
Yogyakarta, 27/3/2025 – Program Magister Pengkajian Amerika menghadirkan mata kuliah baru yang menarik perhatian banyak mahasiswa, yaitu “Superheroes and Cultural Identity.” Mata kuliah ini diampu oleh Dr. Ashika Prajnya Paramita, M.A., dan bertujuan untuk menggali lebih dalam makna superhero dalam konteks sosial, politik, dan budaya Amerika Serikat.
Pada pertemuan pertama, Dr. Ashika mengajak para mahasiswa untuk memperkenalkan diri dan menceritakan superhero favorit mereka. Dari Superman hingga X-Men, setiap superhero memiliki tempat tersendiri di hati para mahasiswa. Kegiatan ini tidak hanya membangun suasana kelas yang interaktif tetapi juga mengawali diskusi mengenai peran superhero dalam membentuk identitas budaya.
Dr. Ashika menjelaskan bahwa dalam studi Amerika, superhero bukan sekadar karakter fiksi, tetapi juga simbol yang mencerminkan dinamika sosial dan politik di Amerika Serikat. Salah satu konsep yang dibahas adalah bagaimana superhero merepresentasikan American Dream—sebuah gagasan bahwa siapapun dapat meraih kesuksesan melalui kerja keras dan ketekunan.
Sebagai contoh, Superman digambarkan sebagai seorang imigran dari planet Krypton yang tumbuh besar di Kansas, Amerika Serikat. Karakter ini merefleksikan harapan para imigran yang ingin menjadi bagian dari bangsa Amerika. Identitas gandanya sebagai Clark Kent, seorang jurnalis, juga menegaskan pentingnya kebebasan pers sebagai nilai fundamental dalam demokrasi Amerika.
Mata kuliah ini membahas “Primary Conventions” dalam dunia superhero, yaitu elemen khas yang sering muncul di berbagai media. Dr. Ashika menguraikan beberapa konvensi utama, seperti identitas ganda, di mana superhero memiliki dua persona, misalnya Clark Kent sebagai Superman. Kekuatan super mereka bisa berasal dari mutasi, teknologi, sihir, atau latihan ekstrem. Setiap superhero juga memiliki kostum ikonik, seperti logo laba-laba pada kostum Spider-Man. Misi utama mereka adalah melawan kejahatan demi keadilan dan melindungi masyarakat. Selain itu, banyak superhero memiliki latar kota khas, seperti Gotham City untuk Batman, serta sidekick atau tim pendukung, misalnya Robin yang membantu Batman.
Para mahasiswa menunjukkan antusiasme tinggi dalam perkuliahan ini. Diskusi mengenai relevansi superhero dalam kehidupan nyata menjadi bagian menarik yang membuat kelas semakin hidup. Para peserta aktif mengemukakan pendapat mereka tentang bagaimana karakter superhero mencerminkan isu-isu sosial yang sedang berkembang, termasuk gender, politik, dan keberagaman budaya.
Dengan adanya mata kuliah ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami lebih dalam peran budaya populer dalam membentuk identitas dan nilai-nilai masyarakat, khususnya dalam konteks Amerika Serikat. Mata kuliah “Superheroes and Cultural Identity” menjadi langkah maju dalam pengkajian budaya modern dan memperkaya wawasan akademik para mahasiswa Magister Pengkajian Amerika.
[Humas Magister Pengkajian Amerika FIB UGM, Gilang Hardian]