Fakultas Ilmu Budaya menerima kunjungan Duta Besar Perancis untuk Indonesia dan Timor Leste, YM Fabien Penone, pada Kamis, 5 Oktober 2023. Turut hadir pula Jules Irrmann selaku Direktur Institut Français Indonesia (COCAC) dan François Dabin (Direktur IFI -LIP Yogyakarta). Para tamu diterima oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Dr Nur Saktiningrum dan beberapa dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Perancis; Dr Hayatul Cholsy, Dr Aprillia Firmonasari, Dr Arifah Arum Candra H., dan Ari Bagus Panuntun, S.S., M.A..
Rilis Berita
Dalam upaya kolaborasi yang inovatif, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta telah bekerja sama dengan 12 universitas terkemuka di Asia untuk mempelopori pembentukan Asian Journal Network (AJN). Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Prof. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum, D.A., mengatakan hal ini sebagai langkah antisipasi dan pengamanan bagi para pendidik sosial humaniora dari cengkeraman jurnal ‘predator’.
“Sehingga berbagai jurnal sosial humaniora bertumpu pada kualitas dan tidak terjebak pada cara kerja jurnal yang berorientasi finansial,” demikian tutur Prof Wening dalam menegaskan tujuan pembentukan Asian Journal Network pada Kamis, 5 Oktober.
Selain itu, pembentukan Asian Journal Network mempunyai tujuan yang lebih luas, yakni merevitalisasi peran mendasar jurnal akademis sebagai lahan subur bagi wacana ilmiah dan produksi pengetahuan yang ketat. Prof Wening mencatat bahwa Fakultas Ilmu Budaya baru-baru ini menjadi tuan rumah bagi perkembangan signifikan ini, menekankan komitmen jaringan untuk membina pertukaran akademik.
Di antara negara-negara terkemuka yang berpartisipasi dalam upaya monumental ini adalah Filipina, Tiongkok, Taiwan, Thailand, Korea Selatan, dan Jepang. Inisiatif UGM memperluas upaya kolaboratifnya dengan memasukkan jurnal-jurnal terkemuka yang bereputasi internasional, seperti Kritika Kultura, Concentric, Kritike, Forum for World Literature, Winchen Review, Foreign Literature Studies, Wacana, dan CSEAS (Kyoto).
Prof Wening menggarisbawahi bahwa pembentukan AJN sejalan dengan visi yang lebih luas untuk meningkatkan kualitas pendidikan—sebuah tujuan yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan meningkatkan standar pendidikan, inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia, yang pada akhirnya meningkatkan daya saing bangsa dalam mendukung agenda SDGs 2030. AJN mewakili langkah penting menuju realisasi tujuan pendidikan dan perkembangan yang penting ini
Universitas Gadjah Mada bersama 12 mitra perguruan tinggi di Asia menggelar konferensi Critical Island Studies (CIS) pada 2 Oktober 2023 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Mitra perguruan tinggi tersebut berasal dari Indonesia, Filipina, Jepang, Australia, Korea Selatan, China, Belanda, dan Taiwan. Konferensi Critical Island Studies pada tahun ini bertajuk “Islands and Commodities”.
Konferensi ini bertujuan untuk tujuan kesetaraan dan isu alam, serta penyelarasan dengan sustainable development goals atau SDGs. Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA. menyampaikan tujuan konferensi ini selaras dengan tujuan SDGs ke-5 yakni kesetaraan, ke-10 yakni kota dan pemukiman berkelanjutan, ke-13 yakni penanganan perubahan iklim, ke-14 yakni ekosistem lautan, dan ke 15 yakni ekosistem daratan.
Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA. juga menyatakan konferensi CIS merupakan kajian yang baru di Indonesia. Namun, kajian ini memiliki antusiasme yang cukup tinggi dari para pesertanya. Lebih dari 100 presenter mengirimkan abstrak dengan kajian dari berbagai macam perspektif keilmuan.
Konferensi ini dibuka dengan seminar utama yang menghadirkan dua pembicara yakni Dr. Daud Aris Tanudirjo, M.A. dari Universitas Gadjah Mada yang membawakan materi bertajuk “Paradise Betrayed: Island World of Austronesia, Commodity, and Global Process” dan Dr. Oscar Campomanes dari Ateneo de Manila University yang membawakan materi bertajuk “Colonizing and Commodifying the Islandic: The Transmutation of Island Dominions into ‘Floating Islands’”. Setelah seminar utama usai dilaksanakan peserta dibagi kedalam beberapa panel diskusi dengan berbagai topik seputar kajian mengenai kepulauan.
Sepanjang sejarah, bangsa Arab telah menjadi pusat perhatian atas polaritas dan orientasi yang bersifat kontiguitas. Identitas Arab selalu ditandai dengan pergulatan antara persatuan dan fragmentasi, tradisi dan modernitas, serta nilai-nilai agama dan sekuler. Bangsa Arab seringkali dianggap sebagai bangsa Timur yang berusaha mengejar ketertinggalan dari Barat yang dianggap sebagai lambang kemajuan dan kemakmuran, khususnya di bidang kebudayaan dan sastra.
Baru-baru ini, Profesor Dr. Fadlil Munawwar Manshur dikukuhkan menjadi Guru Besar Kebudayaan Arab di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Dalam pidato pengukuhannya yang bertajuk Kontiguitas Budaya Arab Dengan Budaya Barat : Perspektif Interaksionisme Simbolis, beliau membahas mengenai bangsa Arab beserta warisan budaya dan sastranya yang telah mengalami banyak transformasi seiring berjalannya waktu. Ia berbicara tentang hubungan antara budaya Arab dan Barat dari perspektif interaksionisme simbolik.
Dalam pidatonya, beliau menyampaikan lima kesimpulan mengenai kedekatan budaya Arab dengan budaya Barat. Pertama, para intelektual Arab mencapai puncak kejayaannya akibat gerakan brain drain, yang menyaksikan banyak ilmuwan dan penulis Arab mempelajari dan menyempurnakan teori-teori ilmiah Barat. Kedua, lambang lebah dan madu melambangkan kekuatan energi budaya dan ilmu pengetahuan dalam kebangkitan budaya Arab.
Ketiga, para cendekiawan Kristen memainkan peran penting dalam melestarikan warisan Yunani kuno, yang mencakup transmisi ekstensif dari literatur Yunani ke literatur Syria dan transmisi dari literatur Syria ke literatur Arab. Dalam pergaulan antara Arab-Islam dan Kristen, terjadi keharmonisan dan kehangatan yang luar biasa. Keempat, simbol pedang dan pena melambangkan kepahlawanan dan intelektualisme Arab, dimana pedang melambangkan kekuatan dan kekuasaan, dan pena melambangkan kebaikan, perdamaian, dan cinta ilmu.
Terakhir, Fadlil membahas bagaimana masyarakat Arab modern digambarkan dalam empat novel yang melambangkan kekuatan ideologi, imigrasi, superiorisme, dan agilisme dalam budaya Arab. Dijelaskannya, kedekatan budaya dengan budaya lain perlu diperkuat dengan konsep struktur, fungsi, komunikasi, dan relasi. Dari segi praksis, ia menekankan bahwa teori kedekatan budaya harus memberikan cetak biru metode yang konkrit, aplikatif, dan spesifik untuk mengintegrasikan pekerjaan manusia ke dalam konteks sosio-kulturalnya.
Sebagai kesimpulan, pidato Fadlil menyoroti perlunya memperkuat hubungan antara budaya Arab dan Barat, yang dapat membantu kita lebih memahami dunia Arab yang kompleks dan beragam.
Fakultas Ilmu Budaya menyelenggarakan kuliah umum yang bertujuan untuk memberikan wawasan dan informasi terhadap kesejahteraan dan pendidikan anak. Seminar ini berlangsung pada Kamis, 21 September 2023 di ruang Multimedia gedung Margono. Seminar ini dipandu oleh Dr. Agus Suwignyo (Departemen Sejarah) dan menghadirkan dua pembicara utama yang membahas isu-isu penting terkait pendidikan anak oleh organisasi keagamaan di Indonesia selama diantara tahun 1880an-1980an.
Kedua pembicara memiliki latar belakang dan keahlian yang mengesankan di bidangnya masing-masing. Pertama adalah Prof. dr. Marit Monteiro, pakar praktik pendidikan kolonial dan pascakolonial. Prof Monteiro akan berbicara tentang “Segregasi Anak,” mengeksplorasi beberapa kerangka konseptual seputar topik ini dan menjelaskan konteks historis dari masalah ini. Wawasannya pasti akan memberikan pencerahan bagi siapa pun yang ingin memahami akar penyebab segregasi anak dan cara mengatasinya.
Pembicara kedua adalah Dr. Maaike Derksen, akan memaparkan kasus-kasus dari Jawa dan Papua Nugini, menyoroti tantangan yang dihadapi lembaga anak-anak dan panti asuhan. Dr Derksen memiliki pengalaman luas bekerja dengan berbagai organisasi yang menangani masalah kesejahteraan anak di Indonesia dan sekitarnya. Pemaparannya diharapkan bersifat informatif dan memberikan wawasan luaas, sehingga memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada peserta mengenai tantangan yang dihadapi oleh lembaga anak dan panti asuhan.
Seminar ini tampil sebagai acara yang menarik dan menggugah pikiran. Dengan menghadirkan dua pembicara terkemuka, acara ini tentunya menjadi kesempatan berharga bagi audiens untuk mengetahui lebih jauh tentang pendidikan anak, kesejahteraan, dan tantangan yang dihadapi organisasi keagamaan di Indonesia pada periode 1880-an-1980-an.