Sabtu, 20 Juli 2022, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada diundang untuk mengikuti penutupan program Summer Course antara UGM, Victoria University, dan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Kegiatan ini dilakukan di Gedung Dekanat Fakultas Seni, Media, dan Rekam, ISI Yogyakarta dari pukul 16:00 – 19:00 WIB. Penutupan program ini diawali dengan pidato pembuka dari Pak Kiernan yang merupakan perwakilan dari Victoria University dilanjukan dengan pidato pembuka dari Dr. Edial Rusli, S.E, M.Sn yang merupakan Dekan Fakultas Seni, Media, dan Rekam ISI Yogyakarta. Acara ini dimeriahkan oleh penampilan hasil video dari masing-masing kelompok. Seperti yang kita ketahui bahwa output dari kegiatan ini adalah video singkat tentang perjalanan mereka selama di Yogyakarta. Setiap kelompok menampilkan video yang beragam mulai dari proses pembuatan makanan tradisional apem, kunjungan ke Malioboro dan Pasar Beringharjo, dan kolaborasi musik.
HEADLINE
PKM-RSH Brandu: Mahasiswa UGM Teliti Hubungan Tradisi Brandu dengan Penularan Antraks di Gunungkidul
Yogyakarta, Selasa , 23 Juli 2024. Data BPS menunjukkan bahwa Gunungkidul merupakan salah satu daerah dengan populasi ternak yang besar mencapai 150.000 ekor lebih pada tahun 2018-2020. Sektor peternakan memiliki peran vital bagi ekonomi dan pembangunan di Indonesia terutama perdesaan. Namun, penyakit antraks menjadi ancaman yang nyata saat ini bagi kesehatan hewan ternak dan masyarakat Gunungkidul. Antraks merupakan penyakit endemik di Gunungkidul. Munculnya kasus antraks di setiap tahun diperparah oleh sebuah tradisi yang bernama Brandu.
“Tradisi Brandu adalah tradisi menyembelih hewan ternak sapi atau kambing yang sudah mati yang sudah ada sejak zaman dahulu untuk kemudian dibagikan ke warga dan warga harus membayar iuran untuk meringankan beban pemilik hewan yang ternak nya mati. Biasanya iuran yang diberikan nominalnya tergantung harga sapi di pasaran dikurangi menjadi setengah atau sepertiga dan dibagi rata per-KK yang ada di dukuh tersebut. Kurun waktu pembayarannya biasanya selapan atau 35 hari.” Kata ketua Tim PKM-RSH Brandu, Allama Rozan Firdaus, Minggu (21/7).
Selain Allama, Tim Research Brandu beranggotakan empat orang lainnya dengan lintas prodi berbeda, yakni Luluk Kiesa Putri (Fakultas Kedokteran Hewan), Ratih Aulia Hasna (Fakultas Psikologi), serta Pamula Nur Kriswardhani dan Muhammad Hafidz Zidan (Fakultas Ilmu Budaya) di bawah bimbingan Dr. Atik Triratnawati, M. A., Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Menurut Luluk, tradisi Brandu juga memiliki dampak negatif. Ketika warga tidak tahu penyebab kematian sapi tersebut adalah karena antraks, maka spora antraks dapat keluar melalui darah sapi yang disembelih. Selain itu, spora yang keluar dapat mencemari tanah di kawasan tersebut dan dapat bertahan hingga 80 tahun. Sehingga, ini lah yang menyebabkan antraks di Gunungkidul berulang kasusnya setiap tahun. Spora antraks yang mencemari lingkungan dapat menular ke manusia melalui konsumsi daging dan kulit yang luka.
Terdapat banyak kesalahan persepsi warga mengenai penyebab sapi mati ini. Saat tim PKM-RSH ini mewawancarai warga di Gunungkidul, kebanyakan warga mengira bahwa kematian sapi-sapi itu disebabkan oleh keracunan daun singkong muda atau mendem. Padahal, kematian sapi mendadak juga dapat disebabkan oleh antraks. Namun, karena tidak adanya gejala yang mengacu ke antraks maka warga mengira kematian disebabkan oleh mendem. Sehingga, warga menyembelih sapi tersebut untuk kemudian di Brandu.
Sejak masuknya wabah antraks di daerah tersebut pada tahun 2020, tercatat terdapat empat orang korban yang meninggal dunia. Mereka yang terinfeksi wabah ini beberapa di antaranya mengalami gejala awal yaitu demam, muntah, dan munculnya bintik hitam di jari, tetapi juga terdapat yang tidak bergejala sama sekali. Selain terdapat korban manusia, masuknya wabah antraks di daerah tersebut juga menyebabkan tujuh ekor sapi dan satu ekor kambing mati
Jika dilihat melalui aspek sosio-kulturalnya, Tradisi Brandu ini dilakukan atas dasar gotong royong. Sifat kolektif masyarakat Padukuhan Jati yang masih sangat kuat ditunjukkan dari perilaku masyarakat yang saling membantu apabila terdapat warga yang mendapat musibah sapi miliknya mati. Sapi di salah satu padukuhan di Semanu, Gunungkidul dianggap sebagai tabungan yang dapat digunakan apabila ada kebutuhan yang besar seperti pendidikan anak. Tradisi Brandu bagi masyarakat di padukuhan tersebut merupakan sebuah ‘tata cara dusun’ atau norma sosial yang berlaku ketika terdapat warga yang kehilangan hewan ternaknya. “Norma tersebut yang menjadikan seluruh warga padukuhan tersebut wajib berpartisipasi dalam kegiatan Brandu tanpa terkecuali. Norma tersebut menimbulkan rasa ‘pakewuh’ atau rasa sungkan apabila tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan Brandu,” terang Pamula, salah satu anggota tim.
Tradisi Brandu dinilai dapat membawa kebermanfaatan baik bagi masyarakat yang kehilangan hewan ternak maupun masyarakat yang membantu. Kebermanfaatan tersebut muncul dari sifat Tradisi Brandu yang resiprokal. Sifat resiprokal tersebut terwujud dari adanya harapan masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan Brandu akan turut dibantu pula apabila di masa depan mereka juga mengalami kehilangan hewan ternak.
Tim PKM-RSH ini memberikan solusi untuk warga yang masih ingin melanjutkan Tradisi Brandu tanpa menghilangkan tujuan untuk membantu sesama, tetapi dengan langsung menguburkan sapi yang telah mati dan memberikan jimpitan atau iuran yang diberikan setiap minggunya dengan nominal yang kecil seperti namanya ‘jimpitan’ berasal dari kata ‘jimpit’ yang berarti mengambil sedikit dengan tiga ujung jari atau sejumput. Hal ini bertujuan untuk meringankan warganya dan hasil dari jimpitan ini digunakan untuk menolong warga yang kehilangan ternaknya.
Yogyakarta, Selasa , 23 Juli 2024 – Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) Universitas Gadjah Mada melakukan penelitian mengenai citra destinasi terkait fenomena hunting foto perempuan Baduy yang sedang marak di media sosial. Tim yang diketuai oleh Alfi Turni Aji Sulistyaningrum (FIB), beranggotakan Natasya Abiel Prazeva (Psikologi), Gabriella Christofani (FIB), dan Ivana Mutiara Renada (FIB) didampingi oleh Dr. Fahmi Prihantoro, M.A.
Alfi menjelaskan latar belakang penelitian berangkat dari fenomena yang sedang marak di media sosial terkait dengan adanya hunting foto perempuan-perempuan cantik di Baduy. Fenomena tersebut akan berpengaruh terhadap citra yang dimiliki oleh wisata Baduy itu sendiri. Baduy yang dikenal sebagai wilayah yang masih sangat terjaga akan keindahan alam serta budayanya membuat masyarakat Baduy memegang teguh nilai-nilai adat istiadat yang telah ada sejak zaman nenek moyang mereka (Rizky, 2023).
Masuknya pariwisata di daerah Baduy membuat wilayahnya menjadi terkenal dan banyak wisatawan yang berdatangan ke daerah Baduy. Kondisi ini menimbulkan berbagai macam perilaku wisatawan yang mengunjungi Baduy. Adanya fenomena tersebut, akan menimbulkan ancaman tersendiri bagi wilayah Baduy terutama pada keberadaan perempuan-perempuan Baduy. Hal ini menjadi masalah ketika objek foto itu berada di dalam sebuah masyarakat yang kental akan adatnya seperti Baduy. Maka, hal ini menjadi urgensi mengingat perempuan tersebut menjadi bagian dari kearifan lokal dan harga diri masyarakat Baduy.
Hasil riset ini menunjukkan bahwa wisata Baduy berpotensi akan berubah citra destinasinya dari wisata alam dan budaya menjadi wisata yang mengkomodifikasi perempuan-perempuan cantik serta motivasi dan persepsi yang dibawa oleh wisatawan. Potensi tersebut secara tidak langsung akan mengarah pada bentuk-bentuk komodifikasi budaya yang menjadikan perempuan sebagai objektifikasi dalam mencari pendapatan. Adanya fenomena ini dapat dibentuk sebuah strategi guna mengatasi dampak dari komodifikasi pada perempuan Baduy. Strategi tersebut meliputi pembuatan SOP, pembekalan mengenai batas interaksi perempuan Baduy dengan media sosial, serta penguatan citra destinasi Baduy melalui kekayaan budaya dan lingkungan alam.
Sebagai upaya untuk meningkatkan capaian Indikator Kinerja Utama khususnya pada poin lima bidang publikasi, Fakultas Ilmu Budaya menyelenggarakan berbagai program fasilitasi publikasi hasil penelitian. Salah satu program yang diselenggarakan adalah Pendampingan Publikasi Melalui Program“MENYEPI BERSAMA”. Program bertujuan untuk mempercepat proses publikasi baik di jurnal internasional bereputasi maupun jurnal nasional terakreditasi melalui proses pendampingan bersama mentor. Peserta program adalah dosen yang sudah memiliki draf artikel dengan nilai ketuntasan 75%. Artikel yang diikutkan dalam program ini sudah melalui proses review dan selama program para peserta dapat berkonsultasi dengan pendamping.
Pada tahun 2024, Unit Penelitian dan Publikasi menyelenggarakan Program“MENYEPI BERSAMA” dalam dua batch. Batch pertama diselenggarakan pada 15 – 19 Juli 2024 di Hotel Grand Edge, Semarang dan batch kedua disenggarakan pada 22 – 26 Juli 2024 di Oak Tree Emerald Hotel, Semarang dengan menghadirkan pendamping sesuai dengan bidang keahlian seperti bidang budaya, bidang sastra, bisa sejarah, dan bidang linguistik. Adapun mentor/pendamping yang mendukung proram ini adalah Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, Prof. Dr. Faruk, Prof. Dr. Setiadi, Prof. Dr. Bambang Hudayana, Dr. Agus Suwignyo, M.A., dan Dr. Sajarwa, M.Hum. dan jumlah peserta yang mengikuti program ini sebanyak 20 orang. Dengan mengikuti program ini diharapkan peserta dapat menyelesaikan artikel dan artikel siap untuk disubmit ke jurnal sasaran.
Pada hari Senin, 15 Juli 2024, Guru Besar Kajian Budaya Timur Tengah Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Sangidu, M.Hum. diundang sebagai narasumber dalam kegiatan Yudisium dan Orasi Ilmiah bagi calon wisudawan Fakultas Ushuluddin Adab, dan Dakwah, Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung periode genap tahun akademik 2023/2024. Kegiatan ini mengusung tema “Sarjana Ushuluddin Adab dan Dakwah dan Tantangan Dunia Kecerdasan” yang turut dihadiri oleh Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. Masdar Hilmy, S.Ag. M.A., Ph.D, Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah, Prof. Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I., Dekan Fakultas Ushuluddin Adab, dan Dakwah, Prof. Dr. H. Akhmad Rizqon Khamami, Lc., M.A., para wakil dekan, dosen, dan calon wisudawan/ti periode bulan Juli tahun 2024.
Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Sangidu, M. Hum., menjelaskan bahwa Artificial Intelligence (AI) adalah sebuah sistem kecerdasan manusia yang memungkinkan seperangkat sistem komputer atau mesin lainnya untuk dapat berpikir dan bekerja layaknya manusia. Era kecerdasan buatan (AI) membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor, termasuk sektor pendidikan. Karena itulah, baik dosen maupun mahasiswa perlu memahami dan beradaptasi dengan perkembangan ini untuk memaksimalkan manfaat AI dalam proses belajar mengajar.
Dalam menyikapi kehadiran teknologi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) ini sebagian masyarakat mencemaskan dan mengkhawatirkan bahkan menolak mentah-mentah kehadirannya. Meski demikian, pada hakikatnya perlu disadari bahwa kemunculan dan kehadiran AI tidak dapat dibendung, ditolak, dihalangi, karena perkembangan AI ini merupakan sebuah bukti kemajuan umat manusia di dunia. Untuk itu, diharapkan para sarjana Ushuluddin, Adab, dan Dakwah tidak perlu bersikap defensif, namun justru memanfaatkan kesempatan, beradaptasi dengan perkembangan dan kemajuan AI sepanjang tetap mengacu pada etika dan moral berlandaskan norma-norma serta konvensi-konvensi yang telah disepakati bersama. Sejumlah tantangan yang dihadapi para sarjana Ushuluddin, Adab, dan Dakwah tidak hanya kehadiran AI yang begitu deras, tetapi masih banyak tantangan lain, seperti paham-paham menyimpang, sekularisme, serta bonus demografi tahun 2030. Kendati demikian, Prof. Dr. Sangidu, M.Hum memberikan pesan kepada para mahasiswa calon wisudawan untuk tidak takut dan terus beradaptasi serta berinovasi demi mewujudkan cita-cita bangsa menjadi Indonesia Emas tahun 2045.