Dari Taiwan ke Yogyakarta untuk Menjadi Bunga yang Mekar: Kehidupan Magang Pan Ke En di FIB UGM

Yogyakarta, 10 Juli 2025 – Pada bulan Juli, di meja kerja Ruang Humas Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM), tampak tiga wajah asing. Mereka adalah mahasiswa magang dari National Chengchi University (NCCU), Taiwan, nama mereka adalah Wu Yu Han (beritanya dapat diakses melalui tautan), Wang Hui Chen (beritanya dapat diakses melalui tautan), dan salah satunya yang akan diperkenalkan hari ini adalah Pan Ke En.

“Halo! Nama saya Pan Ke En. Saya mahasiswa Jurusan Bahasa dan Budaya Asia Tenggara (kelompok Indonesia) di NCCU. Saat ini saya berada di tingkat akhir dan diperkirakan akan lulus pada bulan Juni 2025. Hobbi saya adalah menonton film dan berjalan-jalan ke luar negeri untuk merasakan budaya yang berbeda,” ujarnya. Sebagai mahasiswa yang studi bahasa Indonesia, dia akrab dipanggil Bunga oleh dosen dan teman-temannya di NCCU. Panggilan ini juga selalu dipakai oleh rekan-rekan di ruang Humas.

“Bunga, artikelnya sudah selesai?” Setiap pagi begitu melangkah masuk kantor, teman-teman di ruang Humas selalu menanyakan perkembangan pekerjaannya. Selama magang di ruang Humas, Bunga bertanggung jawab menulis berita berbagai kegiatan dalam Bahasa Indonesia. “Seperti seminar, pertunjukan budaya, atau kuliah umum dan sebagainya,” jelasnya. Selain menulis, dia juga sering mondar-mandir di lokasi acara untuk mengambil foto dan mencatat hal-hal penting, mendokumentasikan setiap momen yang krusial.

 

Walaupun kehidupan magangnya terasa sibuk dan menarik, Bunga tak menampik bahwa menerapkan Bahasa Indonesia yang dipelajari di kelas ke pekerjaan sehari-hari tetap menjadi tantangan baru baginya. “Tantangan yang saya hadapi saat belajar bahasa Indonesia adalah memahami berbagai dialek dan ungkapan lokal. Menggunakan bahasa Indonesia langsung di lingkungan kerja terasa menantang tapi juga menyenangkan,” ungkapnya. Menurut Bunga, hal ini memang membantu dia untuk berkembang lebih cepat.

 

Selain harus berani berbicara langsung dalam Bahasa Indonesia, Bunga juga sering menemui kendala saat menulis. Dia mencontohkan, beberapa istilah khusus dalam Bahasa Mandarin memang tidak selalu punya padanan kata yang pas dalam Bahasa Indonesia, dan jika diterjemahkan secara kata per kata, maknanya bisa melenceng. “Seperti cerita tentang nasi goreng Taiwan dan nasi goreng Indonesia. Di dalamnya saya menyebut istilah ‘鑊氣 (wok hei)’, yang artinya aroma khas dari wajan panas. Tapi dalam Bahasa Indonesia tidak ada satu kata pun yang benar-benar mewakili maksud ini. Akhirnya saya tulis dulu dengan ejaannya, lalu saya tambahkan penjelasan dalam Bahasa Indonesia dan pembaca bisa memahami maksudnya,” jelasnya.

 

Menhadapi berbagai tantangan dalam tugas sehari-hari juga membuat Bunga lebih bersyukur. “Karena dulu sempat mengambil mata kuliah Menulis dalam Bahasa Indonesia di NCCU. Kuliah ini juga melatih saya untuk menyusun kalimat dengan struktur yang benar dan gaya bahasa yang efektif, sehingga saya dapat menulis laporan dan artikel dengan lebih percaya diri dan profesional,” dia menambahkan dengan nala lega.

Magang di luar negeri memang penuh tantangan, tetapi bagi Bunga justru di situlah letak daya tariknya.

“Di sini ada lingkungan yang mendukung pembelajaran bahasa, kedalaman pengalaman budaya yang bisa saya rasakan secara langsung, dan kekayaan sumber daya akademik yang dimiliki oleh fakultas ini,” dia menegaskan alasan mengapa magang di UGM. Bagi Bunga, pengalaman ini bukan kesempatan belajar Bahasa Indonesia, tetapi juga menjadi awal baginya untuk tumbuh dan mekar, membuka lebih banyak peluang karier setelah lulus nanti.

[National Chengchi University, Wang Hui Chen]