• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • Bejo Mulyo
    • Lembaga Otonom
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Asia Barat
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa Korea
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Studi Prancis
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi
      • Himpunan Mahasiswa Jepang
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang Tangguh
  • hal. 2
Arsip:

SDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang Tangguh

Dekolonisasi Arsip Fotografi: Membangkitkan Kembali Gambar-Gambar Kolonial untuk Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat

SDGs 10: Mengurangi KetimpanganSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Jumat, 18 Juli 2025

Yogyakarta, 10/7/2025 – Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menyelenggarakan kuliah umum yang membangkitkan gairah intelektual dan diskusi kritis lintas disiplin. Bertempat di Ruang 709 Gedung Soegondo, kuliah umum bertajuk “Dekolonisasi Arsip Fotografi: Masalah Penelitian di Zaman Kolonial dan Dokumentasi Visualnya” ini menghadirkan Dr. Martin Slama, peneliti senior dari Akademi Ilmu Pengetahuan Austria, sebagai narasumber utama.

Dalam pemaparannya, Dr. Slama menyingkap hasil ekspedisi ilmuwan Austria dan Jerman ke Hindia Belanda pada tahun 1928-1929. Ekspedisi limnologi ini tak hanya menghasilkan sekitar 3.000 foto yang menyorot ekologi perairan sungai dan danau, tetapi juga merekam kehidupan masyarakat lokal secara detail, mulai dari upacara adat, kegiatan keagamaan, hingga rutinitas sehari-hari. Uniknya, sebagian besar gambar diambil dengan teknologi fotografi stereo yang menghadirkan efek tiga dimensi.

Namun, di balik nilai ilmiahnya yang besar, arsip foto-foto tersebut selama ini tersimpan eksklusif di Wina, Austria. Akses yang terbatas menjadi kritik utama yang diangkat dalam diskusi: bagaimana foto-foto ini bisa dikembalikan maknanya ke masyarakat tempat ia diambil? Bagaimana menjadikannya bukan sekadar warisan kolonial, tetapi jendela refleksi sosial, budaya, dan sejarah?

Dr. Slama menekankan bahwa digitalisasi semata tidak cukup. Menurutnya, perlu ada pendekatan dekolonisasi dalam penyajian arsip digital tersebut, agar komunitas lokal di Indonesia dapat mengakses, memahami, bahkan memaknai ulang gambar-gambar tersebut sesuai konteks hari ini. “Foto-foto kolonial ini harus diberi kehidupan baru yang tidak hanya sebagai objek visual, tetapi sebagai bagian dari narasi yang melibatkan masyarakat yang dulu menjadi subjeknya,” ujarnya.

Diskusi berlangsung dinamis dan penuh antusiasme. Dosen, mahasiswa, serta akademisi dari berbagai bidang turut aktif bertanya dan berdialog, menunjukkan betapa pentingnya interseksi antara sejarah, visualitas, dan etika arsip dalam kajian post-kolonial.

Melalui kuliah umum ini, Departemen Sejarah UGM tidak hanya membuka ruang akademik untuk belajar sejarah masa lalu, tetapi juga menantang peserta untuk berpikir kritis tentang masa kini serta bagaimana warisan kolonial bisa direkonstruksi untuk masa depan yang lebih adil dan inklusif.

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

Undangan dari Para Malaikat: Selamat Datang di Omah Petroek

Rilis BeritaSDGSSDGs 13: Penanganan Perubahan IklimSDGs 15: Ekosistem daratanSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang Tangguh Selasa, 15 Juli 2025

