• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • Bejo Mulyo
    • Lembaga Otonom
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Asia Barat
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa Korea
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Studi Prancis
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi
      • Himpunan Mahasiswa Jepang
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDGs 11: Kota dan Pemukiman yang berkelanjutan
  • SDGs 11: Kota dan Pemukiman yang berkelanjutan
Arsip:

SDGs 11: Kota dan Pemukiman yang berkelanjutan

Limbah Jadi Kaligrafi: Mahasiswa Sastra Arab UGM Turut Inisiasi Pelatihan Daur Ulang Bersama Karang Taruna dalam KKN-PPM UGM

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 12: Konsumsi dan Produksi Yang Bertanggung JawabSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai Tujuan Senin, 28 Juli 2025

Bandung, 20/7/2025 — Mahasiswa KKN-PPM UGM Sekocihampelas melaksanakan program kerja bertajuk Pemanfaatan Kembali Limbah Cangkang Telur sebagai Hiasan Kaligrafi yang diselenggarakan di Bening Saguling Foundation, Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Kegiatan ini melibatkan pemuda Karang Taruna setempat sebagai peserta utama dan menjadi bagian dari kontribusi mahasiswa dalam meningkatkan kesadaran akan pengelolaan limbah rumah tangga secara kreatif. Program ini dibuka dengan pemaparan materi mengenai potensi cangkang telur sebagai media daur ulang, dilanjutkan dengan sesi praktik membuat karya kaligrafi dari bahan bekas tersebut.

Kegiatan ini merupakan inisiatif mahasiswa KKN-PPM UGM dan menjadi salah satu program yang selaras dengan visi keilmuan Program Studi Sastra Arab, yakni menjadikan bahasa dan seni sebagai medium pengabdian kepada masyarakat. Dalam sesi praktik, peserta diajak membuat berbagai bentuk hiasan kaligrafi, mulai dari tulisan nama, lafadz islami, hingga motif fauna seperti burung. Antusiasme peserta terlihat tinggi dalam menuangkan kreativitas dan keterampilan tangan.

Nur Kumalatuz Zahroh, Koordinator Mahasiswa Unit serta Penanggung Jawab Kegiatan, menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat menjadi awal mula pemanfaatan limbah rumah tangga secara berkelanjutan. “Semoga dari kegiatan ini, peserta tidak hanya belajar membuat karya seni, tetapi juga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Cangkang telur yang awalnya dibuang kini bisa punya nilai seni dan nilai jual,” ujarnya.

Program ini turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDGs 12: Responsible Consumption and Production, melalui upaya kreatif untuk mendaur ulang limbah organik menjadi produk yang bermanfaat dan estetis. Selain itu, program ini juga selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 17: Partnerships for the Goals, karena dilaksanakan melalui kolaborasi antara mahasiswa, pemuda Karang Taruna, dan Bening Saguling Foundation sebagai mitra lokal dalam mendorong aksi keberlanjutan di masyarakat.

Kegiatan ini tidak hanya menjadi wadah ekspresi seni dan kreativitas, tetapi juga mengukuhkan pentingnya kolaborasi lintas elemen dalam membangun kesadaran lingkungan yang berkelanjutan. Dengan menggandeng pemuda Karang Taruna serta Bening Saguling Foundation sebagai mitra lokal, mahasiswa KKN-PPM UGM berhasil mengimplementasikan nilai-nilai keberlanjutan melalui pendekatan edukatif dan partisipatif.

Penulis: Nur Kumalatuz Zahroh

Keyakinan dari Gunung Api: Tradisi Sakral Yadnya Kasada

MagangRilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 12: Konsumsi dan Produksi Yang Bertanggung Jawab Rabu, 23 Juli 2025

Yogyakarta, 15 Juli 2025 – Gunung Bromo yang terletak di Jawa Timur, Indonesia, dikenal luas karena keindahan lanskap vulkaniknya yang megah dan pemandangan matahari terbit di atas lautan awan, menjadikannya salah satu destinasi wisata alam paling ikonik di Indonesia. Di balik lautan pasir dan abu vulkanik yang membentuk kawasan suci ini, setiap tahun berlangsung sebuah upacara keagamaan yang sarat akan makna kepercayaan, warisan leluhur, dan semangat pengorbanan — yaitu Yadnya Kasada. Ini adalah upacara paling sakral bagi masyarakat Suku Tengger, sekaligus menjadi kisah budaya yang mempertemukan legenda kuno dengan dunia pariwisata modern.

Asal-usul Yadnya Kasada berasal dari legenda pasangan bangsawan Roro Anteng dan Joko Seger, keturunan Kerajaan Majapahit, yang memohon anak kepada dewa gunung dengan janji akan mengorbankan salah satu dari mereka. Setelah memiliki 25 anak, mereka enggan menepati janji itu. Namun, anak bungsu mereka, Raden Kusuma, rela mengorbankan diri dengan melompat ke kawah Gunung Bromo. Sejak itu, gunung tersebut dianggap suci dan masyarakat Tengger setiap tahun mempersembahkan hasil bumi dan hewan ke kawah sebagai ungkapan syukur dan doa.

Setiap bulan Kasada, ribuan umat membawa sesajen menuju kawah Gunung Bromo, menyeberangi Lautan Pasir dengan berjalan kaki atau menunggang kuda. Mereka melemparkan persembahan seperti beras, buah, bunga, dan ayam ke dalam kawah. Upacara dilakukan dalam keheningan dan kekhusyukan, sebagai wujud penghormatan kepada alam dan leluhur.Gunung Bromo telah menjadi destinasi wisata internasional. Industri pariwisata, seperti tur Jeep, melihat matahari terbit, dan naik kuda, memberikan penghasilan bagi masyarakat lokal. Upacara Yadnya Kasada juga menarik banyak wisatawan karena keunikan dan nuansa sakralnya.

Namun, kehadiran wisatawan kadang mengganggu kesakralan upacara. Beberapa pengunjung memotret tanpa izin, mendekati kawah demi foto, atau salah paham dengan tradisi Tengger sebagai takhayul. Ada juga yang mengambil sesajen yang jatuh, padahal itu bagian dari ritual suci. Suku Tengger bukan sekadar pelengkap wisata, mereka adalah penjaga budaya. Sayangnya, generasi mudanya banyak merantau, membuat warisan budaya terancam.Selain itu, minimnya fasilitas keamanan di sekitar kawah—seperti pagar dan rambu peringatan—menjadi masalah serius. Beberapa kecelakaan menunjukkan perlunya pengelolaan wisata yang lebih bertanggung jawab, agar pariwisata dan kepercayaan lokal dapat berjalan berdampingan.

Yadnya Kasada bukan sekadar upacara keagamaan, melainkan kelanjutan dari ingatan sejarah, wujud rasa hormat terhadap alam, dan akar budaya masyarakat Tengger. Yang perlu kita renungkan adalah bagaimana membuat lebih banyak orang melihat, memahami, dan menghargai warisan budaya ini tanpa merusak kesuciannya.Ketika pariwisata dan kepercayaan dapat berjalan berdampingan dengan saling menghormati dan memahami, Gunung Bromo bukan hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga kisah berkelanjutan tentang pertemuan antara budaya dan spiritualitas.

[National Chengchi University, Pan Ke En]

Bagaimana Desa Tradisional Bisa Berkelanjutan? Konservasi Preventif dan Partisipasi Komunitas Jadi Kunci

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 3: Kehidupan Sehat dan SejahteraSDGs 9: Industri Inovasi dan Infrastruktur Kamis, 10 Juli 2025

Yogyakarta, 2 Juli 2025 – Dalam Seminar Antarbangsa Kajian Melayu-Jawa ke-4 (detail dapat diakses publik melalui tautan), para akademisi dan peneliti dari Indonesia dan Malaysia membahas bagaimana warisan budaya dapat berperan dalam pemberdayaan komunitas dan memperkuat integrasi kawasan. 

Salah satu presentasi disampaikan oleh Gao Lihul, calon doktor dari Faculty of Design and Architecture, Universiti Putra Malaysia, yang memaparkan pandangan baru melalui studi kasus di Cina berjudul “Community Participation Mechanisms in Preventive Conservation for Spaces of Traditional Villages along the Huaxian-Xunxian section of the Yongji Canal, China: A Systematic Review”.

Gao Lihul mengambil contoh Kanal Yongji di Cina. Kanal Yongji yang terbentang dari Huaxian sampai Xunxian telah tercatat dalam Daftar Situs Warisan Dunia sejak tahun 2014, namun kondisi bangunan bersejarah dan lanskap budaya di sepanjang jalur tersebut sekarang terancam akibat kurang pelestarian dan bencana alam.

Menurut riset Gao Lihul, dibandingkan dengan restorasi setelah bencana, konservasi preventif lebih menekankan pada identifikasi risiko sejak dini dan intervensi sedini mungkin, sehingga dapat menjaga keaslian dan keutuhan desa tradisional dengan biaya yang lebih rendah. Penggunaan teknologi berbiaya rendah, metode non-invasif, serta pengetahuan dan pengalaman warga lokal, seperti Traditional Ecological Knowledge (TEK) menjadi elemen penting dalam konservasi preventif.

Materi sebelumnya menunjukkan bahwa dalam menghadapi risiko darurat seperti gempa bumi, atau risiko bertahap seperti penuaan struktur bangunan, warga sering kali memainkan peran kunci.  Mereka bisa menjadi pengumpul data, penyampai informasi risiko, sekaligus pelaksana aksi mitigasi di lapangan.

Di sisi lain, pemerintah desa berperan sebagai penghub ung dengan sumber daya eksternal. Mereka juga biasanya mengadakan pelatihan atau simulasi untuk membantu warga lebih siap menghadapi kemungkinan bencana.

Namun, kebanyakan penelitian yang ada masih lebih banyak berfokus pada pelestarian budaya atau pengembangan pariwisata, sementara aspek bagaimana memastikan partisipasi komunitas dalam konservasi preventif masih jarang dibahas. Karena itu, Gao Lihul merangkum berbagai studi kasus dan merumuskan dua tujuan utama:

  1. Mengidentifikasi elemen kunci mekanisme partisipasi komunitas dalam konservasi preventif di kawasan warisan budaya atau desa bersejarah.
  2. Mengeksplorasi model partisipasi yang relevan dan dapat diterapkan pada desa tradisional di Cina.

Melalui seminar ini, para peserta juga berkesempatan saling bertukar pandangan, berbagi pengalaman, dan merumuskan gagasan baru yang diharapkan bisa memperkaya pendekatan konservasi desa tradisional di masa mendatang.  

Ke depannya, Universitas Gadjah Mada berharap dapat menggabungkan lebih banyak riset akademik lintas disiplin dan bekerja sama dengan berbagai pihak, agar memori budaya yang diwariskan lintas generasi ini dapat terus hidup dan terjaga seiring waktu.

 

[National Chengchi University, Wang Hui Chen]

Hanuman dan Sun Gokong: Dua Pahlawan Kera dalam Lintas Budaya India–Tionghoa

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Kamis, 10 Juli 2025

Yogyakarta, 8 Juli 2025 – Pertunjukan Ramayana di Candi Prambanan adalah salah satu pertunjukan budaya paling megah di Indonesia. Dipentaskan di panggung terbuka dengan latar belakang Candi Prambanan yang megah, pertunjukan ini menggabungkan tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan drama tanpa dialog untuk menceritakan kisah epik Ramayana. Cerita ini mengikuti petualangan Pangeran Rama dalam menyelamatkan istrinya, Shinta, dari cengkeraman Rahwana, dengan bantuan Hanuman sang Dewa Kera. Pertunjukan ini biasanya diadakan pada malam hari, menciptakan suasana magis yang memadukan seni, sejarah, dan spiritualitas di bawah cahaya bulan.

Setiap bagian dari pertunjukan Ramayana benar-benar memikat saya, seperti musik, tarian, adegan perkelahian, hingga efek-efek khusus, semuanya terasa sangat sempurna. Meskipun hampir tidak ada dialog dalam pertunjukan ini, ekspresi tubuh dan tarian para penari mampu menyampaikan cerita dengan sangat jelas. Bagian yang paling berkesan bagi saya adalah saat Hanuman, dewa kera, mencari Putri Shinta, namun akhirnya tertangkap oleh Rahwana, sang raja iblis. Adegan ini mengingatkan saya pada budaya Tionghoa yang juga memiliki tokoh kera legendaris, yaitu Sun Gokong, Raja Kera dari kisah “Perjalanan ke Barat”. 

Hanuman dan Sun Gokong berasal dari budaya yang berbeda, namun keduanya merupakan sosok “pahlawan kera” yang sangat ikonik dalam peradaban masing-masing. Hanuman adalah tokoh penting dalam wiracarita India, Ramayana. Ia dikenal sebagai putra Dewa Angin dan reinkarnasi Dewa Siwa, melambangkan kesetiaan, pengabdian, dan kekuatan spiritual yang luar biasa. Hanuman dengan setia membantu Pangeran Rama dalam menyelamatkan Shinta yang diculik oleh raja iblis Rahwana. Dalam cerita, Hanuman menunjukkan berbagai kekuatan supranatural seperti terbang melintasi lautan, mengubah ukuran tubuh, dan tubuhnya yang kebal. Hingga kini, Hanuman masih sangat dihormati di India, Indonesia, dan wilayah Asia Tenggara lainnya.

Sementara itu, Sun Gokong adalah salah satu tokoh utama dalam novel klasik Tiongkok “Perjalanan ke Barat” (Journey to the West). Ia lahir dari batu, memiliki kecerdasan luar biasa, dan pernah membuat kekacauan di istana langit sebelum akhirnya dikalahkan oleh Buddha dan dipenjara di bawah Gunung Lima Elemen selama lima ratus tahun. Ia kemudian dibebaskan oleh Biksu Tang dan menjadi pengawalnya dalam perjalanan ke Barat untuk mencari kitab suci. Sun Wukong memiliki kemampuan seperti 72 perubahan bentuk, Jindouyun (Awan ajaib yang dipakai Sun Gokong untuk terbang sangat cepat), dan Huo Yan Jin Sing (Mata Sun Wukong yang bisa melihat melalui ilusi dan penyamaran). Ia cerdik, pemberani, dan setia, mencerminkan perpaduan nilai-nilai Buddhisme, Taoisme, dan kepercayaan rakyat Tiongkok. Selain menjadi pelindung gurunya, Sun Gokong juga melambangkan proses pencarian spiritual dan pertumbuhan pribadi, dan telah menjadi tokoh yang sangat dicintai dalam budaya Tionghoa dan komunitas Tionghoa di seluruh dunia.

Banyak ahli percaya bahwa sosok Sun Gokong mungkin mendapat pengaruh tidak langsung dari Hanuman. Hal ini terutama karena saat agama Buddha masuk ke Tiongkok dari India, banyak elemen mitologi India ikut terbawa; selain itu, kisah perjalanan biksu Xuanzang ke Barat pada masa Dinasti Tang menjadi prototipe cerita “Perjalanan ke Barat” . Selain itu, Hanuman juga muncul dalam beberapa versi Buddha dari Ramayana yang mungkin disebarkan ke Tiongkok melalui Asia Tengah. Namun, karakter dan kisah Sun Gokong lebih banyak dengan humor khas Tiongkok dan unsur Taoisme, sehingga dia bukan sekadar salinan Hanuman, melainkan tokoh unik yang diciptakan kembali melalui budaya Tiongkok. Meskipun keduanya bukan tokoh yang sama, mereka dapat dilihat sebagai representasi “pahlawan kera” dari budaya berbeda, yang mungkin saling memberi inspirasi sekaligus mencerminkan nilai dan imajinasi dari peradaban masing-masing.


[National Chengchi University, Pan Ke En]

Seminar Antarabangsa KAJIAN MELAYU-JAWA (SEMEJA) IV

UGM dan Universitas Kebangsaan Malaysia Perkuat Jejaring Keilmuan Serumpun dalam Seminar Antarbangsa Melayu-Jawa

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 9: Industri Inovasi dan Infrastruktur Rabu, 2 Juli 2025

Yogyakarta, 1/7/2025 – Seminar Antarbangsa Kajian Melayu-Jawa ke-4 (SEMEJA 2025) resmi dibuka di University Club Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1 Juli 2025. Seminar ini menghadirkan para akademisi, peneliti, dan pemerhati budaya dari Indonesia dan Malaysia. Acara pembukaan berlangsung khidmat sejak pukul 08.30 pagi, diawali dengan pembacaan doa, dilanjutkan sambutan dari berbagai pihak, termasuk Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Direktur Institut Alam dan Tamadun Melayu (ATMA) Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).

Dalam sambutan selamat datang, Prof. Dr. Setiadi, S.Sos., M.Si.–Dekan FIB UGM–menyampaikan apresiasi atas kehadiran seluruh peserta dan mitra kerja sama dari UKM, khususnya ATMA. Ia menggarisbawahi pentingnya kelanjutan kolaborasi ilmiah yang sempat tertunda akibat pandemi COVID-19. “Seminar ini merupakan wadah strategis untuk mendalami hubungan sejarah, budaya, bahasa, dan peradaban antara masyarakat Melayu dan Jawa. UGM percaya bahwa kajian Melayu-Jawa memberikan manfaat besar dalam memperkuat jejaring keilmuan antarabangsa dan pelestarian warisan budaya serumpun,” ujar Prof. Setiadi.

Beliau juga menekankan bahwa seminar ini tidak hanya relevan bagi para ahli budaya dan sejarah, tetapi juga bagi sivitas akademika lintas bidang yang ingin mengembangkan perspektif keilmuan yang berakar pada identitas lokal dan regional. Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam mempromosikan pendidikan berkualitas dan membangun kemitraan global.

Tahun ini, SEMEJA IV mengangkat fokus utama tentang bagaimana warisan budaya dapat berperan dalam pemberdayaan komunitas dan penguatan perpaduan serantau. Isu-isu yang diangkat meliputi bahasa, seni, dan budaya; kepemimpinan dan integrasi regional; pelestarian warisan sebagai pemacu pembangunan komunitas; penguatan warisan dan pembangunan lestari; serta solidaritas sosial melalui kerja sama budaya lintas batas.

Dengan tema dan pendekatan yang inklusif, SEMEJA IV dirancang untuk memupuk dialog bermakna, pertukaran pengetahuan, dan kerja sama strategis antara institusi akademik, komunitas lokal, dan pemangku kepentingan dari Indonesia dan Malaysia. Seminar ini menjadi tonggak penting dalam upaya pelestarian budaya Melayu-Jawa serta penciptaan ruang bersama untuk integrasi keilmuan dan nilai-nilai lokal di tingkat regional dan global.

Acara pembukaan turut diisi dengan persembahan budaya tari Jawa oleh Ratnatraya, BSO kesenian dari program studi Bahasa, Sastra, dan Bahasa Jawa FIB UGM. Kemudian dilanjutkan dengan ucapan peresmian oleh YBhg. Dato Haslina Abdul Hamid, Ketua Setiausaha Kementerian Perpaduan Negara Malaysia, serta sesi utama yang menghadirkan Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra dari Sekolah Pascasarjana UGM sebagai pembicara utama.

Seminar ini dijadwalkan berlangsung selama dua hari, yaitu tanggal 1 dan 2  Juli 2025, dengan beragam sesi diskusi ilmiah, forum komunitas, hingga pertunjukan seni budaya. Kehadiran para pemangku kepentingan dari kedua negara diharapkan dapat membuka jalan bagi kolaborasi akademik dan kebudayaan yang lebih erat dan berkelanjutan.

Sebagai bagian dari komitmen seminar terhadap SDGs, khususnya dalam pendidikan di negara berkembang, acara ini bertujuan untuk memanfaatkan teknologi dan wawasan budaya untuk meningkatkan hasil pendidikan dan keterlibatan komunitas. Dengan membangun kemitraan global, SEMEJA IV berupaya menciptakan lingkungan kolaboratif yang memberdayakan komunitas melalui pengetahuan bersama dan pemahaman budaya.

Sebagai kesimpulan, SEMEJA 2025 tidak hanya berfungsi sebagai platform untuk diskursus akademik tetapi juga sebagai perayaan warisan budaya kaya yang dimiliki oleh masyarakat Melayu dan Jawa. Upaya kolaboratif antara UGM dan UKM mencerminkan potensi kemitraan akademik dalam menghadapi tantangan global sambil mempromosikan identitas lokal dan pelestarian budaya.

 

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

123…34

Rilis Berita

  • FIB UGM Gelar Pertemuan Bersama Orang Tua/Wali Mahasiswa Baru Angkatan 2025/2026
  • Pengabdian di Ujung Negeri: Haikal Amirza, Mahasiswa Antropologi Budaya FIB UGM Laksanakan KKN-PPM Periode II di Kepulauan Talaud
  • Buku Saku Staff Keamanan Museum dan Cagar Budaya Borobudur 2025
  • Kawai Labiba Mahasiswa Antropologi Budaya Sukses Menapaki Jejaknya di Industri Perfilman Indonesia
  • Belajar Budaya dari Sumbernya: Mahasiswa NCCU Menyusuri Tradisi di Jantung Yogyakarta

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY