SDGs 4: Quality Education
Pada Jumat, 23 Februari 2024, Departemen Antropologi Universitas Gadjah Mada, secara khusus pada program studi doktor Antropologi, menggelar acara seminar terbuka hasil penelitian disertasi S3 Antropologi. Seminar kali ini sebagai presentasi terakhir sebelum mempresentasikan hasil penuh dari disertasinya. Acara yang diadakan di Gedung Soegondo lantai 709 pada pukul 13.00 WIB, dihadiri oleh Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A. selaku dosen pembimbing, Prof. Dr. Bambang Hudayana, M.A., Dr. Elan Lazuardi, S.Ant, M. A., dan para mahasiswa. Sementara pembahas dari seminar disertasi ini adalah Dr. Pande Made Kutanegara, M.Si., Dr. Mohamad Yusuf, M.A., Dr. Sita Hidayah, S.Ant, M. A. Penelitian disertasi milik Prima Dona Hapsari dilaksanakan pada Dukuh Penaban, Karangasem, Bali. Fokus kajian dari disertasi ini yakni hendak melihat naskah lontar Bali dalam perspektif Antropologi. Penelitian ini ingin melihat bagaimana munculnya, perkembangan, dan faktor-faktor, serta aktor yang mempengaruhi keberadaan naskah lontar Bali.
Menurut pemaparan Prima Dona Hapsari, membaca naskah lontar sudah menjadi sebuah tradisi dari desa adat di Bali. Hanya kini, beberapa kalangan mulai meninggalkan kebiasaan ini. Hal ini karena memang ada beberapa naskah Lontar yang tidak diperbolehkan dibaca oleh orang umum. Meskipun dalam prosesi Ngaben, Lontar masih di-kidung kan, dengan alasan agar semua orang dapat mendengarkan ritual ini meskipun tidak semua tidak memahami. Hal ini karena naskah ini dikatakan sebagai penghayatan ritual bukan untuk dihafalkan. Namun, kini ada gerakan membaca kembali naskah lontar Bali yang muncul dari kelompok Triwangsa (Brahmana, Kesatria, Waisya) dan kelompok Jaba (kelompok intelektual di luar kelompok kasta di Bali). Secara perspektif kronologis, dalam perkembangannya pada tahun 2013, munculnya Aktivis Peduli Bahasa Bali memaksa memasukkan Bahasa bali kedalam kurikulum 2013. Langkah ini diambil guna membuat kaum pelajar dapat setidaknya mengenal mengenai naskah Lontar. Dikatakan pula bahwa aktor-aktor penting yang mempengaruhi keberadaan naskah Lontar Bali ini adalah Bendesa Desa Adat Dukuh Penaban dan Penedun, serta Pembaca Naskah Lontar Bali.
Setelah selesai dipaparkan, muncul beberapa tanggapan dari pembahas dan dosen pembimbing. Salah satunya yakni tanggapan Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A, yang menitik beratkan pada isi dari penelitian disertasi ini. Dikatakan oleh beliau bahwa disertasi ini adalah contoh yang baik untuk antropologi di masa depan. “Tulisan ini sebenarnya selaras dengan pertanyaan pada debat capres terakhir kemarin tentang kebudayaan, bahwa adanya kondisi hancurnya komunitas karena pariwisata desa,” lanjut beliau. Dalam debat itu, dipertanyakan kebijakan apa yang akan anda lakukan untuk membuat komunitas yang responsif? Bahwa jawaban dari pertanyaan ini menurut Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A. dapat kita temukan dalam disertasi ini. Menurut beliau, kondisi ini merupakan pembunuhan pada kebudayaan. “Sebagai contoh pada peristiwa Ngaben, yang seharusnya dapat dideskripsikan lebih detail. Karena didalamnya terdapat anti struktur dimana keberadaan lontar yang saya rasa ditempatkan khusus dalam Ngaben ini memunculkan sebuah komunitas responsive,” tutup Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A.
Penulis: Bonifacius Edo Wisnu Waskita