Yogyakarta, 29 Oktober 2025 — Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM) menyelenggarakan kegiatan “Dari Kertas Naik ke Pentas : Workshop Alihwahana Epos Jawa-Islam dari Teks Sastra ke Lakon Pertunjukan”. Kegiatan ini menjadi ruang pembelajaran bagi mahasiswa untuk mempraktikkan proses alihwahana, yakni transformasi teks sastra menjadi karya seni pertunjukan yang kreatif dan komunikatif.
Kegiatan dibuka oleh I Made Christian Wiranata Rediana selaku pembawa acara, dengan doa bersama agar acara berjalan lancar. Workshop kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Kepala Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa, Daru Winarti, M.Hum. Dalam sambutannya, Daru Winarti, M.Hum.menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan di bidang seni, sekaligus memahami bahwa teks sastra memiliki potensi besar untuk dihidupkan kembali di atas panggung.
Workshop menghadirkan narasumber berpengalaman di bidang seni dan budaya, yakni Kusnanta Riwus Ginanjar, S.Sn. (Aktor, penulis naskah, sutradara, dan dalang Wayang Golek Menak), Rinal Khaidar Ali, ST., M.Eng. (Pegiat Wayang Golek Menak), serta Dr. Drs. Sudibyo, M.Hum. (Ketua Departemen Bahasa dan Sastra FIB UGM). Acara dipandu oleh Dr. Rudy Wiratama, dosen Program Studi Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa.
Dalam pemaparannya, Kusnanta Riwus Ginanjar menjelaskan empat sifat utama seni yang menurutnya menjadi fondasi dalam proses kreatif, yaitu seni, senengan, seneb, dan serem.
“Seni itu membahagiakan dan menghibur. Namun seni juga bersifat subjektif (senengan), dapat menimbulkan tragedi atau rasa takut (seneb), dan memiliki sisi yang bisa mencerahkan sekaligus menyesatkan (serem)” jelasnya.
Kusnanta juga menekankan bahwa pengalaman berkesenian yang ia peroleh di dunia teater, pedalangan, dan perfilman menjadi dasar penting dalam memahami makna alihwahana. Menurutnya, naskah-naskah kuno tidak seharusnya berhenti tersimpan di lemari, melainkan perlu dihidupkan kembali dan disebarluaskan kepada masyarakat melalui media pertunjukan seperti wayang kulit, wayang golek, atau teater.
Ia menambahkan bahwa proses alihwahana tidak hanya terbatas pada naskah klasik, tetapi juga dapat dilakukan terhadap karya sastra modern seperti novel atau cerita. Melalui adaptasi semacam ini, mahasiswa didorong untuk memperluas cara pandang terhadap sastra sebagai sumber ekspresi budaya.
Workshop “Dari Kertas Naik ke Pentas” tidak hanya menjadi ajang berbagi pengetahuan seni, tetapi juga memperkuat komitmen akademik FIB UGM terhadap pembangunan pendidikan yang inklusif dan berkualitas (sejalan dengan prinsip SDGs). Melalui kegiatan ini, mahasiswa dilatih untuk berpikir kreatif, bekerja kolaboratif, serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya dalam konteks keberlanjutan. Upaya menghidupkan naskah-naskah Jawa melalui seni pertunjukan menjadi bentuk nyata penerapan pendidikan humaniora yang berorientasi pada nilai-nilai keberlanjutan, kreativitas, dan kearifan lokal.
Selain memperkaya pengalaman belajar mahasiswa, kegiatan ini juga mencerminkan semangat menjaga keberlanjutan budaya lokal sebagai bagian dari pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Seni dan pendidikan berpadu untuk menghidupkan kembali khazanah sastra Jawa, menjadikannya relevan di tengah masyarakat modern, serta memperkuat identitas budaya Indonesia yang berakar pada tradisi namun tetap terbuka terhadap inovasi.
[Humas FIB UGM, Alma Syahwalani]
