Departemen Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar mini conference sebagai bentuk penghormatan kepada Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phil. yang telah memasuki masa pensiunnya setelah 40 tahun berkiprah di dunia Antropologi Indonesia. Acara ini menjadi wadah untuk membahas berbagai teori yang telah beliau sampaikan dan dipraktikkan oleh murid-muridnya di berbagai tempat. Mini conference ini diselenggarakan dalam dua sesi panel yang masing-masing membahas tema-tema khusus terkait dengan teori dan aplikasi antropologi.
Sesi pertama bertemakan “Etnografi dan Teori”, dipimpin oleh Agus Indiyanto, S.Sos., M.Si. Dalam sesi ini, para presentator menceritakan bagaimana mereka menggunakan bekal kunci yang diberikan Prof. Heddy untuk menganalisis masalah dalam bidang masing-masing. Arya Jagad membahas teori-teori antropologi, seperti dark anthropology dan antropologi positif, sementara Laras berbicara mengenai perubahan iklim (climate change). Eko membahas penerapan teori antropologi (strukturalisme) dalam dunia pariwisata. Fitra Hayunitisna menyampaikan esai tentang pengalaman pribadi bertemu dengan Prof. Heddy, dan Petsy mengaplikasikan pendekatan antropologi dalam penelitian komunitas bisu di Sulawesi Selatan. Rin Surtantini membahas aplikasi pendekatan antropologi dalam dunia pendidikan. Mereka menceritakan pengalaman dalam menggunakan pendekatan strukturalisme dalam penelitian dan bagaimana Prof. Heddy merawat teori tersebut.
Sesi kedua, yang bertemakan “Kebudayaan Umum dan Antropologi”, dipimpin oleh Nasrullah, S.Sos., M.A. Suhandano membahas animal symbolicium dan etnobotani, sedangkan Adri Primalayli membicarakan sekolah alam sebagai alternatif sistem pendidikan. Asliyah Zainal dari IAIN Kendari mengulas patron-klien dan pendidikan orang dewasa. Dr. Blacius Suprapta membahas pendekatan strukturalisme Lévi-Strauss dalam kajian arkeologi (etnoarkeologi), dan Evio Tanti Nanita berbicara tentang nilai-nilai kearifan lokal budaya Majapahit dan fungsi sosiokultural. I Ngurah Suryawan menyampaikan kabar dari kampung dan gerakan masyarakat sipil Papua tahun 1980-an, sementara Maskota Delfi dan Johan Weintre membahas pengetahuan tradisional masyarakat Mentawai di Pulau Siberut. Sailal Arini melacak kesemestaan basa-basi, Safrudin Amin mengulas politik kebudayaan dalam dinamika politik lokal, Sigit Ricahyoni membahas studi linguistik tentang “memuji” (complimenting), dan Zainal Arifin membicarakan politik daerah Sumatera Selatan bagian barat dan fragmentasi etnis.
Acara ini dihadiri oleh murid, kolega, dan sahabat Prof. Heddy yang turut memberikan penghormatan dan apresiasi terhadap karya-karya beliau. Dalam penutupannya, Prof. Heddy memberikan komentar dan mengucapkan terima kasih serta apresiasi mendalam kepada semua pihak yang terlibat. Beliau menekankan pentingnya pemahaman etnosains dan bagaimana memahami perspektif lokal (native point of view) untuk mengatasi berbagai permasalahan di daerah yang diteliti. “Etnosains harus terus berjalan meskipun saya sudah tidak lagi mengawal,” harap Prof. Heddy.
Mini conference ini diadakan di Gedung Soegondo Lt. 7 nomor 707, FIB UGM, dari pukul 09.00 hingga 15.00. Acara ini menjadi momen bersejarah yang tidak hanya mengenang perjalanan karir Prof. Heddy tetapi juga memperkuat jaringan keilmuan antar generasi antropolog di Indonesia. Konferensi ini tidak hanya mengenang kontribusi besar Prof. Heddy tetapi juga mempererat hubungan antara generasi antropolog. Melalui acara ini, warisan ilmu Prof. Heddy akan terus hidup dan berkembang di masa depan.
Penulis : Afif Naufal Widiadi