• About UGM
  • Academic Portal
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
  • Informasi Publik
  • Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Manajemen
    • Tenaga Kependidikan
    • Tenaga Pendidik
  • Akademik
    • Kalender Akademik
    • Program Sarjana
      • Antropologi Budaya
      • Arkeologi
      • Sejarah
      • Pariwisata
      • Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Sastra Inggris
      • Sastra Arab
      • Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa
      • Bahasa dan Sastra Prancis
    • Program Master/S2
      • Magister Antropologi
      • Magister Arkeologi
      • Magister Sejarah
      • Magister Sastra
      • Magister Linguistik
      • Magister Pengkajian Amerika
      • Magister Kajian Budaya Timur Tengah
    • Program Doktor/S3
      • Antropologi
      • Ilmu-ilmu Humaniora
      • Pengkajian Amerika
    • Beasiswa
  • KPPM
    • Info Penelitian
    • Publikasi Ilmiah
    • Pengabdian Masyarakat
    • Kerjasama Luar Negeri
    • Kerjasama Dalam Negeri
  • Organisasi Mahasiswa
    • Lembaga Eksekutif Mahasiswa
    • Badan Semi Otonom
      • KAPALASASTRA
      • Persekutuan Mahasiswa Kristen
      • LINCAK
      • Saskine
      • Keluarga Mahasiswa Katolik
      • Dian Budaya
      • Sastra Kanuragan (Sasgan)
      • Keluarga Muslim Ilmu Budaya (KMIB)
      • BSO RAMPOE UGM
      • Bejo Mulyo
    • Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS)
      • Badan Keluarga Mahasiswa Sejarah
      • Himpunan Mahasiswa Arkeologi
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Korea
      • Himpunan Mahasiswa Pariwisata
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Jepang
      • Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Prancis
      • Ikatan Mahasiswa Sastra Arab
      • Ikatan Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris
      • Keluarga Mahasiswa Antropologi Budaya
      • Keluarga Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia
      • Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara
  • Pendaftaran
  • Beranda
  • SDGs 10: Berkurangnya kesenjangan
  • SDGs 10: Berkurangnya kesenjangan
  • hal. 3
Arsip:

SDGs 10: Berkurangnya kesenjangan

Pertemuan Kelima Kuliah Kewirausahaan: Mahasiswa Sastra Arab UGM Pelajari Peluang Kewirausahaan Sosial

Rilis Berita Jumat, 3 Oktober 2025

Yogyakarta, 29 September 2025 – Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada kembali melanjutkan rangkaian perkuliahan Kewirausahaan pada pertemuan kelima dengan menghadirkan Sofian Munawar, S.S., M.A., Founder Ruang Baca Komunitas. Pada kesempatan ini, mahasiswa diajak mendalami konsep social entrepreneurship atau kewirausahaan sosial, sebuah pendekatan bisnis yang menempatkan penyelesaian masalah sosial, lingkungan, dan komunitas sebagai tujuan utama melalui cara-cara inovatif dan berkelanjutan.

Dalam kuliah tersebut, dijelaskan bahwa kewirausahaan sosial tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan finansial, melainkan menekankan misi sosial, inovasi, keberlanjutan, dan dampak nyata bagi masyarakat. Dalam konteks sastra dan kebahasaan, hal ini dapat diwujudkan melalui program-program literasi kreatif, seperti pelatihan membaca dan menulis, pengembangan literasi digital, promosi budaya membaca, hingga memperluas akses masyarakat terhadap sumber bacaan.

Mahasiswa Sastra Arab UGM diperkenalkan dengan berbagai contoh praktik kewirausahaan sosial, baik dari kancah internasional maupun lokal. Kisah inspiratif seperti Grameen Bank di Bangladesh, Warby Parker di Amerika Serikat, hingga Gerakan Literasi Nasional di Indonesia menjadi bukti nyata bagaimana kewirausahaan sosial mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekaligus mendorong kemandirian. Tidak hanya itu, praktik terbaik dari Yogyakarta, seperti CV Agradaya Indonesia yang fokus pada pertanian rempah berkelanjutan, Yayasan Penyandang Cacat Mandiri yang memberdayakan difabel melalui kerajinan kayu, serta Sayur Sleman Academy yang mencetak agripreneur muda, turut dihadirkan sebagai sumber motivasi dan inspirasi langsung dari lingkup sekitar mahasiswa.

Kuliah ini juga menyoroti tantangan nyata gerakan literasi, seperti keterbatasan sumber daya, kurangnya motivasi siswa, hingga hambatan akses teknologi. Namun, mahasiswa diajak untuk melihat tantangan ini sebagai peluang berinovasi melalui kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian, literasi tidak hanya hadir di ruang kelas, tetapi juga hidup dalam aktivitas komunitas, budaya lokal, hingga ruang digital.

Melalui pertemuan ini, mahasiswa Sastra Arab tidak hanya mendapatkan pemahaman konseptual tentang kewirausahaan sosial, tetapi juga ditantang untuk mengembangkan gagasan nyata berbasis sastra dan bahasa yang dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas. Perkuliahan ini sekaligus mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 4 (Quality Education) dengan menguatkan gerakan literasi, SDG 8 (Decent Work and Economic Growth) dengan mendorong lahirnya usaha sosial yang menciptakan pekerjaan bermakna, serta SDG 10 (Reduced Inequalities) melalui program-program pemberdayaan yang inklusif.

[Sastra Arab, Muhammad Ardiansyah]

Fellowship Training 2025 – 청춘은 멈추지 않는다

Rilis Berita Selasa, 23 September 2025

Yogyakarta, 13-14 September 2025 – Pada Sabtu dan Minggu 13-14 Agustus 2025, Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Korea UGM menyelenggarakan kegiatan rutin Fellowship Training yang pada tahun ini bertema 부석순 [Buseoksun] (SEVENTEEN) ‘청바지’ [Cheongbaji] yang merupakan akronim 청춘은 바로 지금 [Cheongchuneun Baro Jigeum] yang berarti “masa muda adalah sekarang” yang diambil dari boygroup SEVENTEEN yang berjudul “청바지” [Cheongbaji]. Hari pertama di Auditorium Soegondo Lt.7 dan hari kedua dilaksanakan di halaman Greenland Margono. Acara ini diikuti oleh mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Korea angkatan 2025 dan angkatan 2024 sebagai panitia. 

Pada hari pertama, rangkaian acara Fellowship Training 2025 dimeriahkan oleh Larasati Luhur Satyaningrum mahasiswi angkatan 2022 dan Vanesa Olivia (Program Officer KF dan writer CoppaMagz) sebagai tamu pembicara sesi Talkshow. Lewat sesi ini, para senior memberi informasi terkait seluk beluk program studi program studi Bahasa dan Kebudayaan Korea di UGM. Setelah sesi Talkshow, acara Fellowship Training 2025 juga dimeriahkan dengan berbagai penampilan mahasiswa baru Angkatan 2025, seperti sing, drama, dan dance yang sangat menghibur.  

Acara Fellowship Training 2025 kembali dilanjutkan pada tanggal 14 September 2025. Rangkaian acara hari kedua ini dimeriahkan dengan senam bersama, Random Play Dance, dan berbagai games seru seperti Korean Tongue Twister, Ddakji, Guest The Song, Telepathy, Estafet Balon, Cham Cham Cham, Puzzle Idol, Absolute Pitch, Rabbit Game, dan diakhiri dengan Mugunghwa Game. 

Fellowship Training 2025 ini merupakan salah satu program kerja HIMAHARA yang bertujuan untuk menguatkan rasa kebersamaan dan mengenalkan program studi Bahasa dan Kebudayaan Korea kepada mahasiswa baru Angkatan 2025. Selain itu, kegiatan ini juga dapat menjadi salah satu sarana untuk mendapatkan informasi mengenai kesempatan yang dapat dimanfaatkan kedepannya, serta menciptakan komunitas yang baik dalam mendukung perkuliahan.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan akses akun Instagram HIMAHARA @himaharaugm.

[HIMAHARA/Allysa Fadhia P. dan Frida Astikasari]

Magister Sastra FIB UGM Gelar Lokakarya Menembus Jurnal Bereputasi: Strategi Penulisan dan Publikasi Artikel Ilmiah

HEADLINE Kamis, 18 September 2025

Yogyakarta, 17/9/2025 – Program Studi Magister Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada mengadakan lokakarya akademik yang mengusung tema “Menembus Jurnal Bereputasi: Strategi Penulisan dan Publikasi Artikel Ilmiah”. Acara yang berlangsung pada Rabu (17/9) di Auditorium C Gedung Poerbatjaraka ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., guru besar Fakultas Ilmu Budaya UGM, dan Adwidya Susila Yoga, S.Pd., M.A., akademisi sekaligus praktisi publikasi ilmiah. Acara dipandu oleh Nada Nadillah sebagai moderator.

Dalam pemaparannya, Prof. Wening Udasmoro menekankan bahwa menulis artikel untuk jurnal bereputasi memerlukan ketegasan dalam pemilihan isu dan ketelitian dalam membangun metodologi penulisan. “Hal pertama yang harus diperhatikan adalah material atau isu. Isu yang kuat adalah isu yang spesifik, kontekstual, dan menantang secara intelektual. Jangan terjebak pada isu yang klise,” jelasnya.

Beliau mencontohkan beberapa topik yang bisa menjadi pintu masuk segar dalam penelitian sastra, seperti isu LGBTQ+ di negara Muslim, aborsi di negara Muslim, hingga pemberontakan pengarang perempuan di Indonesia terhadap dominasi penulis laki-laki. 

Prof. Wening juga menekankan pentingnya literature review yang berbasis kebaruan (novelty). “Literature review adalah fondasi. Dari situlah kita bisa menunjukkan kontribusi pada perdebatan akademis. Kalau hanya mengulang penelitian lama, tulisan kita tidak akan dianggap kompeten,” tegasnya.

Sesi kedua dilanjutkan oleh Adwidya Susila Yoga, S.Pd., M.A. yang menekankan pentingnya kecermatan dalam mencari jurnal sasaran, serta perlunya menentukan topik yang akan dibahas dalam artikel. “Menulis artikel itu tidak bisa dilepaskan dari pemetaan topik dan storyline yang jelas. Setelah itu, kita perlu melakukan sourcing dengan optimal, jangan sampai referensi hanya menumpuk di bagian pendahuluan tapi minim di pembahasan. Tahap berikutnya adalah journal hunt, yakni mencari jurnal yang sesuai dengan topik, konsisten, dan bereputasi baik,” paparnya.

Beliau juga mengingatkan bahaya jurnal predator. “Kalau sebuah jurnal punya frekuensi terbit yang terlalu tinggi, proses review yang terlalu cepat, E-ISSN yang tidak valid, atau biaya publikasi yang ambigu, kita harus waspada. Itu biasanya tanda jurnal predator,” ungkapnya.

Lebih jauh, ia mendorong mahasiswa memanfaatkan teknologi. “Gunakan perangkat digital seperti Grammarly, DeepL, Vosviewer, bahkan AI, tapi penggunaannya harus bisa dipertanggungjawabkan secara akademis. Jangan hanya asal pakai,” jelasnya.

Lokakarya ini berlangsung dinamis dengan sesi tanya jawab antara peserta dan narasumber. Naria (Magister Sastra UGM) yang menyinggung soal pemilihan objek material. “Apakah objek material harus karya sastra yang sudah mendapat penghargaan? Dan apakah research question itu harus selalu berangkat dari teori?” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Prof. Wening menjelaskan, “Objek material tidak harus karya yang sudah mendapat penghargaan. Yang lebih penting adalah isu yang ingin kita tawarkan. Fokuskan pada kebaruan dan perspektif yang kita hadirkan, bukan pada kredibilitas karya. Untuk research question, itu bisa berangkat dari masalah yang ingin dikaji, bukan semata-mata dari teori.”

Sementara itu, Andi (Magister Administrasi Publik UGM) menanyakan cara menyeimbangkan penelitian lokal dengan isu global. “Kekuatan penelitian di Indonesia adalah bukti empiris yang kaya. Bagaimana cara menyeimbangkannya dengan isu global agar tetap relevan?” tanyanya.

Prof. Wening menegaskan, “Kuncinya adalah fokus pada isu yang kontekstual tapi tetap membuka diri pada perdebatan global. Ambil isu yang orang lain belum banyak tahu, lalu kaitkan dengan diskursus yang lebih luas. Dengan begitu, penelitian kita akan punya daya tarik internasional.”

Lokakarya ini berhasil memberikan wawasan mendalam mengenai strategi menulis artikel ilmiah dan menembus jurnal bereputasi. Para peserta tidak hanya mendapat teori, tetapi juga panduan praktis dari para narasumber. Dengan semangat ini, Magister Sastra FIB UGM berharap mahasiswa mampu menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas, kontributif, dan mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional.

Penulis: Marsya Kamila/Humas Magister Sastra

FIB UGM Gelar Kuliah Gender dan Seksualitas, Bahas Identitas dan Keberagaman di Masyarakat

HEADLINERilis Berita Rabu, 20 Agustus 2025

Yogyakarta, 20 Agustus 2025 — Program Studi Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Gadjah Mada kembali membuka Kuliah Gender dan Seksualitas yang menjadi bagian dari kurikulum rutin setiap semester. Pada semester ini, perkuliahan dijadwalkan berlangsung setiap hari Rabu pukul 07.15–09.45 WIB, mulai 20 Agustus hingga 5 Desember 2025, dan bertempat di Ruang Kuliah Gedung R. Soegondo, FIB UGM. 

Mata kuliah ini dirancang untuk memberikan pemahaman kritis mengenai perbedaan antara konsep jenis kelamin (sex), gender, dan seksualitas. Melalui perkuliahan ini, mahasiswa diajak untuk memahami mengapa pembedaan konsep tersebut semakin penting di tengah perubahan sosial dan budaya masyarakat modern. 

Berbagai isu menarik menjadi bagian dari topik pembahasan, mulai dari tabu seks, identitas seksual, hingga perilaku dan ekspresi gender dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa juga akan mempelajari bagaimana identitas gender saling berhubungan dengan faktor lain seperti kelas sosial, etnisitas, ras, usia, dan agama. Pendekatan interseksional digunakan agar peserta kuliah dapat melihat keterkaitan antara beragam identitas yang membentuk pengalaman seseorang di masyarakat. 

Selain memperkaya wawasan akademik, kuliah ini juga menyoroti implikasi sosial dan budaya dari isu-isu gender dan seksualitas, khususnya dalam konteks Indonesia dan Asia Tenggara. Mahasiswa didorong untuk berpikir kritis, mempertanyakan norma sosial, serta memahami berbagai bentuk keberagaman manusia tanpa melepaskan konteks lokal yang melingkupinya. 

Kuliah Gender dan Seksualitas terbuka bagi mahasiswa Program Studi Antropologi Budaya dan program studi lain di FIB UGM. Perkuliahan ini menjadi wadah bagi mereka yang ingin mendalami studi gender, seksualitas, dan identitas dari perspektif antropologi sekaligus memperluas cara pandang terhadap kompleksitas kehidupan sosial di masa kini.

Foto: Freepik.com

[Humas FIB UGM, Candra Solihin]

Korea Utara: Di Balik Mitos, Realitas, dan Imajinasi

Rilis BeritaSDGSSDGs 10: Berkurangnya kesenjanganSDGs 16: Perdamaian Keadilan dan Kelembagaan Yang Tangguh Jumat, 25 Juli 2025

Yogyakarta, 24 Juli 2025 – Dalam pandangan dunia luar, Korea Utara selalu diselimuti oleh tabir misteri. Banyak orang mengenal negara ini lewat laporan media, kesaksian para pembelot, atau bahkan lelucon yang beredar di internet. Namun, jika kita menelusuri lebih dalam mengenai teknologi, kebebasan rakyat, dan kondisi kehidupan di sana, kita akan menemukan kenyataan yang sangat berbeda dari dunia yang kita kenal. Korea Utara bukan negara yang sepenuhnya tertinggal, melainkan negara yang membangun sistem terpusat dengan fokus utama pada stabilitas rezim dan kekuatan militer . Korea Utara adalah masyarakat otoriter di mana kemajuan teknologi hidup berdampingan dengan penindasan terhadap rakyatnya.

Kemajuan teknologi Korea Utara sangat berorientasi pada militer. Sejak tahun 2006, negara ini aktif melakukan uji coba nuklir, mengembangkan peluru kendali balistik antarbenua (ICBM), satelit militer, dan teknologi bahan bakar padat. Kemampuan serangan sibernya juga menimbulkan kekhawatiran global, dengan kelompok peretas seperti Lazarus Group yang diduga berada di balik sejumlah serangan dunia maya besar.

Di bidang teknologi informasi, Korea Utara memiliki ponsel dan sistem operasi buatan sendiri seperti Arirang dan Red Star OS, yang hanya terhubung ke intranet nasional bernama “Kwangmyong” — jaringan lokal yang dikontrol ketat pemerintah. BBC bahkan mengungkap bahwa ponsel buatan Korea Utara dilengkapi sistem pemantauan internal yang dapat merekam layar dan melaporkan perilaku yang dianggap menyimpang, mencerminkan betapa ketatnya kontrol negara terhadap informasi.

Tak hanya dalam akses informasi, kebebasan bergerak pun dibatasi. Warga tidak dapat bepergian antardaerah tanpa izin resmi berupa “surat perjalanan”. Sistem sosial bernama songbun, yang mengklasifikasikan warga berdasarkan latar belakang keluarga, menentukan siapa yang boleh masuk ke kota-kota istimewa seperti Pyongyang. Tempat wisata alam seperti Gunung Myohyang dan Gunung Kumgang pun umumnya hanya terbuka bagi pejabat tinggi atau turis asing, bukan untuk rakyat biasa.

Pakaian warga Korea Utara juga sangat diatur. Seragam militer hanya boleh dikenakan oleh tentara, sementara masyarakat umum seperti pelajar dan pekerja diwajibkan memakai pakaian seragam yang sederhana. Pakaian mencolok atau bergaya individual dianggap sebagai simbol pengaruh budaya Barat. Celana jeans, misalnya, pernah dilarang sepenuhnya karena dianggap sebagai simbol kapitalisme. Meski kini mulai muncul kembali di pasar gelap, penggunaannya tetap terbatas, terutama di kota-kota besar seperti Pyongyang. Di sana, jeans bukan sekadar pakaian, melainkan simbol dari perlawanan ideologis.

Lalu, mengapa rakyat Korea Utara tidak memberontak? Jawabannya bukan karena mereka tidak mau, tetapi karena mereka tidak memiliki ruang untuk melakukannya. Pemerintah menutup akses informasi, sehingga rakyat sulit membandingkan kehidupan mereka dengan dunia luar. Kalaupun ada arus informasi yang masuk lewat pasar gelap, hanya segelintir orang yang bisa mengaksesnya. Mayoritas masih percaya bahwa Korea Utara adalah negara terbaik di dunia—atau setidaknya, mereka tidak bisa memastikan kebenarannya.

Indoktrinasi sejak kecil dan pemujaan terhadap pemimpin telah membentuk gambaran bahwa hidup tanpa pemimpin adalah mustahil. Rasa takut akan hukuman, bahkan yang bisa menyeret seluruh keluarga, membuat siapa pun enggan mengkritik, apalagi mengorganisir perlawanan. Ditambah lagi, sistem pengawasan sosial seperti “rapat evaluasi kehidupan” menciptakan lingkungan penuh kecurigaan, di mana teman bahkan keluarga bisa menjadi pelapor. Kepercayaan sosial pun runtuh, dan gerakan perlawanan sulit tumbuh.

Korea Utara bukan sekadar rezim jahat atau objek ejekan media, tetapi cermin ekstrem dari sebuah sistem otoriter yang menekan manusia hingga kehilangan hak memilih. Rakyat Korea Utara tidak diam karena tidak tahu, melainkan karena mereka tidak bisa berbicara atau bertindak tanpa risiko besar. Dari menonton drama Korea secara diam-diam, bertukar informasi di pasar gelap, hingga menyimpan pemikiran alternatif dalam hati—semua adalah bentuk kecil perlawanan dan kemanusiaan yang tetap menyala dalam tekanan. Memahami Korea Utara bukan sekadar mengenali sebuah negara, tetapi juga mengajak kita merenungi kembali makna kebebasan, kebenaran, dan kemanusiaan dalam kehidupan kita sendiri.

[National Chengchi University, Pan Ke En]

12345…23

Rilis Berita

  • 28 Mahasiswa Sastra Arab UGM Berpartisipasi dalam UNDIP Muslim Festival 2025
  • Membincangkan Relevansi Sastra Jawa pada Masa Kini dalam Kuliah Sejarah Sastra Jawa
  • Book Talk: Novel Kontemporer Hidupkan Tradisi Literasi di Perpustakaan FIB UGM
  • Magister Sastra UGM Selenggarakan Kuliah Umum Penulisan Kreatif bertajuk Menelusuri Identitas Diri Melalui Fiksi
  • Kunjungan Akademik Magister Susastra UNDIP ke Magister Sastra UGM sebagai Ajang Berbagi Pengalaman dan Mempererat Kolaborasi

Arsip Berita

Video UGM

[shtmlslider name='shslider_options']
Universitas Gadjah Mada

Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Jl. Nusantara 1, Bulaksumur Yogyakarta 55281, Indonesia
   fib@ugm.ac.id
   +62 (274) 513096
   +62 (274) 550451

Unit Kerja

  • Pusat Bahasa
  • INCULS
  • Unit Jaminan Mutu
  • Unit Penelitian & Publikasi
  • Unit Humas & Kerjasama
  • Unit Pengabdian kepada Masyarakat & Alumni
  • Biro Jurnal & Penerbitan
  • Teknologi Informasi dan Pangkalan Data
  • Pusaka Jawa

Fasilitas

  • Perpustakaan
  • Laboratorium Bahasa
  • Laboratorium Komputer
  • Laboratorium Fonetik
  • Student Internet Centre
  • Self Access Unit
  • Gamelan
  • Guest House

Informasi Publik

  • Daftar Informasi Publik
  • Prosedur Permohonan Informasi Publik
  • Daftar Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Daftar Informasi Wajib Berkala

Kontak

  • Akademik
  • Dekanat
  • Humas
  • Jurusan / Program Studi

© 2024 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju