• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • Bejo Mulyo
    • Lembaga Otonom
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Inggris
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Asia Barat
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa Korea
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Studi Prancis
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi
      • Himpunan Mahasiswa Jepang
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDGs 4: Pendidikan Berkualitas
Arsip:

SDGs 4: Pendidikan Berkualitas

Muhammad Ghazi Al Ghifari Raih Predikat Wisudawan Tercepat FIB di Wisuda UGM Periode III 2025

SDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Kamis, 19 Juni 2025

Yogyakarta, 28 Mei 2025 – Sebanyak 13 mahasiswa Program Studi Sastra Arab Universitas Gadjah Mada (UGM) mengikuti prosesi wisuda Program Sarjana Periode III Tahun Akademik 2024/2025. Salah satu mahasiswa, Muhammad Ghazi Al Ghifari, meraih predikat sebagai wisudawan tercepat di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dengan masa studi 3 tahun 6 bulan 12 hari.

Pencapaian tersebut diumumkan oleh Dekan FIB, Prof. Dr. Setiadi, M.Si., dalam acara Mangayubagya Wisudawan/Wisudawati FIB yang diselenggarakan di Auditorium Soegondo FIB UGM pada Rabu, 28 Mei 2025, pukul 13.00 WIB. Dalam acara yang berlangsung khidmat, Al Ghifari juga tampil sebagai perwakilan wisudawan untuk memberikan sambutan. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada para wisudawan. Ia juga mendorong rekan-rekan lulusan untuk menjaga integritas serta mengamalkan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di kampus.

Muhammad Ghazi Al Ghifari merupakan mahasiswa asal Desa Petaling Banjar, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ia diterima sebagai mahasiswa Sastra Arab UGM pada 25 Mei 2021 melalui jalur Penelusuran Bibit Unggul Berprestasi Seni. Setelah menyelesaikan tujuh semester studi, ia menjalani sidang skripsi pada 12 Februari 2025 dengan judul Kualitas Terjemahan DeepL dalam Penerjemahan Teks Fiksi dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia. Ia dinyatakan lulus dengan IPK 3,93 dan resmi menyandang gelar Sarjana Sastra (S.S) pada 28 Februari 2025 di usia 21 tahun 6 bulan.

Al Ghifari mengungkapkan bahwa tidak ada strategi khusus dalam menyelesaikan studi secara cepat. Ia konsisten menulis skripsi setiap hari, walau hanya satu paragraf, dan rutin berkonsultasi dengan dosen pembimbing setiap pekan. Dukungan dari kedua orang tua juga menjadi motivasi utamanya untuk segera menyelesaikan studi dan melanjutkan ke jenjang magister.

Al Ghifari menyampaikan bahwa Program Studi Sastra Arab UGM merupakan tempat yang ideal untuk mempelajari bahasa, sastra, dan budaya Arab. Prodi ini telah terakreditasi unggul di tingkat nasional dan internasional, serta didukung oleh dosen yang kompeten dan profesional. Ia berharap Prodi Sastra Arab terus meningkatkan kualitasnya agar semakin dikenal di kancah global.

Sebagai rencana ke depan, Al Ghifari berkomitmen untuk melanjutkan studi magister dengan fokus pada isu-isu politik, ekonomi, dan budaya di Timur Tengah.

Penulis: Muhammad Ghazi Al Ghifari

Kegiatan Studi Tiru Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Padjadjaran ke Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

SDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Rabu, 18 Juni 2025

Yogyakarta, 18/6/2025 – Dekan Fakultas Ilmu Budaya–Prof. Dr. Setiadi, S.Sos., M.Si.–menyambut rombongan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran, dalam kegiatan Studi Tiru Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (FISIP Unpad) ke Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM). Kegiatan ini diselenggarakan di gedung Margono FIB UGM secara luring dan berlangsung dalam suasana penuh semangat kolaboratif dan kekeluargaan.

Kegiatan studi tiru ini dihadiri secara langsung oleh Dekan FISIP Unpad–Prof. Dr. Mohammad Benny Alexandri, S.E., M.M.–beserta rombongan, dan disambut dengan hangat oleh Dekan FIB UGM serta Wakil Dekan FIB UGM.

Dalam sambutannya, Dekan FIB UGM menyampaikan berbagai program strategis yang sedang dijalankan oleh fakultas, termasuk program INCULS (Indonesian Culture and Language Program for Foreign Learners) yang menjadi salah satu FIB UGM dalam bidang internasionalisasi dan pengenalan bahasa dan budaya Indonesia kepada dunia.

Dekan FIB UGM juga menjelaskan bahwa FIB UGM menghadirkan mata kuliah pelengkap sebagai bentuk pemenuhan SKS mahasiswa, salah satunya melalui kegiatan berbasis praktik, seperti mata kuliah soft skill dan praktik kebudayaan, yang tidak hanya meningkatkan pemahaman teoretis mahasiswa, tetapi juga keterampilan aplikatif di lapangan.

Pada kesempatan yang sama, beliau juga menyampaikan bahwa pada hari tersebut tengah berlangsung kegiatan akademik dari salah satu program studi di FIB UGM, yaitu Pameran Arkeologi, sebagai bagian dari program pembelajaran.

Selain itu, dibahas pula tentang relasi dan jaringan kerja sama FIB UGM dengan berbagai universitas luar negeri, yang terus diperluas melalui program-program mobilitas, pertukaran mahasiswa, penelitian kolaboratif, dan program pengajaran bahasa serta budaya Indonesia untuk penutur asing.

Kegiatan studi tiru ini diakhiri dengan diskusi hangat dan pertukaran gagasan antara kedua institusi, dengan harapan dapat membuka peluang baru untuk meningkatkan mutu pembelajaran di lingkungan fakultas.

Pengantar Tubuh-Tubuh yang Menghantui: Meninjau Ulang Ekonomi Politik di Balik Kematian Bernuansa Rasial

Rilis BeritaSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang TangguhSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Selasa, 17 Juni 2025

Yogyakarta, 16/06/2025 – Magister Pengkajian Amerika melaksanakan seminar yang bertajuk “Introduction to Bodies that Haunt: Rethinking the Political Economy of Racialized Death”. Seminar ini dilaksanakan di Gedung Soegondo lantai 7 Ruangan 709 di Fakultas Ilmu Budaya., acara ini menjadi wadah pertemuan pemikiran-pemikiran kritis tentang kekerasan rasial, kematian yang terpolitisasi, dan ingatan budaya dalam konteks global, khususnya Amerika dan Asia Tenggara.

Dipandu oleh Achmad Munjid, Ph.D., seminar ini menghadirkan dua pembicara utama yang memiliki latar belakang kuat dalam studi budaya, feminisme, dan ingatan sejarah, yakni Dr. Emily Itamura dan Dr. Rachmi Diyah Larasati.

 

Diskusi dibuka dengan pengantar dari moderator yang mengaitkan fenomena film horor dalam kehidupan sehari-hari dengan tema produksi massal hantu dalam budaya populer. Dari titik ini, seminar mulai menggali makna “bodies that haunt” (tubuh-tubuh yang menghantui), sebuah istilah yang tak hanya merujuk pada hantu dalam makna tradisional, melainkan sebagai representasi dari trauma kolektif, kematian tak selesai, dan bentuk pengetahuan yang tertindas.

 

Dr. Rachmi Diyah Larasati memulai sesi dengan membedah makna hantu dari perspektif lokal Indonesia. Ia menjelaskan bahwa dalam budaya kita, hantu kerap muncul sebagai bentuk peringatan, memori, bahkan penghubung dengan kekerasan politik yang belum tuntas. Dalam paparan bertajuk “Train and Its Fugitive Rhythms: Reflecting on Political Violence through Sound Aesthetics”, Dr. Rachmi mengajak audiens melihat suara dan ritme seperti bunyi kereta api sebagai arsip tak kasat mata dari kekerasan politik. Bunyi menjadi semacam hantu yang hadir dan mengingatkan, meski tak selalu kita sadari secara langsung. 

Ia juga menekankan pentingnya memandang hantu bukan sekadar entitas supranatural, melainkan sebagai cara untuk membaca kembali sejarah yang penuh luka. Hantu menjadi tubuh-tubuh yang hadir melalui bayangan, perasaan, suara, dan ingatan yang menyusup dalam keseharian kita.

Melanjutkan pembahasan, Dr. Emily Itamura membawa peserta seminar ke ranah sejarah genosida Kamboja dalam presentasinya yang berjudul “Love Story, Ghost Story: The Cambodian Genocide, Labour Extraction, and Hout Bophana”. Ia menyoroti bagaimana cerita cinta menjadi hantu dalam sejarah kekerasan, dan bagaimana tubuh perempuan seperti Hout Bophana terus menghantui narasi pembangunan pasca-genosida.

Menurut Dr. Emily, Amerika Serikat sebagai negara imperialis modern merupakan ruang yang sangat berhantu yang dipenuhi jejak kolonialisme, rasisme, dan kapitalisme yang mengekstraksi tubuh-tubuh nonkulit putih. Ia mencontohkan komunitas Hmong, Laos, dan Vietnam di Minnesota sebagai kelompok yang membawa serta “hantu” dari perang dan migrasi paksa, yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari struktur budaya Amerika.

Diskusi antara Dr. Rachmi dan Dr. Emily berkembang sebagai percakapan lintas budaya, yang memadukan teori feminis, kajian kekaisaran, dan etnografi dalam menjawab bagaimana tubuh-tubuh yang dihantui ini terus muncul dalam ingatan kolektif, seni, dan suara.

Acara ini ditutup dengan pemahaman bahwa hantu bukan sekadar ketakutan, melainkan bentuk pengetahuan alternatif tentang trauma, kekerasan, dan sejarah yang belum selesai. Hantu adalah peringatan, sekaligus pengingat bahwa tidak semua pengalaman bisa dilupakan begitu saja oleh sejarah resmi. Ia hadir melalui suara, bayangan, bahkan perasaan yang merayap diam-diam membentuk cara baru dalam membaca masa lalu dan membayangkan masa depan.

Seminar ini menjadi ruang reflektif yang mempertemukan teori dan pengalaman, budaya populer dan sejarah kekerasan, lokalitas Indonesia dan trauma global. Sebuah pengingat bahwa tubuh-tubuh yang menghantui tidak untuk dihindari, melainkan untuk didengarkan.

[Humas FIB, Alma Syahwalani]

Menyalakan Cahaya Pendidikan Melalui Aksi Nyata

SDGs 10: Berkurangnya kesenjanganSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Senin, 16 Juni 2025

“Saat kecil, aku selalu bertanya-tanya: mengapa ketika aku bisa memikirkan sesuatu, orang lain belum tentu bisa? Begitu pula sebaliknya, orang lain bisa memikirkan hal-hal yang bahkan tak pernah terpikirkan olehku. Lama kelamaan, aku menyadari bahwa setiap orang memiliki cara berpikir dan kecerdasannya masing-masing.”

Refleksi sederhana itu kini menjadi pondasi kuat bagi langkah-langkah inspiratif Noveza Prima Prasta, mahasiswa semester 2 Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya UGM. Seiring waktu dan perjalanan, pemikiran tersebut membawanya menyelami dunia pendidikan dan pengajaran anak-anak dari berbagai latar belakang—bukan sekadar menjadi pengajar, namun juga pembelajar dari kehidupan.

 

Memahami Dunia dari Perspektif Anak

Sebagai mahasiswa muda, Noveza telah aktif terjun dalam berbagai kegiatan kerelawanan di bidang pendidikan. Ia percaya bahwa memahami realitas anak-anak dan cara mereka berpikir adalah jalan awal untuk membuat perubahan. Keyakinan ini membawanya bergabung dengan sejumlah komunitas pengajar, seperti Rumah Mengajar UGM, Elbom, Arabic Camp, dan TPA Al Akhdor. Di tempat-tempat itu, ia tak hanya mengajar membaca dan menulis, tetapi juga belajar memahami keragaman karakter, harapan, dan cara berpikir anak-anak.

“Setiap kali aku bertemu dengan anak-anak dari berbagai lingkungan, aku belajar satu hal: tidak ada kecerdasan yang lebih tinggi dari yang lain, hanya cara kerja otak dan pengalaman yang berbeda,” ujarnya.

 

Pendidikan Bukan Sekadar Kelas

Noveza juga aktif di berbagai komunitas edukatif lainnya seperti Sekolah Rakyat Serdadu Kumbang. Dalam setiap kegiatan, ia selalu mengedepankan nilai inklusivitas dan empati, menyadari bahwa pendidikan bukan hanya soal materi pelajaran, melainkan juga soal keberpihakan dan perhatian.

“Banyak dari mereka yang hanya butuh didengar, dihargai, dan diyakinkan bahwa mereka mampu,” tambahnya. Dan dari sanalah dia bertekat untuk hadir tak hanya sebagai guru melainkan menjadi teman belajar yang mampu mendengarkan setiap suara yang muncul dari hati kecil setiap anak.

Dalam perjalanannya menjadi relawan pendidikan, Noveza sering kali dihadapkan pada satu kenyataan yang menyentuh: masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum mendapatkan ruang belajar yang sesuai dengan cara pikir dan kecerdasan mereka. Padahal, setiap anak memiliki potensi dan gaya belajar yang berbeda-beda. Ada yang cemerlang dalam logika, ada yang gemilang dalam seni, ada yang tumbuh lewat diskusi, dan ada pula yang berkembang lewat sentuhan kasih sayang.

Namun sistem pendidikan yang seragam dan berorientasi pada capaian angka sering kali tidak memberi cukup ruang bagi keragaman tersebut. Banyak anak merasa tertinggal, bukan karena mereka tidak mampu, tetapi karena metode belajar yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.

“Kadang aku bertemu anak-anak yang dicap ‘lambat’ di sekolah, padahal saat aku ajak bermain sambil belajar, mereka justru sangat cepat menyerap,” cerita Noveza. “Masalahnya bukan di mereka, tapi pada pendekatan yang belum berpihak pada semua anak.”

Baginya, menjadi volunter bukan sekadar kegiatan tambahan, tapi sebuah jalan hidup. Ia bermimpi kelak bisa mendirikan ruang belajar mandiri bagi anak-anak marginal, tempat di mana belajar terasa menyenangkan dan bebas dari tekanan. Ia percaya, dalam dunia yang penuh tantangan ini, setiap aksi kecil yang konsisten bisa menjadi cahaya besar bagi mereka yang membutuhkan. Dan seperti kata pepatah Arab yang ia sukai, “العلم نور”—ilmu adalah cahaya.

Pengalaman-pengalaman di atas lah yang membuat Noveza semakin yakin bahwa pendidikan tidak boleh berhenti hanya pada kelas dan kurikulum. Ia percaya bahwa semua anak, dari latar belakang apapun, berhak atas ruang belajar yang adil-yang tidak hanya menuntut, tapi juga memahami.

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

Tim Basabuja FIB UGM Raih Medali Perunggu dalam Kompetisi Esai Nasional Pekan Ilmiah Andalas 2025

SDGs 11: Kota dan Pemukiman Yang BerkelanjutanSDGs 15: Ekosistem daratanSDGs 17: Kemitraan Untuk Mencapai TujuanSDGs 4: Pendidikan Berkualitas Senin, 16 Juni 2025

Prestasi membanggakan kembali ditorehkan oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Tim Basabuja yang terdiri dari mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), berhasil meraih medali perunggu dalam ajang kompetisi esai nasional pada Pekan Ilmiah Andalas 2025. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HIMAPOL) Universitas Andalas, Sumatera Barat.

Tim Basabuja, yang merupakan akronim dari Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, terdiri atas empat mahasiswa yakni Muhammad Siswoyo, Yudha Adistira, Dwi Mei Saroh, dan Dian Nitami. Dalam perlombaan yang diselenggarakan secara luring tersebut, tim Basabuja mengusung subtema Hukum dan Budaya dengan judul esai Kuṭāramanawa: Ramanawa Kuna dan Kini.

Esai tersebut mengangkat hukum adat pada masa Kerajaan Majapahit, yang tercatat dalam Kuṭāramanawa. “Yang diterapkan dari Kuṭāramanawa adalah dalam bentuk Smart QR Code dan Internet of Things (IoT). Sebagai hukum yang berisi aturan-aturan sosial yang sangat lengkap, dengan 275 pasal dan 19 bab, kami menyadari bahwa Kuṭāramanawa memiliki nilai-nilai yang relevan dengan kondisi sosial dan lingkungan pada masa kini,” ujar Yudha Adistira dalam wawancara daring (28/05/2025).

Menurut keterangan Dwi Mei Saroh, dalam wawancara daring (24/05/2025), tim mereka harus melalui tahap eliminasi sebelum masuk ke babak final. Babak final tersebut dilaksanakan pada 10–13 Mei 2025, dengan sesi presentasi pada tanggal 11 dan pengumuman pemenang pada tanggal 12 Mei. “Yang mewakili tim kami untuk berangkat dan presentasi di Andalas itu hanya Siswoyo saja,” ungkapnya.

Proses penyusunan esai yang dilalui tim ini tidaklah mudah. Dian Nitami menuturkan bahwa perjalanan panjang mereka dimulai sejak bulan Januari 2025. “Dari proses pengerjaan tersebut, tentunya banyak dinamika terjadi dan yang terberat terletak pada kendala biaya. Meski demikian, hal ini dapat teratasi dengan adanya komitmen dan solidaritas tim serta bantuan dari banyak pihak lainnya. Karena itu, kami mengucapkan terima kasih untuk semua bantuan yang telah diberikan” jelasnya dalam wawancara daring (24/05/2025).

Pencapaian ini diharapkan dapat menjadi pemantik semangat bagi mahasiswa Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa untuk terus berkarya dan berinovasi. Selain itu, Muhammad Siswoyo mengajak kepada generasi muda untuk tetap berupaya dalam melestarikan, menggali pengetahuan, dan berinovasi dari karya-karya sastra Jawa. “Sastra Jawa memiliki banyak peluang inovatif yang dapat dikembangkan dengan pendekatan lintas disiplin ilmu. Banyak cabang ilmu yang terhubung dengan hukum, adat, kebudayaan, dan kebiasaan orang Jawa. Teman-teman dapat memanfaatkan hal tersebut menjadi inovasi baru. Untuk itu, yuk lestarikan budaya Jawa,” tuturnya dalam wawancara daring (24/05/2025).

Senada dengan hal tersebut, Yudha Adistira menekankan pentingnya aksesibilitas terhadap naskah-naskah klasik sebagai upaya pelestarian dan pemanfaatan nilai-nilai luhur bangsa. “Hukum adat sering kali dianggap kuno dan tertinggal, namun nyatanya terkandung nilai-nilai yang amat relevan dengan masa kini. Hanya saja, akses terhadap manuskrip seperti Kuṭāramanawa hingga saat ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami merasa penting untuk mendigitalisasi naskah ini agar dapat diakses lebih luas, dipelajari, dan diaplikasikan kembali, khususnya dalam konteks pendidikan hukum, pelestarian budaya, dan pembangunan karakter bangsa. Kami percaya bahwa teknologi bisa menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan,” pungkasnya.

Penulis: Haryo Untoro
Editor : Haryo Untoro

123…102

Rilis Berita

  • Muhammad Ghazi Al Ghifari Raih Predikat Wisudawan Tercepat FIB di Wisuda UGM Periode III 2025
  • Kegiatan Studi Tiru Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Padjadjaran ke Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
  • Pengantar Tubuh-Tubuh yang Menghantui: Meninjau Ulang Ekonomi Politik di Balik Kematian Bernuansa Rasial
  • Menyalakan Cahaya Pendidikan Melalui Aksi Nyata
  • Mahasiswa Prodi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa FIB UGM Sutradarai Teater Sat-Set dalam Prabusena 2025, Terinspirasi dari Karya Sastra Jawa

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY