• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
    • Layanan Mahasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • BSO RAMPOE UGM
      • Bejo Mulyo
    • Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS)
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Prancis
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Arab
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi Budaya
      • Keluarga Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDGs 15: Keberlanjutan Ekosistem Darat
  • SDGs 15: Keberlanjutan Ekosistem Darat
Arsip:

SDGs 15: Keberlanjutan Ekosistem Darat

Perubahan Ini Tidak Terjadi Secara Tiba-Tiba: Mengulas Jejak “Slow Violence” pada Tenggelamnya Pesisir Utara Jawa oleh Prof. Dr. Pujo Semedi

Rilis Berita Senin, 8 Desember 2025

Yogyakarta, 6 Desember 2025 – Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, Guru Besar Departemen Antropologi Universitas Gadjah Mada, menjadi salah satu pembicara pada National Conference of Japan Society of Southeast Asian Studies (JSEAS). Dalam forum yang diikuti lebih dari 500 peserta, Prof. Semedi menyampaikan presentasi berjudul “Slow Violence and the Sinking of Java North Coast: Pekalongan 1820s–2020s.” 

Dalam pemaparannya, Prof. Semedi menjelaskan bahwa sebagian wilayah utara Jawa, khususnya kawasan pesisir Pekalongan, mengalami penurunan muka tanah dan tenggelam secara bertahap sejak awal 2000-an. Fenomena ini membuat ribuan hektare tambak hilang, pemukiman tergenang, serta infrastruktur publik tidak lagi berfungsi. Meskipun sering dikaitkan dengan kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim, Prof. Semedi menegaskan bahwa persoalan tersebut jauh lebih kompleks dan memiliki akar sejarah panjang.

Dalam kerangka slow violence, ia menunjukkan bahwa kerusakan pesisir hari ini merupakan konsekuensi perlahan dari kebijakan dan praktik manusia selama dua abad terakhir. Sejak abad ke-18, kawasan rawa pasang surut—yang dulunya menjadi zona penyangga alami antara darat dan laut—telah dikeringkan untuk kepentingan permukiman, pertanian tebu, dan pembangunan tambak. Normalisasi sungai pada masa kolonial, pengalihan aliran air untuk perkebunan gula, serta ekspansi tambak secara besar-besaran mempercepat hilangnya sistem ekologis yang sebelumnya mampu meredam fluktuasi air laut dan air sungai.

Prof. Semedi menegaskan bahwa kerusakan yang tampak hari ini bukan peristiwa tiba-tiba, melainkan hasil akumulasi perubahan paksa yang dilakukan terhadap lanskap pesisir selama ratusan tahun. Ia menyatakan bahwa memahami sejarah panjang manipulasi lingkungan menjadi kunci untuk menjawab persoalan tenggelamnya pesisir utara Jawa dan untuk merumuskan strategi menghadapi konsekuensi lingkungan di masa depan.

[Antropologi Budaya, Bonifacius Edo Wisnu]

Sharing with the Devil: Pujo Semedi Berbicara Hantu melalui Etnografi

HEADLINERilis Berita Rabu, 26 November 2025

Jumat (21/11/2025), Prof. Dr. Pujo Semedi didapuk menjadi pembahas panel “Monsters, Devils, and Survival: The Persistence of Plantations and People in the Scholarship of Pujo Semedi” dalam Annual Meeting 2025 American Anthropological Association (AAA) yang berlangsung di New Orleans, LA. Kehadiran Pujo Semedi kali ini didukung oleh pendanaan FULLBRIGHT sebagai Grantee Scholar in Residences University of Colorado Boulder Fall 2025. Panel ini terinspirasi dari kerja akademik Pujo terkait perkebunan, mendalami diskursus tentang bagaimana hegemoni kolonial dalam upaya penciptaan akumulasi kapital dengan mengorbankan human sociality, justru menghasilkan efek yang berkebalikan yaitu hilangnya aset dan kemampuan untuk bertahan diri. Melalui materinya, Pujo Semedi mengajak peserta panel untuk melihat lebih jauh aspek non-human seperti “hantu” dapat memengaruhi relasi sosial dan juga material di perkebunan.

Melalui karya etnografinya di perkebunan sawit Kalimantan, perkebunan teh Jawa, dan perkebunan anggur Jerman, Pujo Semedi menawarkan perspektif bahwa “hantu” diterima sebagai realitas empiris dan juga bagian dari realitas material bagi komunitas yang tinggal di perkebunan. Meskipun hantu atau mahluk spiritual tidak terikat oleh hukum fisika untuk merujuk pada bentuk ataupun rupa, tetapi kepercayaan terhadapnya menjadi peluang baru untuk memahaminya baik secara etik maupun emik. Pemikiran Pujo Semedi tentang hantu dan perkebunan kuat akan perspektif post-colonial dianggap penting untuk memantik ide riset mengenai extraction dan akumulasi imperial di negara-negara poskoloni. Panel ini diisi oleh Carla Jones dan lima mahasiswa doktor dari University of Colorado Boulder membahas lebih lanjut ide dan perskpektif yang ditawarkan oleh Pujo Semedi. Panel ini menjadi perwujudan dari upaya dekolonisasi pengetahuan di mana Pujo Semedi memiliki andil dalam berbagi pengetahuan dengan akademisi Amerika Serikat dalam mewujudkan pemahaman lintas budaya. 

Penulis: Okky Chandra Baskoro

FIB UGM Terlibat dalam Survei Baseline Proyek CDCSUI untuk Konservasi Keanekaragaman Tanaman di Indonesia

Rilis Berita Rabu, 5 November 2025

Yogyakarta, 4 November 2025 – Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada menerima permohonan dari Balai Besar Perakitan dan Modernisasi Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BRMP Biogen) untuk berdiskusi terkait pelaksanaan Survei Baseline Crop Diversity Conservation for Sustainable Use in Indonesia (CDCSUI) di Provinsi Jawa Tengah.

Survei ini merupakan bagian dari proyek GEF-7 Crop Diversity Conservation for Sustainable Use in Indonesia (CDCSUI) yang bertujuan memperkuat konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan atas keanekaragaman sumber daya genetik tanaman Indonesia, baik di alam liar maupun di lahan pertanian. Proyek ini berfokus pada lima komoditas utama, yaitu padi, ubi, talas, pala, dan cengkeh. 

Pelaksanaan survei mencakup pengumpulan data awal mengenai kondisi konservasi, praktik lokal, serta pengetahuan tradisional masyarakat yang berkaitan dengan tanaman-tanaman tersebut. Selain itu, kegiatan ini juga menilai aspek kebijakan, rantai nilai, serta peran masyarakat adat dan gender dalam pengelolaan sumber daya genetik pertanian.

Kegiatan di Provinsi Jawa Tengah dijadwalkan berlangsung pada 27–31 Oktober 2025, dengan sesi diskusi antara perwakilan proyek, Komponen 1 dan 4 CDCSUI, Project Management Unit (PMU), BRMP Jawa Tengah, serta pihak FIB UGM pada Rabu, 28 Oktober 2025 pukul 09.00–12.00 WIB.

Keterlibatan FIB UGM berfokus pada pendalaman aspek pengetahuan tradisional, gender, dan masyarakat adat, yang menjadi bagian penting dalam konservasi sumber daya genetik tanaman serta penguatan sistem pangan berkelanjutan.

Kegiatan ini mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan dengan cara memperkuat sistem pangan masyarakat agar lebih tangguh terhadap perubahan iklim, menjaga keanekaragaman hayati di darat, serta mendorong pelestarian praktik-praktik budaya yang berpihak pada lingkungan. Selain itu, survei ini juga menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan dan kelompok masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam, sebagai bentuk pengakuan terhadap peran mereka dalam menjaga pengetahuan tradisional dan ketahanan pangan di tingkat lokal.

Melalui kolaborasi antara lembaga penelitian dan institusi akademik, kegiatan ini menjadi langkah nyata untuk memastikan bahwa upaya konservasi tanaman tidak hanya berfokus pada aspek ilmiah dan ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan dimensi sosial dan budaya yang menjadi dasar keberlanjutan di Indonesia.

[Humas FIB UGM, Alma Syahwalani]

Sastra Hijau: Menyemai Kesadaran Lingkungan Lewat Kata-Kata

SDGs 13: Penanganan Perubahan IklimSDGs 15: Ekosistem daratanSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Rabu, 13 Agustus 2025

Di tengah gencarnya kampanye penyelamatan lingkungan yang kerap disampaikan dengan data dan seruan langsung, Kumala, MAhasiswa Sastra Arab UGM memilih jalur berbeda. Ia menghadirkan Sastra Hijau, sebuah program yang memadukan literasi dengan isu ekologis, sekaligus berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Menurutnya, pendekatan ini bisa menyentuh sisi emosional pendengar, menyampaikan pesan tanpa harus menggurui.

“Edukasi lingkungan sering kali identik dengan data teknis atau himbauan langsung. Padahal, lewat sastra kita bisa mengetuk kesadaran dengan cara yang lebih halus,” ungkapnya. Program ini, lanjutnya, mendukung tujuan Pendidikan Berkualitas karena memberikan pembelajaran kreatif berbasis sastra, sekaligus mendorong Penanganan Perubahan Iklim lewat peningkatan kesadaran ekologis.

Pemilihan materi pun dilakukan dengan cermat. Kumala memilih cerpen, puisi, dan kutipan dari tokoh sastra yang sarat nilai ekologis. Tidak hanya mempertimbangkan isi pesan, ia juga menyesuaikan gaya bahasa agar mudah dipahami peserta, khususnya santri pondok yang menjadi sasaran program ini. Dengan begitu, nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra sejalan dengan Ekosistem Daratan yang menekankan pentingnya pelestarian alam.

Agar sesi tidak terasa kaku, Kumala menyelipkan metode interaktif seperti kuis dan diskusi terbuka. Cara ini membuat peserta terlibat aktif dan merasa punya peran. Hasilnya, banyak yang awalnya belum akrab dengan karya sastra bertema lingkungan justru menjadi tertarik untuk membaca lebih banyak. Interaksi ini bukan hanya membangun pengetahuan, tapi juga menumbuhkan empati terhadap isu lingkungan yang sedang dihadapi dunia.

Perjalanan Sastra Hijau tidak lepas dari tantangan. “Sastra kadang dianggap membosankan,” akunya sambil tersenyum. Solusinya sederhana namun efektif: menggunakan bahasa sehari-hari yang akrab di telinga peserta, sehingga pesan tetap mengalir tanpa jarak.

Kumala percaya, kekuatan sastra terletak pada kemampuannya membentuk perspektif baru. Sastra tidak memaksa, melainkan mengajak pembaca melihat hubungan manusia dengan alam sebagai harmoni, bukan dominasi. Dari situlah, ia berharap benih kesadaran yang disemai bisa tumbuh menjadi perubahan nyata—sejalan dengan semangat SDGs yang menempatkan keberlanjutan sebagai prioritas global.

“Harapannya, setelah program ini, peserta bisa menjadi agen perubahan kecil di lingkungannya. Minimal, mereka punya cara pandang baru dalam memperlakukan alam,” ujarnya. Sastra Hijau mungkin dimulai dari ruang kecil, namun dampaknya bisa menjalar jauh—setiap kata menjadi bibit yang suatu hari bisa menghijaukan bumi, sekaligus menggerakkan langkah kita menuju masa depan yang berkelanjutan.

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

Perbandingan kebijakan Perubahan Iklim Indonesia dan Taiwan Serta Potensi Kerja Samanya

Rilis BeritaSDGSSDGs 13: Penanganan Perubahan IklimSDGs 15: Ekosistem daratanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 7: Energi bersih dan terjangkau Rabu, 23 Juli 2025

Yogyakarta, 18 Juli 2025 – Dengan semakin seringnya terjadi pemanasan global dan bencana iklim ekstrem, perubahan iklim tidak lagi hanya menjadi isu lingkungan semata, melainkan tantangan besar yang berkaitan erat dengan aspek ekonomi, sosial, dan keamanan nasional. Berbagai negara di dunia mulai merancang rencana aksi iklim jangka menengah dan panjang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperkuat kapasitas adaptasi terhadap bencana iklim di masa depan. Sebagai dua negara penting di kawasan Asia, Indonesia dan Taiwan meskipun memiliki perbedaan dalam status internasional, kondisi geografis, dan struktur ekonomi, keduanya sama-sama menghadapi tekanan besar akibat perubahan iklim. Dengan membandingkan kebijakan dan praktik iklim kedua negara, kita dapat melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing, serta mengungkap potensi dan arah kerja sama bilateral di masa mendatang.

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan memiliki hutan hujan tropis serta keanekaragaman hayati yang sangat luas. Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan iklim Indonesia mulai bergerak menuju sistematisasi. Di bawah Perjanjian Paris, Indonesia telah mengajukan Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) dengan komitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030 secara mandiri, dan hingga 41% jika mendapatkan dukungan internasional. Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan target jangka panjang untuk mencapai netral karbon pada tahun 2060. Mulai tahun 2025, aksi iklim akan diperluas ke tingkat pemerintah daerah, mendorong setiap provinsi untuk menyusun strategi pengurangan emisi dan adaptasi secara mandiri. Meskipun saat ini Indonesia belum memiliki Undang-Undang Perubahan Iklim yang komprehensif, pemerintah telah mulai membangun kerangka tata kelola iklim nasional melalui kerja sama lintas sektor dalam mendorong energi terbarukan, penerapan pajak karbon, dan pengembangan pasar karbon nasional (IDXCarbon).

Dibandingkan dengan Indonesia, Taiwan memiliki kebijakan iklim yang lebih terstruktur. Pada tahun 2023, Taiwan mengesahkan Undang-Undang Penanganan Perubahan Iklim yang menetapkan target netral karbon pada 2050 secara hukum, dan membentuk Komite Nasional Perubahan Iklim untuk mengoordinasikan kebijakan lintas sektor. Taiwan juga aktif dalam transisi energi, dengan peningkatan kapasitas tenaga surya dan angin, serta merencanakan penerapan sistem pajak karbon dan pasar karbon pada 2025. Di sisi adaptasi, Taiwan telah meluncurkan program pengelolaan banjir, perlindungan pesisir, dan daur ulang air, bekerja sama dengan pemerintah daerah.

Meskipun Indonesia dan Taiwan memiliki sistem yang berbeda, keduanya memiliki potensi kerja sama yang saling melengkapi. Indonesia memiliki pengalaman luas dalam konservasi hutan, perlindungan laut, dan partisipasi masyarakat adat, sementara Taiwan unggul dalam desain kebijakan, teknologi karbon, dan edukasi lingkungan. Melalui kebijakan New Southbound Policy, kedua pihak telah bekerja sama dalam bidang pertanian berkelanjutan, pengelolaan air, dan pendidikan iklim, termasuk program pelatihan,dan forum pemuda.

Ke depan, Indonesia dan Taiwan dapat memperdalam kolaborasi dalam desain regulasi iklim, pasar karbon, proyek percontohan di sektor pertanian dan kelautan, serta pengembangan pemimpin muda di bidang iklim. Kerja sama iklim ini bukan hanya respons terhadap perubahan iklim, tetapi juga peluang bersama untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

[National Chengchi University, Pan Ke En]

12

Rilis Berita

  • Smart Classroom Berbasis IoT Mulai Diterapkan di Empat Ruang FIB UGM
  • Penerapan Neuroscience-Based Language Teaching Ditekankan dalam Kegiatan Pembelajaran Bahasa di FIB UGM
  • Mahasiswa INCULS 2023 Jack Harrison, Wisudawan UNSW Canberra 2025, Tegaskan Peran Bahasa dan Budaya dalam Penguatan Relasi Australia–Indonesia
  • Tiga Mahasiswa Sastra Arab UGM Ukir Prestasi di Olimpiade Bahasa Internasional
  • Bazar Arkeopreneur Prodi Arkeologi FIB UGM Hadirkan Produk Lokal yang Keren

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju