• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • Bejo Mulyo
    • Lembaga Otonom
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Asia Barat
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa Korea
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Studi Prancis
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi
      • Himpunan Mahasiswa Jepang
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDG 5 Kesetaraan Gender
  • SDG 5 Kesetaraan Gender
Arsip:

SDG 5 Kesetaraan Gender

Melihat Jogja yang Inklusif dan Berani Lewat Pemutaran Film Jagad’e Raminten di ARTJOG

Rilis BeritaSDGSSDGs 10: Berkurangnya kesenjanganSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Selasa, 15 Juli 2025

Yogyakarta, 5 Juli 2025 – Sebagai salah satu festival seni kontemporer terbesar di Indonesia, ARTJOG selalu menjadi ruang pertemuan seniman, penikmat seni, dan publik luas. Diselenggarakan setiap tahun di Yogyakarta, ARTJOG tidak hanya memamerkan karya rupa, tetapi juga merangkul seni pertunjukan, diskusi, film, hingga kolaborasi lintas disiplin. Dengan tema yang berbeda setiap tahunnya, ARTJOG mendorong penonton untuk merasakan Jogja sebagai kota seni yang hidup, terbuka, dan penuh ide segar.

Salah satu program ARTJOG tahun ini adalah pemutaran film Jagad’e Raminten yang diproduksi oleh Kalyana Shira Foundation. Dokumenter berdurasi 95 menit ini disutradarai dan ditulis oleh Nia Dinata, diproduseri dan ikut ditulis oleh Dena Rachman, serta Melissa Karim sebagai produser bersama. Jagad’e Raminten menyoroti kisah Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tanoyo Hamijinindyo, atau dikenal sebagai Hamzah Sulaiman.

Sosok Raminten sendiri merupakan salah satu ikon budaya Jogja yang lahir dari kreativitas Hamzah Sulaiman. Sebagai seniman, Hamzah Sulaiman menciptakan karakter Raminten yang beliau perankan dalam acara komedi situasi di stasiun televisi lokal Jogja TV. Karakter ini kemudian menjadi inspirasi berdirinya The House of Raminten dan Raminten Cabaret Show.

Pada pemutaran film yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli, penonton diajak menelusuri kembali sosok mendiang Hamzah Sulaiman melalui sudut pandang para pemain Raminten Cabaret. Hamzah Sulaiman tidak hanya dikenal sebagai seorang pengusaha sukses yang mendirikan Toko Hamzah Batik serta sejumlah restoran Raminten, tetapi juga sebagai seorang dermawan yang telah mengadopsi anak-anak dan membuka ruang ekspresi bagi komunitas Inklusif melalui panggung Raminten Cabaret.

Sejak pertama kali diadakan, Raminten Cabaret telah berperan sebagai wadah ekspresi diri bagi kalangan yang kerap terpinggirkan. Namun demikian, perjalanan menuju penerimaan publik bukanlah suatu proses yang mudah. Seusai penayangan film, salah seorang penonton, Nia, membagikan pengalamannya: “Saya menonton ini rasa relate gitu, karena baru semalam saya nonton Raminten Cabaret Show, dan saya bahkan tahunya bukan dari orang Indonesia, tapi dari teman saya yang dari Singapura. Jadi memang Raminten Cabaret kayaknya udah cukup mendunia.” Selain itu, Nia juga menyampaikan rasa penasaran yang mewakili banyak penonton: bagaimana Cabaret Raminten bisa perlahan diterima oleh masyarakat?

Menanggapi hal itu, BaBam, salah satu pemain Raminten Cabaret, menjawab: “Persepsi masyarakat pasti pada awalnya kita sebagai komunitas itu tidak mengerti, dipandang sebelah mata, dan memang sangat membutuhkan waktu untuk Cabaret Raminten bisa diterima. Sekarang ini sudah 16 tahun kami berdiri, dan itu pun tidak langsung mudah. Mungkin baru sekitar 7–8 tahun terakhir kami mulai dikenal lebih luas, bahkan sampai ke luar daerah, meski di rumah sendiri belum tentu diterima sepenuhnya,” tutur BaBam.

Namun demikian, para pemain Raminten Cabaret akan terus berjuang. “Itulah pelajaran dari Kanjeng, yaitu dedikasi dan kerja keras,” lanjutnya. Dengan warisan nilai itu, Raminten Cabaret terus membuktikan bahwa seni bisa menjadi ruang aman bagi siapa saja untuk berekspresi. “Akan saya teruskan dan teman-teman dari Raminten Cabaret juga jalankan, dan semoga kami bisa terus berkarya tanpa kemunduran,” tambah BaBam.

Berbekal dedikasi dan ketulusan orang-orang di dalamnya, Raminten boleh berpulang, tetapi jagadnya akan tetap hidup.

[National Chengchi University, Wang Hui Chen] 

Langkah Kecil dari Keraton: Eka dan Dedikasinya untuk Seni Tari

Rilis BeritaSDGSSDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 4: Pendidikan BerkualitasSDGs 5: Kesetaraan Gender Selasa, 15 Juli 2025

Yogyakarta, 14 Juli 2025 – Perjalanan panjang dalam dunia tari telah dilalui Eka Nur Cahyani, mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada angkatan 2023. Sejak usia 7 tahun, Eka telah mengenal dan mencintai seni tari klasik, khususnya Gaya Yogyakarta, berkat dukungan dari almarhum ayahnya yang merupakan abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Saya mulai menari sejak kecil, sering diajak ke kraton oleh ayah. Sejak itu saya jatuh cinta pada tarian klasik, dan terus belajar sampai sekarang,” kenangnya.

Meski tidak pernah belajar di sanggar tari formal, Eka mendapat ilmu dari para guru seni sejak sekolah dasar hingga kini aktif sebagai anggota UKM Swagayugama UGM. Di sana, ia belajar langsung dari pemucal beksan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Dra. Veronica Ratnaningsih (Nyi Mas Riya Murtiharini).

Dedikasi Eka dalam bidang tari tidak berhenti pada aktivitas menari semata. Ia juga pernah menjadi instruktur dalam Kampung Menari, program Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, serta mengajar anak-anak di Pakembinangun. Sejak 2024, ia bergabung dalam Pamulangan Hamong Beksa di Karaton, tempat ia belajar secara mendalam mengenai teknik, ragam gerak, filosofi, hingga etika dalam tari klasik gaya Yogyakarta.

 

Selain mendalami tari klasik Gaya Yogyakarta, Eka juga memperluas wawasannya dengan mempelajari tari klasik Gaya Surakarta, seperti tarian gambyong dan srimpi. Saat ini, ia aktif mengikuti Pamulangan Hamong Beksa di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setiap Minggu pukul 12.00, Eka hadir di kraton dengan mengenakan busana lengkap (jangkep), terdiri dari kebaya tangkeban, jarik seredan, sanggul tekuk dan subal, subang, serta membawa Sampur Gendala Giri..

“Saya termotivasi untuk terus belajar karena saya berasal dari keluarga seniman karena kakek saya seorang dhalang, simbah kakung abdi dalem, dan ibu seorang sindhen,” ujarnya.

Bagi Eka, menari bukan hanya soal estetika gerak, melainkan juga ekspresi spiritual dan personal. Ia menyebut bahwa setiap gerakan tari mengandung filosofi kesabaran, keikhlasan, dan keselarasan antara tubuh, rasa, dan irama.

“Menari adalah bentuk doa. Gerakannya mengajarkan kita untuk ikhlas dan sabar dalam menghadapi hidup,” ujar Eka.

Sejak memulai perjalanannya di dunia tari, Eka telah tampil di puluhan panggung, mulai dari acara kampus seperti tampil di Paket Wisata Pentas Kraton Lakon Senggana Duta oleh UKM Swagayugama di Bangsal Srimanganti Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat  dan Pagelaran Akbar Swagayugama di Taman Budaya Yogyakarta, hingga forum nasional dan internasional seperti Seminar Antarabangsa Kajian Melayu-Jawa (SEMEJA IV) dan ASEAN in Today’s World.

Meskipun telah sering tampil, Eka tetap menjaga semangat belajarnya. Ia menekankan pentingnya memahami konsep wiraga, wirama, dan wirasa, serta mengenal nama-nama dan makna ragam gerak dalam tarian. Menurutnya, konsistensi lahir dari kecintaan dan keinginan untuk terus berkembang.

Perjalanan Eka Nur Cahyani dalam dunia tari sejak usia tujuh tahun tak hanya mencerminkan kecintaan pada seni, tetapi juga kontribusi nyata terhadap pembangunan berkelanjutan. Melalui aktivitas belajar dan mengajar tari, khususnya kepada anak-anak, Eka mendukung SDG 4: Pendidikan Berkualitas. Perannya sebagai perempuan yang aktif melestarikan budaya juga sejalan dengan SDG 5: Kesetaraan Gender.

Selain itu, keterlibatannya dalam menjaga dan menghidupkan seni tari klasik turut memperkuat SDG 11: Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan, dengan melestarikan warisan budaya tak benda sebagai identitas masyarakat Yogyakarta.

Eka membuktikan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tugas generasi terdahulu, tetapi tanggung jawab generasi kini untuk masa depan yang lebih berbudaya.

“Jika memang kita merasa memiliki bakat perlu untuk dikembangkan dengan terus berlatih dan tidak takut untuk mencoba karena menurut saya belajar tidak akan membuat menyesal dan setiap proses dalam belajar itulah yang akan membentuk diri kita untuk menjadi pribadi dengan jati diri yang sebenarnya.” – Eka Nur Cahyani

[Humas FIB UGM, Alma Syahwalani]

Ujian Terbuka Promosi Doktor Dr. Ronidin: Menelisik Ekspresi “Minangkabau Tabedo” dalam Sastra Pascakonflik

AGENDA Rabu, 16 April 2025

Yogyakarta, 16/4/25 — Ujian Terbuka Promosi Doktor Dr. Ronidin dilaksanakan hari Selasa, 15 April 2025 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, bertempat di Ruang Multimedia Gedung Margono lantai 2 pada pukul 10.00 WIB. Agenda akademik ini menjadi puncak dari proses studi doktoral beliau pada Program Studi Ilmu-Ilmu Humaniora, Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Dalam ujian terbuka ini, Dr. Ronidin mempertahankan disertasinya yang berjudul “Ekspresi Minangkabau Tabedo dalam Novel-Novel Pengarang Minangkabau Sesudah PRRI hingga Paruh Pertama Orde Baru: Kajian Strukturalisme Genetik”. Promotor dalam ujian ini adalah Dr. Sudibyo, M.Hum., dan Ko-Promotor Dr. Novi Siti Kussuji Indrastuti, M.Hum. dan dipimpin oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Prof. Dr. Setiadi, M.Si.

Disertasi ini menelaah secara mendalam bagaimana peristiwa historis PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) dan transisi kekuasaan pada masa awal Orde Baru membentuk ekspresi kebudayaan dan cara pandang pengarang Minangkabau melalui medium novel. Dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik Lucien Goldmann yang diperkuat teori naratif Lotman, penelitian ini menunjukkan bagaimana pandangan dunia Minangkabau tabedo—yakni kondisi sosial yang serba sulit dan dilematik—tercermin dalam teks sastra.

Objek kajian meliputi lima novel karya pengarang Minangkabau, yaitu Dari Puncak Bukit Talang karya Soewardi Idris, Panggilan Tanah Kelahiran karya Dt. B. Nurdin Jacub, Saraswati Si Gadis dalam Sunyi karya A.A. Navis, Warisan karya Chairul Harun, dan Bako karya Darman Moenir. Novel-novel tersebut menggambarkan realitas masyarakat Minangkabau pasca-PRRI, di tengah hegemoni negara dan pergeseran nilai-nilai tradisi, seperti peran mamak dalam sistem matrilineal, peran agama, serta hubungan antara kampung dan rantau.

Dr. Ronidin menekankan bahwa fenomena Minangkabau tabedo hadir sebagai representasi ketegangan antara nilai-nilai tradisional yang tergerus oleh realitas politik dan modernitas yang masuk dari luar. Dalam novel-novel tersebut, realitas sosial yang kompleks dimetaforakan melalui tokoh-tokoh dan relasi cerita, yang secara struktural merefleksikan kondisi sosiologis masyarakat Minangkabau masa itu.

Ujian terbuka ini tidak hanya menegaskan kapasitas intelektual Dr. Ronidin sebagai seorang akademisi, tetapi juga menjadi kontribusi penting dalam studi kesusastraan Indonesia, khususnya dalam memahami sastra sebagai cermin dari dinamika sosial-politik suatu masyarakat.

[Humas FIB UGM, Muhammad Ebid El Hakim]

Rilis Berita

  • Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Universitas Cheng Kung Taiwan Perkuat Kolaborasi Kursus Musim Panas Arkeologi
  • Korea Utara: Di Balik Mitos, Realitas, dan Imajinasi
  • Mahasiswa Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea Lolos Program Fast Track S1–S2 FIB UGM
  • UGM Kembalikan Artefak dan Kerangka Leluhur kepada Masyarakat Warloka, Labuan Bajo
  • Pekerja Migran Indonesia Hidup di Taiwan

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY