
Yogyakarta, 10/06/2025 – Balai Senat UGM dipenuhi dengan antisipasi saat komunitas akademik berkumpul untuk menyaksikan pengukuhan Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A., seorang tokoh terkemuka di bidang Antropologi Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM). Acara yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 10.00 WIB ini ditandai dengan pidato yang menggugah berjudul “Masuk Angin Sebagai Fenomena Budaya.”
Dalam pidatonya, Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A. menekankan bahwa tiga wujud kebudayaan—sistem gagasan yang membentuk pengetahuan budaya, perilaku budaya, dan artefak budaya (Spradley, 1972)—dapat diaplikasikan untuk memahami konsep “masuk angin.” Ia menjelaskan bahwa “masuk angin” sebagai sistem gagasan menjelaskan konsep sehat-sakit serta filosofi penyembuhannya.
“Masuk angin” sebagai perilaku budaya menggambarkan bagaimana orang Jawa memilih berbagai cara penyembuhan untuk kondisi ini. Prof. Atik menyoroti bahwa praktik tradisional, seperti menggunakan koin kuno untuk “kerokan” (terapi gosok tradisional), balsam, minyak, dan rempah-rempah, baik dalam bentuk minuman maupun saset, memainkan peran penting dalam proses penyembuhan (Triratnawati, 2012).
Saat ini, istilah “masuk angin” tidak hanya digunakan dalam konteks gangguan kesehatan, tetapi juga telah meluas ke bidang politik dan ekonomi. Evolusi ini mencerminkan sifat dinamis dari ekspresi budaya dan relevansinya dalam berbagai aspek kehidupan.
Penelitian Prof. Atik sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya dalam mempromosikan obat-obatan yang terjangkau dan kesetaraan kesehatan. Ia menunjukkan bahwa memahami praktik budaya seputar kesehatan dapat mengarah pada solusi perawatan kesehatan yang lebih efektif dan dapat diakses oleh masyarakat.
Acara ini dihadiri oleh tamu-tamu terhormat, termasuk akademisi, mahasiswa, dan praktisi kesehatan, yang semua antusias untuk belajar dari wawasan Prof. Atik. Suasana acara dipenuhi semangat saat para peserta menyadari pentingnya mengintegrasikan pemahaman budaya ke dalam praktik kesehatan.
Dalam pernyataan penutupnya, Prof. Atik mendorong audiens untuk menghargai kekayaan pengetahuan budaya dan implikasinya terhadap kesehatan dan kesejahteraan. Ia mengajak semua orang untuk mendukung obat-obatan yang terjangkau dan mempertimbangkan konteks budaya saat menangani masalah kesehatan.
Pengukuhan Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A. tidak hanya menandai tonggak penting dalam kariernya, tetapi juga menyoroti peran vital antropologi dalam memahami praktik kesehatan. Karyanya menjadi pengingat akan pentingnya sensitivitas budaya dalam perawatan kesehatan, yang sangat penting untuk mencapai SDGs.
Saat acara berakhir, para peserta meninggalkan tempat dengan semangat baru, terinspirasi oleh dedikasi Prof. Atik untuk menjembatani kesenjangan antara budaya dan kesehatan. Komunitas UGM menantikan kontribusi masa depannya dalam memajukan bidang Antropologi Kesehatan dan mempromosikan solusi perawatan kesehatan yang terjangkau.
[Humas FIB UGM, Alma Syahwalani]