Yogyakarta, 9 Juli 2025 – Bayangkan Anda dulunya seorang pematung berbakat, dan Anda terkenal karena patung-patung Garuda, simbol kebanggaan dan kehormatan bangsa Indonesia. Namun, bertahun-tahun telah berlalu sejak Anda memegang kehormatan yang didambakannya, dan Anda belum mampu menciptakan karya yang memuaskan selama periode tersebut. Gambaran-gambaran dewa, manusia dan hewan dalam benak Anda perlahan-lahan menjadi kabur, dan pengalaman kreatif masa lalu dengan cepat lenyap dari tangannya bagai pasir hisap yang tak dapat Anda genggam. Sebelum harga diri, rasa takut gagal dan tekanan dari pandangan orang lain perlahan-lahan menggerogoti tubuh dan pikirannya hingga Anda benar-benar kehilangan gairah terhadap kesenian, Anda sebaiknya mencoba bertamasya ke Omah Petroek untuk melihat tanggapan seniman lain terhadap dunia yang lebih baik; mendengarkan berkat dari patung-patung malaikat yang mengelilinginya; mencium aroma phytoncide yang unik dari lingkungan alam; merasakan kenyamanan suasana angin yang membelai wajah Anda, dan mencoba menemukan kembali inspirasi bagi diri sendiri dan perasaannya terhadap dunia melalui pengalaman kelima indera yang tak terlupakan.

Omah Petroek merupakan tempat dibangun oleh Pastor Romo Gabriel Possenti Sindhunata atau yang dikenal dengan panggilan Romo Sindu, seorang wartawan senior Harian Kompas. Rumah tersebut didirikan Romo Sindu sebagai ruang bebas merayakan keberagaman kebudayaan dan kesenian. Jauh dari kebisingan klakson mobil dan motor serta hiruk pikuk pedagang kaki lima di tengah hiruk pikuk kota Yogyakarta, Omah Petroek dipenuhi dengan suasana pedesaan yang begitu dekat dan hangat yang semuanya rasakan semasa kecil. Ruang sejuk yang tercipta dari rindang pepohonan meredakan panas yang tak tertahankan dan kebosanan musim kemarau Indonesia. Kicauan burung tak jauh dari sini dan palang bertuliskan “Kita  eritema sudah lama, Selamat datang di Omah Petroek” seolah memiliki daya magis tersendiri, menarikan kita untuk melangkah lebih dekat ke dunia alami yang murni dan sederhananya, yang masih belum terlalu terpengaruh oleh masyarakat sekuler yang semakin kompleks.

Terletak di taman yang luas dan seakan tak berbatas, sebuah pura Hindu berdiri di balik pintu berwarna cokelat kemerahan yang dijaga oleh dua arca. Banyak persembahan berupa dupa kering dan bunga ditempatkan di tengah pura. Baik gaya eksterior pura maupun adat istiadat pengorbanan yang dapat diamati di sekitarnya sangat mirip dengan gaya pura di Bali. Warna pura tersebut sendiri mirip dengan karakteristik batuan lembah, membuatnya tampak alami dan halus, seolah menyatu dengan alam. 

Selain itu, orang-orang dapat berjalan-jalan dan mengunjungi miniatur tempat peribadatan dari seluruh lintas agama di Indonesia. Yang paling menarik pastikan pemandangan yang digambarkan dalam Alkitab yang akan semuanya saksikan setelah menuruni tangga batu yang agak terjal: Di ruang ibadah yang dikelilingi beberapa patung ternak yang menghadap dinding batu, orang-orang dapat memandang ke atas ke arah Yesus Kristus yang disalib dan patung malaikat putih yang suci. Dalam ruang yang remang-remang dan agak ramai, ada keinginan untuk bertahan hidup di celah-celah. Dari keterkejutan awal hingga sentuhan hati, doa-doa yang hening dan khusyuk dipanjatkan, memohon anugerah dari ribuan Tuhan.

Mengunjungi dunia magis yang memadukan alam, agama, seni dan budaya, barangkali kita dapat menemukan kembali kepolosan dan kedamaian batin yang telah lama hilang. Ketika jiwa tersesat dalam hiruk pikuk realitas, Omah Petroek bagaikan cermin, membantu kita memahami kembali diri sendiri dan membangkitkan persepsi kita akan keindahan dan kebaikan. Entah itu mengamati patung-patung yang bergerak, mendengarkan kicauan burung yang merdu, atau merasakan semilir angin di wajah, pengalaman-pengalamannya mengingatkan kita: Terkadang-kadang, jika kita berhenti sejenak, kita dapat menemukan kembali kekuatan untuk melangkah maju dan menemukan kembali makna hidup yang sesungguhnya. Saya berharap setiap orang yang mengunjungi Omah Petroek dapat menemukan sentuhan dan inspirasinya sendiri di sini, serta kembali merangkul momen-momen indah dalam hidup dengan semangat yang baru!

[National Chengchi University, Wu Yu Han]

Tokoh Perempuan Jadi Simbol Demokrasi Radikal dalam Karya Sastra: Pembacaan Politik dalam SEMEJA IV

SDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Jumat, 4 Juli 2025

Yogyakarta, 2/7/2025 – Seminar Antarabangsa Kajian Melayu-Jawa (SEMEJA) IV berlangsung di University Club Universitas Gadjah Mada, menghadirkan diskursus inspiratif tentang kekuatan narasi perempuan dalam sastra Jawa. Dra. Wiwien Widyawati Rahayu, M.A., bersama dua mahasiswanya, Yudha Adistira dan Saktia Hidayah, mempresentasikan kajian berjudul “Kepemimpinan Tokoh Perempuan dalam Novel Kidung Trěsna Sang Pikatan: Perspektif Demokratis Rancière”.

Dalam paparan tersebut, peneliti menyoroti bagaimana tokoh-tokoh perempuan dalam novel karya Alexandra Indriyanti Dewi berfungsi sebagai agen perubahan sosial. Dengan menggunakan teori demokrasi radikal Jacques Rancière, mereka menafsirkan bahwa kepemimpinan dalam cerita tidak berasal dari kekuasaan struktural, melainkan dari tindakan politis yang menggugat tatanan simbolik patriarkal yang telah mapan.

Wulan, Pramodawardhani, dan Sri Kahulunan muncul sebagai representasi tokoh-tokoh perempuan yang memanifestasikan tiga konsep utama Rancière: disensus, egalitarianisme, dan pembalikan hierarki. Wulan, yang digambarkan sebagai tělik sandhi, mengalami konflik batin dan secara halus menantang sistem melalui kepatuhan semu, sebuah bentuk disensus yang secara diam-diam mengguncang struktur kekuasaan. Sementara itu, Pramodawardhani mencerminkan semangat egalitarianisme melalui ketajaman strategi politiknya dan keterlibatannya dalam pembangunan Candi Borobudur. Di sisi lain, Sri Kahulunan dengan tegas menentang klaim bahwa kepemimpinan harus didominasi laki-laki, menunjukkan keberanian perempuan dalam mereposisi kekuasaan.

Menariknya, ketiga tokoh tersebut juga dianalisis melalui lensa feminisme Cyborg Donna Haraway, yang memposisikan mereka sebagai subjek hibrida yang menolak dikotomi lama seperti laki-laki-perempuan atau publik-privat. Dengan pendekatan ini, tokoh-tokoh perempuan muncul tidak hanya sebagai pelengkap narasi sejarah, tetapi sebagai pemimpin yang menyusun ulang peta kekuasaan.

Presentasi ini memberikan kontribusi penting dalam diskursus gender dan politik di ranah sastra, sekaligus menegaskan bahwa sastra Jawa pun mampu menjadi ruang demokrasi yang mengafirmasi suara perempuan sebagai subjek aktif perubahan sosial. Lebih dari sekadar karya roman sejarah, Kidung Trěsna Sang Pikatan tampil sebagai teks perlawanan terhadap patriarki dan simbol keberanian perempuan Jawa dalam mengukir sejarah bangsanya.

Presentasi ini juga menekankan pentingnya keberagaman budaya dalam sastra, menunjukkan bagaimana berbagai narasi dapat hidup berdampingan dan memperkaya pemahaman tentang peran gender. Dengan memberdayakan perempuan melalui pendidikan untuk keberlanjutan, pemaparan ini menyoroti perlunya kesempatan yang setara dalam representasi sastra, memastikan bahwa cerita perempuan diceritakan dan dirayakan.

Sebagai kesimpulan, melalui sesi presentasi oleh Dra. Wiwien Widyawati Rahayu, M.A., SEMEJA IV tidak hanya merayakan kontribusi para ahli dan akademisi dalam kajian Melayu-Jawa, tetapi juga memperkuat pentingnya pendidikan dan keberagaman budaya dalam membangun masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Narasi yang disajikan menjadi panggilan untuk bertindak bagi semua orang untuk mengenali dan mendukung peran vital perempuan dalam sastra dan masyarakat.

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

Mahasiswa BKK UGM dan CUFS Jalin Kolaborasi Lewat Pertukaran Budaya

SDGs 10: Mengurangi KetimpanganSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Kamis, 3 Juli 2025

Yogyakarta, 26 Juni 2025 – Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea (BKK) UGM bekerja sama dengan Cyber Hankuk University of Foreign Studies (CUFS), Korea Selatan, menggelar acara pertukaran budaya di FIB UGM. Kegiatan ini bertujuan untuk saling mengenal budaya Indonesia dan Korea sekaligus mempererat kerja sama antar mahasiswa dan institusi.

Acara dibuka dengan sambutan dari Bapak Suray Agung Nugroho (UGM) dan Prof. Cho Minsung (CUFS). Setelah itu, kedua universitas saling bertukar cendera mata sebagai simbol persahabatan dan kolaborasi berkelanjutan.

Mahasiswa Prodi BKK memulai sesi pertukaran budaya ini dengan menayangkan video profil universitas, FIB, dan Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea untuk memberi gambaran tentang lingkungan akademik di kampus. Mahasiswa BKK juga memperkenalkan sedikit sejarah Indonesia, sejarah UGM, serta memperkenalkan kegiatan dan keunikan prodi BKK. Sebagai balasan, perwakilan mahasiswa dari CUFS (Departemen Vietnam dan Indonesia) memperkenalkan cuplikan informasi mengenai CUFS—dari lokasi, departemen, hingga aktivitas departemen mereka.

Untuk mencairkan suasana, sesi ice breaking dan games juga digelar, menciptakan interaksi yang hangat dan penuh tawa antar peserta.

Acara ditutup dengan tur keliling kampus UGM, memberi tamu dari Korea kesempatan merasakan langsung atmosfer akademik dan budaya di UGM.

Para peserta mengaku sangat menikmati momen ini dan merasa kegiatan seperti ini penting untuk memperluas wawasan, membangun jaringan, dan belajar saling menghargai perbedaan. Melalui kegiatan ini, UGM dan CUFS menunjukkan bahwa pertukaran budaya bukan hanya soal mengenal tradisi satu sama lain, tapi juga tentang membangun masa depan pendidikan global yang inklusif dan berkelanjutan.

Penulis: Sherina Azmi

Seminar Antarabangsa KAJIAN MELAYU-JAWA (SEMEJA) IV

UGM dan Universitas Kebangsaan Malaysia Perkuat Jejaring Keilmuan Serumpun dalam Seminar Antarbangsa Melayu-Jawa

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 9: Industri Inovasi dan Infrastruktur Rabu, 2 Juli 2025

Yogyakarta, 1/7/2025 – Seminar Antarbangsa Kajian Melayu-Jawa ke-4 (SEMEJA 2025) resmi dibuka di University Club Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1 Juli 2025. Seminar ini menghadirkan para akademisi, peneliti, dan pemerhati budaya dari Indonesia dan Malaysia. Acara pembukaan berlangsung khidmat sejak pukul 08.30 pagi, diawali dengan pembacaan doa, dilanjutkan sambutan dari berbagai pihak, termasuk Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Direktur Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA) Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).

Dalam sambutan selamat datang, Prof. Dr. Setiadi, S.Sos., M.Si.–Dekan FIB UGM–menyampaikan apresiasi atas kehadiran seluruh peserta dan mitra kerja sama dari UKM, khususnya ATMA. Ia menggarisbawahi pentingnya kelanjutan kolaborasi ilmiah yang sempat tertunda akibat pandemi COVID-19. “Seminar ini merupakan wadah strategis untuk mendalami hubungan sejarah, budaya, bahasa, dan peradaban antara masyarakat Melayu dan Jawa. UGM percaya bahwa kajian Melayu-Jawa memberikan manfaat besar dalam memperkuat jejaring keilmuan antarabangsa dan pelestarian warisan budaya serumpun,” ujar Prof. Setiadi.

Beliau juga menekankan bahwa seminar ini tidak hanya relevan bagi para ahli budaya dan sejarah, tetapi juga bagi sivitas akademika lintas bidang yang ingin mengembangkan perspektif keilmuan yang berakar pada identitas lokal dan regional. Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam mempromosikan pendidikan berkualitas dan membangun kemitraan global.

Tahun ini, SEMEJA IV mengangkat fokus utama tentang bagaimana warisan budaya dapat berperan dalam pemberdayaan komunitas dan penguatan perpaduan serantau. Isu-isu yang diangkat meliputi bahasa, seni, dan budaya; kepemimpinan dan integrasi regional; pelestarian warisan sebagai pemacu pembangunan komunitas; penguatan warisan dan pembangunan lestari; serta solidaritas sosial melalui kerja sama budaya lintas batas.

Dengan tema dan pendekatan yang inklusif, SEMEJA IV dirancang untuk memupuk dialog bermakna, pertukaran pengetahuan, dan kerja sama strategis antara institusi akademik, komunitas lokal, dan pemangku kepentingan dari Indonesia dan Malaysia. Seminar ini menjadi tonggak penting dalam upaya pelestarian budaya Melayu-Jawa serta penciptaan ruang bersama untuk integrasi keilmuan dan nilai-nilai lokal di tingkat regional dan global.

Acara pembukaan turut diisi dengan persembahan budaya tari Jawa oleh Ratnatraya, BSO kesenian dari program studi Bahasa, Sastra, dan Bahasa Jawa FIB UGM. Kemudian dilanjutkan dengan ucapan peresmian oleh YBhg. Dato Haslina Abdul Hamid, Ketua Setiausaha Kementerian Perpaduan Negara Malaysia, serta sesi utama yang menghadirkan Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra dari Sekolah Pascasarjana UGM sebagai pembicara utama.

Seminar ini dijadwalkan berlangsung selama dua hari, yaitu tanggal 1 dan 2  Juli 2025, dengan beragam sesi diskusi ilmiah, forum komunitas, hingga pertunjukan seni budaya. Kehadiran para pemangku kepentingan dari kedua negara diharapkan dapat membuka jalan bagi kolaborasi akademik dan kebudayaan yang lebih erat dan berkelanjutan.

Sebagai bagian dari komitmen seminar terhadap SDGs, khususnya dalam pendidikan di negara berkembang, acara ini bertujuan untuk memanfaatkan teknologi dan wawasan budaya untuk meningkatkan hasil pendidikan dan keterlibatan komunitas. Dengan membangun kemitraan global, SEMEJA IV berupaya menciptakan lingkungan kolaboratif yang memberdayakan komunitas melalui pengetahuan bersama dan pemahaman budaya.

Sebagai kesimpulan, SEMEJA 2025 tidak hanya berfungsi sebagai platform untuk diskursus akademik tetapi juga sebagai perayaan warisan budaya kaya yang dimiliki oleh masyarakat Melayu dan Jawa. Upaya kolaboratif antara UGM dan UKM mencerminkan potensi kemitraan akademik dalam menghadapi tantangan global sambil mempromosikan identitas lokal dan pelestarian budaya.

 

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

1234…31

Rilis Berita

  • Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Universitas Cheng Kung Taiwan Perkuat Kolaborasi Kursus Musim Panas Arkeologi
  • Korea Utara: Di Balik Mitos, Realitas, dan Imajinasi
  • Mahasiswa Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea Lolos Program Fast Track S1–S2 FIB UGM
  • UGM Kembalikan Artefak dan Kerangka Leluhur kepada Masyarakat Warloka, Labuan Bajo
  • Pekerja Migran Indonesia Hidup di Taiwan

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY