Yogyakarta, Sabtu, 4 Mei 2024. Desa Ekowisata Pancoh merupakan salah satu desa wisata di kabupaten Sleman, Yogyakarta yang memiliki daya tarik beragam. Mulai dari penawaran kegiatan pedesaan yang melibatkan masyarakat setempat seperti susur sungai, live in di desa wisata, pembuatan kerajinan wayang teki dan olahan salak hingga mengikuti upacara wiwitan. Selain itu, pengunjung juga dapat bersantai di kafe dengan pemandangan sungai jernih dan berkeliling desa melalui VW Safari untuk menikmati pemandangan yang begitu indah. Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan aktivitas wisata atau secara umum keterlibatan dalam sektor pariwisata semacam ini masih menyisakan persoalan.
Dalam industri pariwisata, peran perempuan seringkali merupakan perpanjangan tangan dari pekerjaan domestik. Karena adanya anggapan ini banyak dari pekerja perempuan sengaja diletakkan di belakang layar seperti dapur, pengrajin atau pengelola homestay. Lantas bagaimana jika perempuan diberikan ruang dan kesempatan lebih besar untuk terlibat dalampariwisata seperti yang laki-laki lakukan?
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini berlokasi di Desa Ekowisata Pancoh, merupakan mitra Program Studi Pariwisata FIB UGM sejak tahun 2018. Desa wisata yang sudah berstatus sebagai desa wisata mandiri ini, masih menyisakan persoalan tentang belum optimalnya peran perempuan dalam pengelolaanya. Sehingga, kegiatan ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi peran dan keterlibatan perempuan yang sudah dilakukan serta identifikasi potensi peran yang lebih luas, lokakarya atau pelatihan untuk optimalisasi peran perempuan dalam aktivitas ekowisata di Pancoh. Kegiatan PkM dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 4 dan 11 Mei 2024, dengan menghadirkan narasumber dari yayasan perempuan penggerak pariwisata Ibu Artin Wuryani dan Wakil Ketua Pokdarwis Desa Ekowisata Pancoh Ibu Menuk, didampingi Dosen Program Studi Pariwisata FIB UGM, Karlina Maizida, M.A..
Ibu Menuk, sebagai wakil ketua Pokdarwis merupakan satu-satunya peempuan yang bisa menduduki posisi manajerial desa wisata. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh tim PkM, disampaikan bahwa perempuan yang terlibat dalam operasional aktivitas wisata di Pancoh sudah cukup banyak, dari yang usia muda sampai yang senior. Perempuan usia muda terutama terlibat dalam kepemanduan wisata dan instruktur pada lokakarya kerajinan atau olahan salak. Perempuan yang lebih senior, umumnya menjadi pengelola homestay. Pada awalnya, jumlah perempuan yang terlibat di desa wisata yang diinisiasi setelah peristiwa erupsi gunung Merapi tahun 2011 ini masih cukup kecil dan kemudian semakin bertambah tiap tahunnya.
Permasalahan persepsi atau mindset menjadi tantangan dalam keterlibatan perempuan. Rasa tidak percaya diri atau malu ketika bertemu tamu (wisatawan),dan perasaan ‘cukup’ hanya dengan menjadi petani atau ibu rumah tangga membuat para perempuan erasa enggan terlibat lebih jauh dalam pariwisata. Pola pikir bahwa pariwisata adalah ‘milik’ laki-laki seakan sudah tertanam di dalam benak perempuan di Desa Pancoh. Namun, lambat laun ketika perempuan mendapatkan manfaat ekonomi dari aktivitas wisata maka pola pikir mereka juga mulai terbuka. Terlebih lagi, saat aktivitas pariwisata di Desa Ekowisata Pancoh menjadi semakin intens, banyak stakeholders yang kemudian memberikan program-program sosialisadi dan pelatihan termasuk kepada para perempuan. Perempuan di desa pancoh akhirnya mampu melihat nilai tambah dari apa yang mereka miliki dalam lingkungan maupun hidupnya sehari-hari. Mereka kemudian membuat anyaman bambu, mengolah salak menjadi berbagai makanan dan menjadikan rumahnya sebagai homestay bagi wisatawan.