• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • Bejo Mulyo
    • Lembaga Otonom
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Asia Barat
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa Korea
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Studi Prancis
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi
      • Himpunan Mahasiswa Jepang
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
  • hal. 3
Arsip:

SDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi

Perjalanan Lintas Budaya Wang Hui Chen: Semangat Untuk Terus Menantang Diri Dari Zona Nyaman

SDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Selasa, 8 Juli 2025

Yogyakarta, 1 Juli 2025 – Setelah lulus dari universitas di Taiwan, Wang Hui Chen berencana untuk berangkat ke Jerman mempelajari bidang tentang jurnalistik dan media komunikasi. Dia memilih jurusan Bahasa dan Sastra Eropa, dengan konsentrasi Bahasa Jerman, serta jurusan Jurnalistik untuk terus mengasah kemampuan bahasa dan karya-karya jurnalistiknya. 

Wang Hui Chen yang saat ini studi di jurusan Sastra Mandarin mulai belajar melatih kepekaan jurnalistik yang digunakan dalam menulis teks di media. Untuk mengasah kepekaan ini Wang Hui Chen ingin melanjutkan studi di Jerman dengan tujuan dapat belajar langsung pada masyarakat Jerman khususnya.

Hal ini menambah pengalaman untuk mendapatkan tema terkait adat istiadat, atau dinamika sosial politik dan ekonomi masyarakat Jerman. Wang Hui Chen merasa bahwa hal itu mendukungnya untuk menunjukkan kemampuan pada prinsip hidup “yang tidak puas dengan keadaan”.

Dia secara aktif mengumpulkan pengalaman untuk menjelajahi dunia, sehingga meskipun berada di tempat yang berbeda, dia dapat dengan bebas melakukan pekerjaan yang dinginkan. Dengan kata-kata unik yang hangat, dia merekam kehidupan orang lain dan menceritakan kisah dunia.

Sementara itu, darah kebanggaan bangsa Indonesia yang mengalir dalam dirinya juga menjadi dorongan kuat bagi Wang Hui Chen untuk mengeksplorasi latar belakang budayanya sendiri. Apakah kepribadian sosial yang terbentuk dari dalam tumbuh masyarakat Taiwan yang hangat dan penuh toleransi akan menjadi penolong atau penghalang dalam perjalanannya untuk memahami kembali budaya tanah airnya, Indonesia? Wang Hui Chen mengakui bahwa ini adalah tantangan yang selalu ada. Kebiasaan hidup di Taiwan yang sudah dikenalnya membuatnya mudah memiliki prasangka saat menghadapi pola sosial yang berbeda dari yang biasa. 

Seperti perbedaan budaya “jam karet”  khas masyarakat Indonesia dan masyarakat Taiwan merupakan contoh yang jelas.

Selain itu, dalam hal komunikasi bahasa juga terdapat beberapa tantangan: meskipun bahasa Mandarin sebagai bahasa utama dalam interaksi sehari-harinya, namun ibunya yang orang Indonesia dan kerabat dari pihak ibu lebih sering menggunakan bahasa Hakka (salah satu dialek dalam bahasa Mandarin).

 “Sebagaimana berinteraksi dengan keluarga Indonesia adalah salah satu tantangan bagi saya, karena belajar bahasa bukan hanya untuk komunikasi efektif, tetapi juga untuk mengurangi jarak antar individu dan mencapai resonansi emosional satu sama lain.” ujarnya.

Bahasa mungkin menghadapi hambatan, namun pada saat yang sama juga bisa menjadi kesempatan untuk memahami dunia yang beragam dan kaya ini. Mungkin karena tumbuh besar dalam lingkungan keluarga besar, di sekitar Wang Hui Chen selalu dipenuhi oleh perhatian dan kasih sayang dari teman-teman dan keluarga dari Taiwan dan Indonesia, serta teman pekerja migran Indonesia yang ditemuinya secara kebetulan. ” Saya berharap dapat merekam kehidupan mereka dan menuliskannya menjadi cerita yang menarik. Saya berharap dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang-orang yang saya cintai dengan cara ini! “

Wang Hui Chen juga membagikan pengalaman yang diperolehnya dari tim magang kali ini berdasarkan proyek dari Kementerian Pendidikan Taiwan yang mendorong siswa-siswi untuk memanfaatkan jaringan kerjasama internasional guna magang di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Indonesia. Ini meliputi keikutsertaan dalam acara-acara akademik yang beragam dan menulis artikel harian diterbitkan di situs resmi. Ketika ditanya keterampilan diharapkan dapat dikuasai lebih baik dalam pekerjaan magang ini, Wang Hui Chen menjelaskan bahwa tantangan terbesar dalam studi mendatang selama setahun di Jerman di bidang jurnalistik dan media komunikasi, yaitu bagaimana berpikir jernih tentang posisinya sendiri: saat bersaing dengan penutur asli lainnya, dia harus memanfaatkan keunggulan uniknya dalam mengedit teks: yaitu pentingnya strategi ” memanfaatkan multibahasa “. Berkat tugas wawancara dengan ceramah dan penulisan dokumen dalam program magang di FIB, ini bisa menjadi pengalaman praktis yang bermanfaat untuk melatih pemikiran dan produksi konten bilingual.

Selain itu, dibandingkan dengan tugas-tugas magang sebelumnya yang lebih fokus pada penggunaan alat media sosial untuk promosi dan lebih sedikit terkait dengan pengeditan yang berorientasi akademis, hanya dengan dasar pengetahuan yang lebih beragam bisa tenang menghadapi dan menangani dampak-dampak informasi. Wang Hui Chen menyimpulkan bagaimana belajar berkreasi di magang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dapat dihubungkan dengan tujuan studi jangka pendek ke depan: Jika saya bisa mendapatkan wawasan tentang perbedaan alat pembelajaran yang digunakan dalam bidang media komunikasi di Jerman, Taiwan, dan Indonesia kemudian membandingkan hubungan ketiga lingkungan itu setelah magang berakhir, ini pasti akan menjadi topik yang menarik. 

“Bagaimanapun, penelitian dan praktik saling melengkapi; keterampilan yang telah dipelajari sejauh ini pada akhirnya pasti akan berguna suatu hari nanti.”

[National Chengchi University, Wu Yu Han]

Nasi Goreng Beda Negara : Taiwan Kalem, Indonesia Meriah!

Rilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 12: Konsumsi dan Produksi Yang Bertanggung JawabSDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Jumat, 4 Juli 2025

Yogyakarta, 4 Juli 2025 — Kalau kita berbicara soal nasi goreng Taiwan, asal-usulnya sebenarnya cukup sederhana dan lekat dengan tradisi keluarga di Tiongkok bagian selatan, khususnya dari Fujian dan Guangdong. Bayangkan, banyak keluarga di sana yang biasa memanfaatkan nasi sisa semalam daripada dibuang, nasi itu digoreng cepat dengan telur, daun bawang, dan sedikit daging seperti udang atau char siu. Yang paling penting, mereka ingin nasi itu tetap terasa kering dan butiran-nya terpisah, bukan lengket seperti nasi yang baru matang. Rasanya sederhana, tapi penuh kehangatan rumah.

Salah satu contoh sukses nasi goreng Taiwan yang menembus pasar internasional adalah seri nasi goreng dari restoran terkenal Din Tai Fung. Nasi goreng udang Din Tai Fung terkenal dengan teksturnya yang kering, nasi yang tidak lengket dan tidak berminyak, serta teknik penggorengan yang sangat presisi. Selain nasi goreng udang, nasi goreng dengan iga babi goreng  juga menjadi menu klasik favorit. Potongan iga babi digoreng hingga renyah di luar namun tetap lembut di dalam, lalu disajikan bersama nasi goreng gurih, menciptakan perpaduan rasa dan tekstur yang seimbang. Hidangan ini memperlihatkan bagaimana Taiwan mampu mengangkat masakan sederhana seperti nasi goreng menjadi kuliner berkualitas tinggi.

Nasi Goreng Indonesia

Dibandingkan dengan nasi goreng Indonesia, nasi goreng Taiwan cenderung memiliki cita rasa yang gurih, ringan, dan sederhana. Umumnya dimasak dengan bahan-bahan dasar seperti daun bawang, bawang putih, telur, dan kecap asin, lalu digoreng cepat dengan api besar. Gaya memasaknya menekankan pada keterampilan teknik, khususnya dalam menciptakan “wok hei” (aroma khas dari wajan panas) dan tekstur nasi yang kering serta butiran yang terpisah. Komposisi bahan biasanya lebih minimalis, dengan fokus pada rasa asli dari bahan utama.

Sebaliknya, nasi goreng Indonesia menampilkan rasa yang lebih kuat, kompleks, dan berlapis-lapis. Selain penggunaan kecap manis dan terasi sebagai bumbu utama, nasi goreng Indonesia juga sering diperkaya dengan berbagai sumber protein dan pelengkap seperti ayam, daging sapi, udang, bahkan tempe goreng dan sosis. Orang Indonesia juga biasa menyajikan nasi goreng bersama tempe, telur ceplok, irisan mentimun, tomat, serta kerupuk, menciptakan hidangan yang mengenyangkan sekaligus menarik secara visual.

Perbedaan ini mencerminkan perbedaan budaya kuliner: di Taiwan, terdapat penekanan pada rasa murni dan keterampilan memasak yang halus, sedangkan di Indonesia, lebih menonjolkan keharuman bumbu dan kekayaan rasa yang kompleks. Nasi goreng Taiwan bisa dikatakan sebagai masakan rumahan yang sederhana dan tenang, sementara nasi goreng Indonesia lebih seperti sajian penuh warna yang mencerminkan identitas budaya. Meskipun keduanya sama-sama disebut “nasi goreng”, dalam konteks budaya yang berbeda, mereka menunjukkan estetika dan filosofi kuliner yang sangat kontras.

[National Chengchi University, Pan Ke En]

Warisan Budaya dan Komunitas Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengalaman Gastronomi Generasi Z

Rilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 12: Konsumsi dan Produksi Yang Bertanggung JawabSDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Jumat, 4 Juli 2025

Yogyakarta, 2 Juli 2025 – Dalam Seminar Kajian Melayu-Jawa Semeja IV hari ini, salah satu judul yang dipresentasikan adalah “Warisan Budaya dan Komunitas Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengalaman Gastronomi Generasi Z” , yang disampaikan oleh Nur Madiha Arisha Binti Mohd Subri dari Internasional Islamic Universitas Malaysia (IIUM) .

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi teori pangan dengan menggunakan Penang sebagai studi kasus, guna mengidentifikasi faktor-faktor utama yang memengaruhi pengalaman wisata kuliner Generasi Z.

Menurut Madiha, Penang sering disebut sebagai ibu kota makanan Malaysia. Berbagai hidangan dari beragam negara dan budaya di sana menarik perhatian Generasi Z. Di era digital, konten visual yang menarik di platform seperti Instagram dan TikTok semakin memperkuat daya tarik Penang, mengubah makanan pasar tradisional menjadi objek wisata yang populer melalui penceritaan yang dinamis.

Kerangka teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Foodscape (Bentang Pangan), yaitu pandangan bahwa makanan tidak hanya untuk penghidupan, tetapi juga mencerminkan identitas budaya, nilai sosial, dan simbolisme estetis. Faktor-faktor ini memengaruhi motivasi masyarakat, khususnya Gen Z, untuk mencoba makanan pasar di Penang.

Untuk memperoleh data, Madiha menyebarkan kuesioner daring kepada warga Melayu dan orang asing berusia 18 hingga 28 tahun di Malaysia. Hasil survei dianalisis menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yang menunjukkan bahwa semua faktor yang diteliti pengalaman budaya, daya tarik visual makanan di media sosial, harga yang dirasakan, dan niat untuk berwisata kuliner memiliki tingkat reliabilitas yang sedang.

Temuan Penelitian :

  1. Pengalaman budaya memiliki nilai korelasi tertinggi, menunjukkan bahwa unsur budaya merupakan faktor paling berpengaruh dalam mendorong Generasi Z untuk mencoba makanan pasar di Penang.

  2. Daya tarik makanan di media sosial menempati posisi kedua, menunjukkan pentingnya stimulasi visual digital dalam membangkitkan minat.

  3. Harga yang dirasakan, meskipun pengaruhnya lebih rendah, tetap menjadi pertimbangan penting setelah aspek budaya dan sensorik.

  4. Niat untuk berkunjung menunjukkan konsistensi sedang, yang mengindikasikan bahwa ketiga faktor utama di atas secara bersama-sama memengaruhi minat Generasi Z dalam wisata gastronomi.

Secara keseluruhan, pengalaman budaya dan daya tarik sensorik makanan berperan signifikan dalam membentuk niat Generasi Z untuk melakukan wisata kuliner di Penang. Konten visual di media sosial seperti TikTok dan Instagram mampu membangkitkan antisipasi emosional dan ketertarikan terhadap destinasi. Hasil penelitian ini mendukung teori Foodscape, yang memandang makanan sebagai medium budaya yang simbolis dan estetis.

Menariknya, harga tidak menjadi faktor dominan yang menunjukkan bahwa Generasi Z lebih mengutamakan pengalaman yang otentik daripada sekadar keterjangkauan. Konten digital tidak hanya berfungsi sebagai alat promosi, tetapi juga menjadi bagian dari pengalaman pra-konsumsi yang membentuk ekspektasi dan keterikatan emosional dengan destinasi kuliner.

[National Chengchi University, Pan Ke En] 

Magang Lintas Budaya di FIB UGM: Cerita Dewa, Mahasiswa Taiwan yang Berani Mencoba

Rilis BeritaSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Jumat, 4 Juli 2025

Yogyakarta, 1 Juli 2025 – Untuk mendorong pertukaran akademik internasional dan pembelajaran lintas budaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada(UGM) bekerja sama dengan National Chengchi University (NCCU) dari Taiwan. 

Tahun ini, FIB menerima tiga mahasiswa magang dari Taiwan. Salah satunya adalah Wu Yu-Han, yang juga dikenal dengan nama Indonesia Dewa Angerputra. Dia akan memanfaatkan kesempatan magang ini untuk menerapkan kemampuan bahasa Indonesia dan bekerja di bagian Humas FIB. Kedatangannya juga memberikan semangat baru dalam dinamika internasional di lingkungan kampus.

Sebagai salah satu lulusan pertama Jurusan Bahasa dan Budaya Asia Tenggara (kelompok Indonesia), Dewa sudah menempuh berbagai mata kuliah bahasa Indonesia berintensitas tinggi selama empat tahun masa kuliah. “Pengalaman ini menumbuhkan perspektif internasional saya dan kemampuan berkomunikasi lintas budaya dan bahasa,” katanya. 

Untuk membuktikan apakah kemampuan bahasanya benar-benar dapat diterapkan di lingkungan kerja di Indonesia, Dewa memilih untuk magang di bagian Humas FIB UGM.

Di Humas, Dewa bertugas membuat konten berita, menulis laporan kegiatan, dan mendokumentasikan acara universitas. Dia merasa ilmu menulis dari kampusnya di Taiwan sangat berguna, tapi ternyata tantangan sebenarnya justru muncul saat harus berbicara langsung dengan teman-teman kerja.

Dewa bercerita, memahami perbedaan penggunaan bahasa formal dan informal adalah hal yang sangat penting di lingkungan kerja. “Tetapi, meskipun saya dapat membaca buku atau laporan berita, kadang-kadang saya tidak dapat langsung memahami isi percakapan teman-teman di sekitar saya, karena mereka sering menggunakan bahasa sehari-hari yang sangat kasual,” ujarnya.

Kesulitan beradaptasi dengan bahasa sehari-hari malah membuat Dewa semakin semangat mengasah kemampuan komunikasinya. Menurutnya, karena hal ini, dia bisa mempelajari pengetahuan baru, mulai dari cara menulis berita hingga koordinasi dengan rekan kerja lintas budaya.

Di masa depan, Dewa berharap dapat melanjutkan pengalaman internasionalnya di bidang kajian hubungan internasional, khususnya terkait kerja sama dan pertukaran bahasa serta budaya Asia Tenggara, agar dapat mempererat hubungan antara Taiwan dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. 

Dia juga ingin memperkenalkan budaya Taiwan kepada teman-teman di Indonesia, seperti pasar malam. “Ketika saya berjalan-jalan di Jogja, saya selalu melihat pedagang kaki lima yang menjual makanan khas Indonesia, itu sedikit mirip dengan suasana pasar malam di Taiwan.” Jadi kalau ada kesempatan, Dewa ingin juga membawa teman-teman Indonesia mencoba jajanan tradisional Taiwan, seperti Tahu busuk, katanya.

Dengan semangat belajar lintas budaya dan kemampuan bahasa yang mumpuni, Dewa percaya pengalamannya di FIB UGM dapat menjadi pijakan penting untuk perjalanan karier internasionalnya di masa depan.

[National Chengchi University, Wang Hui Chen]

Kenali Potensi Diri: Bagus Ulin, Mahasiswa Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa 2023 yang Aktif di Dunia MC dan Public Speaking

Rilis BeritaSDGSSDGs 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Kamis, 3 Juli 2025

Yogyakarta, 2 Juli 2025 — Muhammad Bagus Ulin Nuha, mahasiswa angkatan 2023 Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, adalah sosok yang aktif mengembangkan potensinya di bidang Master of Ceremony (MC) dan public speaking.

Ketertarikan Bagus terhadap dunia public speaking telah tumbuh sejak dini. Semasa duduk di bangku SD, ia aktif mengikuti lomba pidato bahasa Indonesia. Bakatnya semakin menonjol saat SMP, di mana ia berhasil meraih juara 1 dalam lomba pidato Bahasa Indonesia. Pengalaman tersebut menjadi titik awal keterlibatannya dalam dunia MC hingga saat ini.

“Public speaking bagi saya bukan sekadar tampil di depan umum, tapi juga belajar dari lingkungan dan terus memperbaiki diri,” ujar Bagus.

Kegiatan akademik tetap menjadi prioritas utamanya. Namun di luar jam kuliah, Bagus membagi waktunya untuk terus berlatih dan mengasah suara. Komitmennya tersebut membuatnya memiliki jam terbang yang cukup tinggi dalam bidang MC. Salah satu pengalaman pentingnya adalah saat dipercaya menjadi MC pada acara Festival Gadjah Mada. Ia juga aktif sebagai volunteer, khususnya dalam divisi acara.

Tidak hanya terbatas pada MC, Bagus juga mengeksplorasi kesenian lain. Ia pernah belajar tari di lingkungan FIB dan tampil dalam acara Gugur Gunung ke-13 yang diselenggarakan oleh Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa pada 2024, membawakan tarian Jathilan. Pengalaman tersebut ia anggap sebagai langkah baru dalam proses pengembangan dirinya.

Pada tahun yang sama, ia juga dipercaya sebagai pemandu acara dalam kegiatan Pionir Kampung Budaya 2024, yang sekaligus menjadi ajang melatih kemampuannya berbicara di depan publik. Tak hanya itu, Bagus beberapa kali tergabung sebagai MC dalam acara Wisuda Universitas Gadjah Mada. Pada tahun ini, Bagus  diterima sebagai Mahasiswa Paruh Waktu di Humas & Protokol UGM pada bagian protokol.

Seluruh aktivitas ini sejalan dengan komitmen UGM dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 4: Pendidikan Berkualitas, yang mendorong pengembangan keterampilan hidup dan vokasional mahasiswa. Bagus menjadi contoh nyata mahasiswa yang aktif mengembangkan diri di luar ruang kelas, menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya soal akademik, tetapi juga tentang pembentukan karakter dan kompetensi kerja.

Lebih jauh, pengalamannya dalam berbagai kegiatan MC dan keprotokolan juga mendukung SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, dengan menumbuhkan kesiapan kerja sejak masa kuliah. Melalui berbagai kegiatan ini, mahasiswa seperti Bagus telah membekali diri dengan keterampilan yang relevan untuk menghadapi dunia kerja.

Bagus menegaskan bahwa potensi bisa dikembangkan oleh siapa saja, asal ada kemauan dan konsistensi. Ia juga ingin membuktikan bahwa mahasiswa Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa memiliki banyak peluang untuk berkarya di berbagai bidang.

“Teman-teman FIB, kenalilah potensi dirimu dan jangan takut untuk mencoba. FIB dan UGM telah menyediakan wadah bagi kita untuk tumbuh dan berkembang,” pesannya.

[Humas FIB, Alma Syahwalani]

12345…31

Rilis Berita

  • Praktik Membuat Pelindung Naskah dan Mencipta Naskah
  • Mengabdi kepada Masyarakat Padukuhan Wotawati
  • Prodi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa UGM Perkuat Kolaborasi Lewat Partisipasi dalam Seminar Incolwis dan RAKORNAS IV ADISABDA 2025
  • Memenangkan Lomba Literasi Aksara Jawa dalam Hadeging Kadipaten Pakualaman Ngayogyakarta
  • FIB UGM Wisuda 226 Sarjana

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju