• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
    • Layanan Mahasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • BSO RAMPOE UGM
      • Bejo Mulyo
    • Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS)
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Prancis
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Arab
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi Budaya
      • Keluarga Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDGs 5: Kesetaraan Gender
  • hal. 2
Arsip:

SDGs 5: Kesetaraan Gender

Ihsania Salma Raih Beasiswa Unggulan 2024, Ini Tips and Tricks nya!

Rilis BeritaSDGSSDGs 10: Berkurangnya kesenjanganSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Rabu, 23 Juli 2025

Yogyakarta, 23 Juli 2025 – Prestasi membanggakan kembali ditorehkan oleh mahasiswa Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Ihsania Salma, mahasiswi angkatan 2023 yang dikenal aktif dan inspiratif, berhasil meraih Beasiswa Unggulan Kemendikbudristek 2024, sebuah program beasiswa prestisius yang ditujukan untuk insan muda berprestasi yang memiliki komitmen dalam memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.

Melalui wawancara bersama tim Media Informasi IKMASA, Ihsania — yang akrab disapa Sania — menceritakan perjalanannya sebagai mahasiswi aktif, pegiat literasi, sekaligus aktivis kemahasiswaan. Berbagai peran ia jalani dengan penuh dedikasi, mulai dari Koordinator Pendamping acara La-Tansa, Co-Fasilitator PPSMB PIONIR, hingga Ketua Festival Anak Gadjah Mada Menginspirasi 2024. Tak hanya itu, ia juga aktif dalam komunitas mengajar serta advokasi perempuan bersama Srikandi UGM.

“Untuk menjadi seorang awardee bukan hanya soal nilai akademik, tapi tentang siapa kita dan apa yang ingin kita perjuangkan,” ujar Sania. Ia menekankan bahwa konsistensi, niat yang kuat, serta keberanian untuk keluar dari zona nyaman menjadi kunci dalam meraih beasiswa tersebut. Lewat tulisan, podcast, hingga kontribusi kecil sehari-hari, Sania membuktikan bahwa setiap langkah bisa bermakna.

Melalui penghargaan ini, Sania berharap bisa terus memberi dampak dan menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain di Sastra Arab. Ia mengajak rekan-rekannya untuk mulai dari hal kecil, tetap konsisten, dan berani bermimpi besar.

“Kita tidak perlu sempurna untuk bisa bermanfaat. Mulailah dari langkah kecil dengan hati yang ikhlas,” tutup Sania penuh semangat.

Bagi mahasiswa yang terinspirasi oleh kisah Sania, kesempatan emas terbuka lebar di tahun ini. Pendaftaran Beasiswa Unggulan Tahun 2025 resmi dibuka hingga tanggal 27 Juli 2025. Program ini memberikan dukungan pembiayaan bagi mahasiswa berprestasi dan berkomitmen untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat melalui keilmuan dan pengabdian.

Jangan sampai terlewat! Segera siapkan dokumen dan penuhi persyaratannya. Informasi lengkap dan pendaftaran dapat diakses melalui laman resmi beasiswaunggulan.kemdikbud.go.id.

[Sastra Arab, Muhammad Ardiansyah]

“Berdongeng Bisa Menyentuh Lebih Dalam dari Logika”: Kisah Pandhita, Mahasiswa Sastra Arab yang Menjadikan Storytelling Sebagai Jalan Hidup

SDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Kamis, 17 Juli 2025

“Saat aku berperan sebagai seorang ibu yang dikhianati putranya, aku melihat audiensku menangis.” Kalimat itu keluar dari mulut Pandhita dengan penuh keyakinan dan mata yang menerawang. Bukan karena ia pernah benar-benar mengalami kisah itu, melainkan karena ia tahu betul bagaimana menyampaikan cerita dengan rasa. Bagi Pandhita, storytelling bukan sekadar pertunjukan kata atau hiburan panggung. Itu adalah cara paling halus namun dalam untuk menyampaikan pesan, menggerakkan emosi, dan menyentuh sisi manusia yang sering kali tak dijangkau oleh logika. Dan perjalanan cinta pada storytelling  itu dimulai sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Waktu itu, Pandhita mengikuti lomba storytelling tingkat kabupaten dan berhasil meraih juara. Bukan kemenangannya yang paling membekas, melainkan saat ia menyadari kekuatan sebuah dongeng yang mampu membuat audiens tertawa, termenung, bahkan menitikkan air mata. Sejak momen itulah, storytelling bukan lagi sekadar hobi baginya, melainkan jalan hidup yang ia yakini bisa membawa manfaat untuk orang lain. Ia percaya bahwa menyampaikan nilai-nilai kehidupan tidak selalu harus dengan nasihat atau petuah, cerita yang ringan namun mengandung makna justru lebih bisa diterima dan diresapi. “Khairunnās anfa‘uhum linnās, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia yang lain” begitu ia menegaskan, sembari mengutip mahfuzhat Arab yang menjadi prinsip utamanya dalam berkarya.

Semakin ia menyelami dunia storytelling, semakin banyak pula pintu yang terbuka. Kemampuan bercerita menjadikannya dipercaya sebagai mentor dalam berbagai bidang, mulai dari bahasa Arab, Inggris, hingga pelajaran umum. Salah satu pengalaman paling unik yang ia alami adalah saat mengikuti lomba storytelling berbahasa Korea–padahal ia belum pernah belajar bahasa itu secara formal. Hanya berbekal dari lagu-lagu dan drama yang ia dengar, ia mencoba menirukan pelafalan dan ekspresi, semata-mata demi memperluas wawasan dan mengenal bahasa baru. Dari situ, ia semakin yakin bahwa cerita bisa menjadi medium pembelajaran lintas bahasa.

Kemampuannya dalam menyusun narasi dan menyampaikan pesan juga membuatnya kerap dilibatkan dalam proyek video edukatif. Orang-orang mempercayakan padanya tugas penting: menyampaikan pesan dengan runtut, hidup, dan penuh makna. Namun dari sekian banyak pengalaman, satu momen yang paling tak terlupakan adalah saat ia menjadi pendongeng dalam acara sosial anak-anak di daerah marginal. Jumlah audiensnya mungkin tak seberapa, tapi ketika ia memainkan peran dalam kisah “Batu Menangis”, ruangan itu berubah hening dan emosional. “Ketika aku berakting sebagai seorang ibu yang dicela oleh anaknya, aku melihat anak-anak itu ikut menangis. Mereka tidak hanya mendengar, mereka merasakan.” Dari situlah Pandhita tahu: ia tidak hanya menyampaikan cerita, tapi menghidupkan makna.

Keterampilan itu pula yang menuntunnya ke dunia profesional sebagai moderator dan pembawa acara. Menjadi MC, menurutnya, bukan sekadar membaca susunan acara, tapi juga bagaimana membangun suasana, menjaga semangat dan antusias pendengar, serta menjaga energi diri untuk terus stabil dari awal hingga akhir. Ia memadukan teknik naratif dengan permainan nada suara, metafora ringan, dan transisi yang baik agar setiap segmen acara terasa hidup. Bahkan, storytelling pernah menyelamatkannya dalam situasi wawancara yang penuh tekanan. Ketika pikirannya buntu karena sebuah pertanyaan, ia memilih menjawab dengan pendekatan naratif. “Aku hanya menceritakan sebuah analogi sederhana, mengemas bahasa yang rumit menjadi sederhana dan mudah dipahami, dan pewawancaranya pun tersenyum,” kenangnya.

Bagi Pandhita, storytelling adalah jembatan antara pikiran dan hati. Ia menolak anggapan bahwa bercerita hanya untuk anak-anak. Justru, dari cerita, kita bisa belajar empati, kepekaan, dan kepedulian sosial. Dunia ini dipenuhi hal-hal kecil yang bermakna, hanya saja kita sering tak sempat melihatnya. Maka dari itu, ia menjadikan storytelling sebagai cara untuk membuat orang lain melihat ulang hidupnya dengan sudut pandang yang lebih hangat. Di berbagai forum edukasi dan motivasi yang ia hadiri, Pandhita selalu membawa satu pesan penting: literasi dan bahasa adalah kunci masa depan. “Sayangnya, masih banyak yang mengabaikannya,” ujarnya dengan lirih.

Saat ditanya tentang impiannya, Pandhita menjawab dengan mantap: ia ingin membuat workshop storytelling yang terbuka bagi siapa saja. Sebuah ruang aman tempat orang bisa berbagi cerita tanpa takut dihakimi. Baginya, storytelling bukan soal tampil sempurna atau mengesankan, tapi tentang kejujuran, keberanian, dan penerimaan diri. “Setiap orang punya cerita. Dan setiap cerita punya kekuatan,” katanya. Ia percaya, menjadi manusia yang menginspirasi tidak selalu soal pencapaian besar, kadang cukup dengan menjadi pendengar yang baik, atau pencerita yang tulus.

 

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

Melihat Jogja yang Inklusif dan Berani Lewat Pemutaran Film Jagad’e Raminten di ARTJOG

Rilis BeritaSDGSSDGs 10: Berkurangnya kesenjanganSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Selasa, 15 Juli 2025

Yogyakarta, 5 Juli 2025 – Sebagai salah satu festival seni kontemporer terbesar di Indonesia, ARTJOG selalu menjadi ruang pertemuan seniman, penikmat seni, dan publik luas. Diselenggarakan setiap tahun di Yogyakarta, ARTJOG tidak hanya memamerkan karya rupa, tetapi juga merangkul seni pertunjukan, diskusi, film, hingga kolaborasi lintas disiplin. Dengan tema yang berbeda setiap tahunnya, ARTJOG mendorong penonton untuk merasakan Jogja sebagai kota seni yang hidup, terbuka, dan penuh ide segar.

Salah satu program ARTJOG tahun ini adalah pemutaran film Jagad’e Raminten yang diproduksi oleh Kalyana Shira Foundation. Dokumenter berdurasi 95 menit ini disutradarai dan ditulis oleh Nia Dinata, diproduseri dan ikut ditulis oleh Dena Rachman, serta Melissa Karim sebagai produser bersama. Jagad’e Raminten menyoroti kisah Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tanoyo Hamijinindyo, atau dikenal sebagai Hamzah Sulaiman.

Sosok Raminten sendiri merupakan salah satu ikon budaya Jogja yang lahir dari kreativitas Hamzah Sulaiman. Sebagai seniman, Hamzah Sulaiman menciptakan karakter Raminten yang beliau perankan dalam acara komedi situasi di stasiun televisi lokal Jogja TV. Karakter ini kemudian menjadi inspirasi berdirinya The House of Raminten dan Raminten Cabaret Show.

Pada pemutaran film yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli, penonton diajak menelusuri kembali sosok mendiang Hamzah Sulaiman melalui sudut pandang para pemain Raminten Cabaret. Hamzah Sulaiman tidak hanya dikenal sebagai seorang pengusaha sukses yang mendirikan Toko Hamzah Batik serta sejumlah restoran Raminten, tetapi juga sebagai seorang dermawan yang telah mengadopsi anak-anak dan membuka ruang ekspresi bagi komunitas Inklusif melalui panggung Raminten Cabaret.

Sejak pertama kali diadakan, Raminten Cabaret telah berperan sebagai wadah ekspresi diri bagi kalangan yang kerap terpinggirkan. Namun demikian, perjalanan menuju penerimaan publik bukanlah suatu proses yang mudah. Seusai penayangan film, salah seorang penonton, Nia, membagikan pengalamannya: “Saya menonton ini rasa relate gitu, karena baru semalam saya nonton Raminten Cabaret Show, dan saya bahkan tahunya bukan dari orang Indonesia, tapi dari teman saya yang dari Singapura. Jadi memang Raminten Cabaret kayaknya udah cukup mendunia.” Selain itu, Nia juga menyampaikan rasa penasaran yang mewakili banyak penonton: bagaimana Cabaret Raminten bisa perlahan diterima oleh masyarakat?

Menanggapi hal itu, BaBam, salah satu pemain Raminten Cabaret, menjawab: “Persepsi masyarakat pasti pada awalnya kita sebagai komunitas itu tidak mengerti, dipandang sebelah mata, dan memang sangat membutuhkan waktu untuk Cabaret Raminten bisa diterima. Sekarang ini sudah 16 tahun kami berdiri, dan itu pun tidak langsung mudah. Mungkin baru sekitar 7–8 tahun terakhir kami mulai dikenal lebih luas, bahkan sampai ke luar daerah, meski di rumah sendiri belum tentu diterima sepenuhnya,” tutur BaBam.

Namun demikian, para pemain Raminten Cabaret akan terus berjuang. “Itulah pelajaran dari Kanjeng, yaitu dedikasi dan kerja keras,” lanjutnya. Dengan warisan nilai itu, Raminten Cabaret terus membuktikan bahwa seni bisa menjadi ruang aman bagi siapa saja untuk berekspresi. “Akan saya teruskan dan teman-teman dari Raminten Cabaret juga jalankan, dan semoga kami bisa terus berkarya tanpa kemunduran,” tambah BaBam.

Berbekal dedikasi dan ketulusan orang-orang di dalamnya, Raminten boleh berpulang, tetapi jagadnya akan tetap hidup.

[National Chengchi University, Wang Hui Chen] 

Langkah Kecil dari Keraton: Eka dan Dedikasinya untuk Seni Tari

Rilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Selasa, 15 Juli 2025

Yogyakarta, 14 Juli 2025 – Perjalanan panjang dalam dunia tari telah dilalui Eka Nur Cahyani, mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada angkatan 2023. Sejak usia 7 tahun, Eka telah mengenal dan mencintai seni tari klasik, khususnya Gaya Yogyakarta, berkat dukungan dari almarhum ayahnya yang merupakan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Saya mulai menari sejak kecil, sering diajak ke kraton oleh ayah. Sejak itu saya jatuh cinta pada tarian klasik, dan terus belajar sampai sekarang,” kenangnya.

Meski tidak pernah belajar di sanggar tari formal, Eka mendapat ilmu dari para guru seni sejak sekolah dasar hingga kini aktif sebagai anggota UKM Swagayugama UGM. Di sana, ia belajar langsung dari pemucal beksan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Dra. Veronica Ratnaningsih (Nyi Mas Riya Murtiharini).

Dedikasi Eka dalam bidang tari tidak berhenti pada aktivitas menari semata. Ia juga pernah menjadi instruktur dalam Kampung Menari, program Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, serta mengajar anak-anak di Pakembinangun. Sejak 2024, ia bergabung dalam Pamulangan Hamong Beksa di Karaton, tempat ia belajar secara mendalam mengenai teknik, ragam gerak, filosofi, hingga etika dalam tari klasik gaya Yogyakarta.

 

Selain mendalami tari klasik Gaya Yogyakarta, Eka juga memperluas wawasannya dengan mempelajari tari klasik Gaya Surakarta, seperti tarian gambyong dan srimpi. Saat ini, ia aktif mengikuti Pamulangan Hamong Beksa di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setiap Minggu pukul 12.00, Eka hadir di kraton dengan mengenakan busana lengkap (jangkep), terdiri dari kebaya tangkeban, jarik seredan, sanggul tekuk dan subal, subang, serta membawa Sampur Gendala Giri..

“Saya termotivasi untuk terus belajar karena saya berasal dari keluarga seniman karena kakek saya seorang dhalang, simbah kakung abdi dalem, dan ibu seorang sindhen,” ujarnya.

Bagi Eka, menari bukan hanya soal estetika gerak, melainkan juga ekspresi spiritual dan personal. Ia menyebut bahwa setiap gerakan tari mengandung filosofi kesabaran, keikhlasan, dan keselarasan antara tubuh, rasa, dan irama.

“Menari adalah bentuk doa. Gerakannya mengajarkan kita untuk ikhlas dan sabar dalam menghadapi hidup,” ujar Eka.

Sejak memulai perjalanannya di dunia tari, Eka telah tampil di puluhan panggung, mulai dari acara kampus seperti tampil di Paket Wisata Pentas Kraton Lakon Senggana Duta oleh UKM Swagayugama di Bangsal Srimanganti Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat  dan Pagelaran Akbar Swagayugama di Taman Budaya Yogyakarta, hingga forum nasional dan internasional seperti Seminar Antarabangsa Kajian Melayu-Jawa (SEMEJA IV) dan ASEAN in Today’s World.

Meskipun telah sering tampil, Eka tetap menjaga semangat belajarnya. Ia menekankan pentingnya memahami konsep wiraga, wirama, dan wirasa, serta mengenal nama-nama dan makna ragam gerak dalam tarian. Menurutnya, konsistensi lahir dari kecintaan dan keinginan untuk terus berkembang.

Perjalanan Eka Nur Cahyani dalam dunia tari sejak usia tujuh tahun tak hanya mencerminkan kecintaan pada seni, tetapi juga kontribusi nyata terhadap pembangunan berkelanjutan. Melalui aktivitas belajar dan mengajar tari, khususnya kepada anak-anak, Eka mendukung SDG 4: Pendidikan Berkualitas. Perannya sebagai perempuan yang aktif melestarikan budaya juga sejalan dengan SDG 5: Kesetaraan Gender.

Selain itu, keterlibatannya dalam menjaga dan menghidupkan seni tari klasik turut memperkuat SDG 11: Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan, dengan melestarikan warisan budaya tak benda sebagai identitas masyarakat Yogyakarta.

Eka membuktikan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tugas generasi terdahulu, tetapi tanggung jawab generasi kini untuk masa depan yang lebih berbudaya.

“Jika memang kita merasa memiliki bakat perlu untuk dikembangkan dengan terus berlatih dan tidak takut untuk mencoba karena menurut saya belajar tidak akan membuat menyesal dan setiap proses dalam belajar itulah yang akan membentuk diri kita untuk menjadi pribadi dengan jati diri yang sebenarnya.” – Eka Nur Cahyani

[Humas FIB UGM, Alma Syahwalani]

Tokoh Perempuan Jadi Simbol Demokrasi Radikal dalam Karya Sastra: Pembacaan Politik dalam SEMEJA IV

SDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Jumat, 4 Juli 2025

Yogyakarta, 2/7/2025 – Seminar Antarabangsa Kajian Melayu-Jawa (SEMEJA) IV berlangsung di University Club Universitas Gadjah Mada, menghadirkan diskursus inspiratif tentang kekuatan narasi perempuan dalam sastra Jawa. Dra. Wiwien Widyawati Rahayu, M.A., bersama dua mahasiswanya, Yudha Adistira dan Saktia Hidayah, mempresentasikan kajian berjudul “Kepemimpinan Tokoh Perempuan dalam Novel Kidung Trěsna Sang Pikatan: Perspektif Demokratis Rancière”.

Dalam paparan tersebut, peneliti menyoroti bagaimana tokoh-tokoh perempuan dalam novel karya Alexandra Indriyanti Dewi berfungsi sebagai agen perubahan sosial. Dengan menggunakan teori demokrasi radikal Jacques Rancière, mereka menafsirkan bahwa kepemimpinan dalam cerita tidak berasal dari kekuasaan struktural, melainkan dari tindakan politis yang menggugat tatanan simbolik patriarkal yang telah mapan.

Wulan, Pramodawardhani, dan Sri Kahulunan muncul sebagai representasi tokoh-tokoh perempuan yang memanifestasikan tiga konsep utama Rancière: disensus, egalitarianisme, dan pembalikan hierarki. Wulan, yang digambarkan sebagai tělik sandhi, mengalami konflik batin dan secara halus menantang sistem melalui kepatuhan semu, sebuah bentuk disensus yang secara diam-diam mengguncang struktur kekuasaan. Sementara itu, Pramodawardhani mencerminkan semangat egalitarianisme melalui ketajaman strategi politiknya dan keterlibatannya dalam pembangunan Candi Borobudur. Di sisi lain, Sri Kahulunan dengan tegas menentang klaim bahwa kepemimpinan harus didominasi laki-laki, menunjukkan keberanian perempuan dalam mereposisi kekuasaan.

Menariknya, ketiga tokoh tersebut juga dianalisis melalui lensa feminisme Cyborg Donna Haraway, yang memposisikan mereka sebagai subjek hibrida yang menolak dikotomi lama seperti laki-laki-perempuan atau publik-privat. Dengan pendekatan ini, tokoh-tokoh perempuan muncul tidak hanya sebagai pelengkap narasi sejarah, tetapi sebagai pemimpin yang menyusun ulang peta kekuasaan.

Presentasi ini memberikan kontribusi penting dalam diskursus gender dan politik di ranah sastra, sekaligus menegaskan bahwa sastra Jawa pun mampu menjadi ruang demokrasi yang mengafirmasi suara perempuan sebagai subjek aktif perubahan sosial. Lebih dari sekadar karya roman sejarah, Kidung Trěsna Sang Pikatan tampil sebagai teks perlawanan terhadap patriarki dan simbol keberanian perempuan Jawa dalam mengukir sejarah bangsanya.

Presentasi ini juga menekankan pentingnya keberagaman budaya dalam sastra, menunjukkan bagaimana berbagai narasi dapat hidup berdampingan dan memperkaya pemahaman tentang peran gender. Dengan memberdayakan perempuan melalui pendidikan untuk keberlanjutan, pemaparan ini menyoroti perlunya kesempatan yang setara dalam representasi sastra, memastikan bahwa cerita perempuan diceritakan dan dirayakan.

Sebagai kesimpulan, melalui sesi presentasi oleh Dra. Wiwien Widyawati Rahayu, M.A., SEMEJA IV tidak hanya merayakan kontribusi para ahli dan akademisi dalam kajian Melayu-Jawa, tetapi juga memperkuat pentingnya pendidikan dan keberagaman budaya dalam membangun masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Narasi yang disajikan menjadi panggilan untuk bertindak bagi semua orang untuk mengenali dan mendukung peran vital perempuan dalam sastra dan masyarakat.

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

1234…12

Rilis Berita

  • Mahasiswa Sastra Arab UGM 2023 Lakukan Kuliah Lapangan ke Kudus–Demak untuk Dalami Akulturasi Arab-Islam dan Budaya Jawa
  • Kiprah Mahasiswa Antropologi di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional 38
  • Klinik Filologi: Jejak Kosmologi dalam Naskah Kuno
  • Mahasiswa Sastra Arab UGM Segarkan Pikiran Sebelum UAS Melalui Outing Class Berjudul “Lu’bah Arabiyyah”
  • Antropologi UGM Terima Kunjungan ISBI Bandung, Bahas Penguatan Ciri Khas Program Studi dan Strategi Menuju Akreditasi Unggul

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju