antropologi Budaya UGM

Syajarotun: Perbincangan Manusia dengan Pohon

SDGs 15: Ekosistem daratanSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Selasa, 8 Juli 2025

“Apa jadinya jika pohon tak sekadar menjadi objek, melainkan saksi, narasi, dan agen dalam kehidupan manusia?”

Coba tanyakan pada diri sendiri, kapan terakhir kali bisa merasakan tenang dan menikmati hidup ditengah dinamika dunia saat ini? Tuntutan zaman yang serba cepat telah merenggut kesempatan untuk terhubung dengan diri sendiri dan juga lingkungan. Melebarnya jarak atau relasi manusia dengan lingkungan dalam keseharian menunjukkan adanya keretakan metabolik yang kadang luput dalam perbincangan. Dibangunnya kesadaran bahwa manusia bukan satu-satunya aktor dalam kehidupan di Bumi, mendorong peran akademisi untuk ikut menyuarakan dan memberi ruang dalam berbagai diskusi keseharian.

Mulai 2-8 Juli 2025 bertempat di Warung Pelan-Pelan, mahasiswa Magister Antropologi yang tergabung dalam kuliah Pengorganisasian Pagelaran dibawah bimbingan Dr. Muhammad Zamzam Fauzanafi menyelenggarakan Syajarotun: Pameran Multimodal Etnografi sebagai ajakan dan sumbangsih untuk merespon isu keretakan hubungan manusia dengan lingkungannya. Dipilihnya konsep syajarotun atau pohon (dalam bahasa Arab) tak sekedar diposisikan sebagai objek namun juga merujuk pada sejarah yang menunjukkan agensinya dalam memengaruhi kehidupan manusia. Pameran ini bertujuan untuk menghadirkan beragam intepretasi terhadap isu merenggangnya relasi manusia dengan lingkungan melalui pendekatan etnografi multimodal dikemas melalui karya perfomatif dan visual yang merengkuh lebih dari teks.

Keberagaman intepretasi dari para pameris melalui karya instalasi (Devi Sri Wulandari; Ilma Dityaningrum) visual-perfomatif: lokakarya memasak (Marselius Aronggear), puisi teatrikal-sastra lisan (Muhammad Ade Putra), visualisasi dokumen, foto, dan ilustrasi (Tarlen Handayani; Sabrina Tan; Septi Dhanik Prastiwi; Sheila Primadewi Sanjaya; Syahrul Zidane As-Sidiq) dilengkapi dengan puisi untuk melengkapi narasi pameran (Dodi Suprihanto) menunjukkan sumbangsih akademisi dalam mengintepretasi isu-isu antara hubungan manusia dan lingkungannya melalui seni. Melalui pameran ini diharapkan dapat menggugah kepekaan pengunjung untuk ikut berefleksi dan membincangkan kembali relasi diri dengan lingkungan hidupnya.    

 

Penulis: Okky Chandra Baskoro
Kredit Foto: Syahrul Zidane As-Sidiq

Mike McGovern dari Universitas Michigan : Apakah Rasa Sakit Hati Merusak secara Politik, atau Bisakah Ia Membangun?

AKADEMIKRilis BeritaSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Jumat, 13 Juni 2025

Yogyakarta, 13/06/2025 – Departemen Antropologi Budaya menghadirkan  Mike McGovern dari University of Michigan menjadi narasumber dalam seminar bertajuk “Resentment Three Ways : Is Resentment Politically Destructive, or Can it be Constructive?” Acara ini di hadiri Mahasiswa Antropologi Budaya yang ingin mengeksplorasi sifat kompleks dari rasa sakit hati dan implikasinya bagi masyarakat.

Dalam pemaparannya, Mike McGovern menyoroti bahwa sebagian besar pemikiran Eropa tentang rasa sakit hati mengikuti pandangan Friedrich Nietzsche, yang meremehkan sentimen ini sebagai bagian dari “pemberontakan budak dalam moralitas,” yang menurutnya mencirikan budaya Yahudi-Kristen. Menurut Nietzsche, rasa sakit hati dianggap sebagai emosi yang berorientasi ke masa lalu, kekanak-kanakan, dan pada akhirnya merugikan individu yang mengalaminya.

Seminar ini bertujuan untuk menggali lebih dalam sifat multifaset dari rasa sakit hati, terutama dalam konteks pendidikan dan resolusi konflik. Mike McGovern menekankan bahwa memahami rasa sakit hati sangat penting untuk mendorong dialog dan mempromosikan perdamaian di masyarakat yang dilanda konflik. Ia berargumen bahwa rasa sakit hati dapat mengarah pada hasil politik yang merusak atau berfungsi sebagai katalis untuk perubahan konstruktif, tergantung pada bagaimana ia dikelola.

Mike McGovern mempresentasikan tiga studi kasus dari Myanmar, Guinea, dan Amerika Serikat untuk menggambarkan bagaimana rasa sakit hati beroperasi dalam konteks sosial dan ekonomi yang berbeda, masing-masing menghasilkan arah dan hasil yang berbeda. Di Myanmar, misalnya, rasa sakit hati telah memicu konflik etnis yang berkepanjangan, memperburuk perpecahan dan menghambat kemajuan menuju rekonsiliasi. Sementara itu, situasi di Guinea menunjukkan bagaimana rasa sakit hati kolektif terhadap warisan kolonial telah memicu gerakan untuk keadilan sosial dan reformasi politik.

Sepanjang seminar, McGovern mendorong peserta untuk merenungkan pengalaman mereka sendiri dengan rasa sakit hati dan mempertimbangkan bagaimana perasaan ini dapat diubah menjadi tindakan positif. Ia menekankan pentingnya pendidikan dalam proses ini, karena pendidikan memberikan individu alat untuk terlibat dalam dialog konstruktif dan resolusi konflik.

Saat seminar berakhir, para peserta meninggalkan acara dengan pemahaman baru tentang sifat ganda rasa sakit hati. Meskipun dapat menjadi sumber perpecahan dan konflik, rasa sakit hati juga memiliki potensi untuk menginspirasi perubahan dan memupuk persatuan ketika didekati dengan bijaksana. Acara ini menekankan pentingnya menangani emosi seperti rasa sakit hati dalam upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama dalam bidang pendidikan dan resolusi konflik.

[Humas FIB, Alma Syahwalani]

Pengukuhan Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A. sebagai Guru Besar Bidang Antropologi Kesehatan Fakultas Ilmu Budaya

AKADEMIKSDGs 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera Selasa, 10 Juni 2025

Yogyakarta, 10/06/2025 – Balai Senat UGM dipenuhi dengan antisipasi saat komunitas akademik berkumpul untuk menyaksikan pengukuhan Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A., seorang tokoh terkemuka di bidang Antropologi Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM). Acara yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 10.00 WIB ini ditandai dengan pidato yang menggugah berjudul “Masuk Angin Sebagai Fenomena Budaya.”

Dalam pidatonya, Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A. menekankan bahwa tiga wujud kebudayaan—sistem gagasan yang membentuk pengetahuan budaya, perilaku budaya, dan artefak budaya (Spradley, 1972)—dapat diaplikasikan untuk memahami konsep “masuk angin.” Ia menjelaskan bahwa “masuk angin” sebagai sistem gagasan menjelaskan konsep sehat-sakit serta filosofi penyembuhannya.

“Masuk angin” sebagai perilaku budaya menggambarkan bagaimana orang Jawa memilih berbagai cara penyembuhan untuk kondisi ini. Prof. Atik menyoroti bahwa praktik tradisional, seperti menggunakan koin kuno untuk “kerokan” (terapi gosok tradisional), balsam, minyak, dan rempah-rempah, baik dalam bentuk minuman maupun saset, memainkan peran penting dalam proses penyembuhan (Triratnawati, 2012).

Saat ini, istilah “masuk angin” tidak hanya digunakan dalam konteks gangguan kesehatan, tetapi juga telah meluas ke bidang politik dan ekonomi. Evolusi ini mencerminkan sifat dinamis dari ekspresi budaya dan relevansinya dalam berbagai aspek kehidupan.

Penelitian Prof. Atik sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam mempromosikan obat-obatan yang terjangkau dan kesetaraan kesehatan. Ia menunjukkan bahwa memahami praktik budaya seputar kesehatan dapat mengarah pada solusi perawatan kesehatan yang lebih efektif dan dapat diakses oleh masyarakat.

Acara ini dihadiri oleh tamu-tamu terhormat, termasuk akademisi, mahasiswa, dan praktisi kesehatan, yang semua antusias untuk belajar dari wawasan Prof. Atik. Suasana acara dipenuhi semangat saat para peserta menyadari pentingnya mengintegrasikan pemahaman budaya ke dalam praktik kesehatan.

Dalam pernyataan penutupnya, Prof. Atik mendorong audiens untuk menghargai kekayaan pengetahuan budaya dan implikasinya terhadap kesehatan dan kesejahteraan. Ia mengajak semua orang untuk mendukung obat-obatan yang terjangkau dan mempertimbangkan konteks budaya saat menangani masalah kesehatan.

Pengukuhan Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A. tidak hanya menandai tonggak penting dalam kariernya, tetapi juga menyoroti peran vital antropologi dalam memahami praktik kesehatan. Karyanya menjadi pengingat akan pentingnya sensitivitas budaya dalam perawatan kesehatan, yang sangat penting untuk mencapai SDGs.

Saat acara berakhir, para peserta meninggalkan tempat dengan semangat baru, terinspirasi oleh dedikasi Prof. Atik untuk menjembatani kesenjangan antara budaya dan kesehatan. Komunitas UGM menantikan kontribusi masa depannya dalam memajukan bidang Antropologi Kesehatan dan mempromosikan solusi perawatan kesehatan yang terjangkau.

[Humas FIB UGM, Alma Syahwalani]

Workshop Tengah Program MARS UGM: Melihat Kompleksitas Isu Migrasi dari Kacamata Dunia Selatan

News Release Kamis, 22 Mei 2025

Yogyakarta, 22/5/25 ― Pada Senin (28/04) beberapa dosen Antropologi, Sejarah, Pariwisata dan Sastra Prancis FIB UGM yang tergabung dalam program riset ‘Non-Western Migration Regimes in a Global Perspective’ (MARS) melangsungkan workshop tengah program bertempat di Ruang Baca Departemen Antropologi. Program riset ini dipimpin oleh Pujo Semedi mendapat pendanaan dari European Commission dengan melibatkan konsorsium peneliti dari sejumlah universitas di Eropa, Asia Tengah, dan Asia Tenggara (diwakili oleh UGM) mengemban misi untuk memberi tempat para peneliti Dunia Selatan (Global South) untuk ikut andil dalam diskursus migrasi global. Selain Pujo Semedi, beberapa dosen ikut andil dalam program ini seperti, Heddy Shri Ahimsa-Putra; Bambang Purwanto; Agung Wicaksono; Arifah Arum Candra Hayuningsih; Agus Indiyanto; Realisa D. Masardi; dan Runavia Mulyasari. Workshop berlangsung selama kurang lebih tiga jam, turut diikuti oleh beberapa mahasiswa magister antropologi.

Hasil riset tim peneliti yang disampaikan dalam workshop menyinggung isu migrasi di Dunia Selatan terutama kawasan Indonesia saling terkait dengan isu sosial, politik, dan ekonomi. Mengambil studi kasus migrasi internal (transmigrasi, tenaga kerja, pemekaran wilayah) dan interlokal (diaspora Indonesia di Eropa dan diaspora Jawa di Kaledonia Baru) menunjukkan isu migrasi sebagai fenomena yang kompleks dan menjadi kesempatan baru bagi ilmu sosial-budaya untuk ikut andil didalamnya. Mengakhiri workshop, Pujo Semedi menuturkan beberapa anggota peneliti pada semester depan diharapkan dapat memulai residensi ke beberapa universitas yang tergabung dalam konsorsium dengan harapan menghasilkan tulisan final dari hasil riset program MARS.

[S1 Antropologi Budaya, Okky Chandra Baskoro]

Guest Lecturer Dr. Marzanna Poplawska Mengenalkan Tari Polonez, Warisan Tak Benda dari Polandia

HEADLINEHEADLINERilis BeritaSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Senin, 7 Oktober 2024

Pada tanggal 1 Oktober 2024, Kelas Folklore Program Studi Sarjana Antropologi Budaya, Departemen Antropologi menggelar sebuah workshop budaya dengan mengundang guest lecturer. Kelas Folklore ini diampu oleh Dr. G.R. Lono Lastoro Simatupang, M.A. dan Mubarika D.F.N, M.A. dan yang menarik perhatian para mahasiswa workshop ini membahas mengenai Tari Polonez. Tari tersebut merupakan  warisan budaya takbenda dari Polandia. Materi tersebut disampaikan oleh Dr. Marzanna Popławska dari Universitas Warszawa, Poland. Workshop ini sukses menyoroti keistimewaan seni pertunjukan asal Polandia dan menunjukkan bagaimana warisan budaya takbenda dapat mengoptimalkan perannya dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Pembukaan dimulai dengan sambutan hangat dari Dr. Marzanna Popławska dalam bahasa Polandia, “dzień dobry,” atau “selamat pagi” dalam bahasa Indonesia. Suasana langsung menjadi akrab dengan antusiasme para peserta yang ingin lebih mengenal sejarah dan makna dari Tari Polonez. Dr. Marzanna Popławska telah meneliti warisan budaya baik di Polandia maupun di negara lainnya selama lebih dari 10 tahun, serta memiliki pengalaman dalam mempelajari perkembangan warisan budaya di Indonesia, yang semakin memperkaya diskusi selama acara.

Jika dilihat dari sejarah dan makna Tari Polonez atau Polonaise berasal dari bahasa Prancis “polish” yang berarti “dari Polandia”, sehingga tarian ini merupakan salah satu tarian tradisional yang terkenal dari Polandia. Sejarahnya dapat ditelusuri hingga abad Pertengahan dan Renaisans dengan nama Polonaise mulai dikenal luas pada abad ke-18. Dr. Popławska menjelaskan bahwa Polonez merupakan warisan budaya takbenda yang sangat penting bagi Polandia, menjadi simbol kebangsaan, kehormatan, dan persatuan. Pada tahun 2015, Tari Polonez diakui sebagai tari nasional Polandia bersama empat tarian tradisional lainnya. Pada tahun 2019, Polonez terdaftar sebagai salah satu elemen warisan budaya takbenda Polandia dan pada tahun 2023 Tari Polonez resmi diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia.

Polonez adalah tarian yang unik karena menyelaraskan seni pertunjukan dengan aspek antropologi dan folklore. Tari ini tidak hanya sekedar tradisi atau ritual, tetapi merupakan budaya yang hidup dan dinamis di masyarakat Polandia. Polonez juga sering dipentaskan di berbagai acara kenegaraan dan seremonial, dengan kostum yang bervariasi, tergantung wilayah asal para penari. Di Kraków, misalnya, penari mengenakan kostum ala kerajaan dan pakaian tradisional yang mencerminkan nuansa sejarah Polandia.

Keterkaitan dengan SDGs, Dr. Marzanna Popławska juga menekankan pentingnya pelestarian warisan budaya seperti Tari Polonez dalam konteks global, terutama dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs). Khususnya, Tari Polonez berkontribusi pada pencapaian SDG 11, yaitu “Sustainable Cities and Communities”, yang bertujuan untuk melindungi dan menjaga warisan budaya dunia sebagai bagian dari keberlanjutan komunitas dan kota. Tari Polonez sebagai warisan budaya takbenda memiliki peran vital dalam mempertahankan identitas budaya suatu bangsa sekaligus mempromosikan kebersamaan, kesetaraan, dan harmoni dalam masyarakatnya. Dengan ciri khas gerakan lambatnya, Tari Polonez telah mengisyaratkan nilai-nilai kehormatan, kerjasama, dan persatuan yang dibutuhkan dalam era globalisasi. Hal ini juga sejalan dengan SDG 4, yaitu “Quality Education”, di mana pelestarian budaya tradisional memberikan pendidikan yang kaya tentang sejarah dan identitas budaya kepada generasi muda, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 

Pada kesimpulanya workshop ini tidak hanya berhasil memperkenalkan keindahan dan kedalaman makna Tari Polonez kepada peserta, tetapi juga menunjukkan bagaimana warisan budaya takbenda dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan-tujuan pembangunan global yang berkelanjutan. Melalui Tari Polonez, masyarakat dapat belajar tentang pentingnya menghargai keragaman budaya dan mempromosikan nilai-nilai universal seperti persatuan, kehormatan, dan perdamaian.

Acara ini ditutup dengan sesi tanya jawab yang interaktif, di mana para peserta berkesempatan untuk bertanya lebih jauh tentang pengalaman Dr. Marzanna Popławska dalam meneliti warisan budaya takbenda di berbagai negara, serta bagaimana Tari Polonez dapat terus dilestarikan di tengah modernisasi dan perubahan zaman. Workshop ini memberikan inspirasi bagi para peserta untuk terus menjaga dan mempromosikan warisan budaya mereka sendiri, sembari tetap mendukung pencapaian SDGs melalui pendidikan, pelestarian budaya, dan kolaborasi internasional.

Penulis: Muhammad Lodhi Firmansyah

Foto: Puspita Nindya Sari

 

12

Rilis Berita

  • Dekolonisasi Arsip Fotografi: Membangkitkan Kembali Gambar-Gambar Kolonial untuk Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat
  • Siapa Sangka Seorang Mahasiswa Sastra Arab Diterima Magang di Perusahaan BUMN? Inilah Kontribusi Faris Zakiy untuk Masyarakat
  • Mahasiswa NCCU Ikuti Kamis Pon Berbudaya di FIB UGM
  • “Berdongeng Bisa Menyentuh Lebih Dalam dari Logika”: Kisah Pandhita, Mahasiswa Sastra Arab yang Menjadikan Storytelling Sebagai Jalan Hidup
  • Promosi Doktor Arina Isti’anah: Membongkar Wacana Ekologis dalam Promosi Pariwisata Indonesia

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY