Sastra dan seni merupakan aktivitas manusia yang secara historis ditujukan untuk mengasah akal dan budi manusia. Dua hal tersebut seringkali menjadi garda depan perjuangan kemanusiaan ketika aspek-aspek lain gagal mendobrak otoritarianisme sebuah rezim. Di berbagai penjuru dunia, sastra dan seni merupakan salah satu ekspresi yang dipergunakan untuk menggambarkan kesemrawutan tatanan sosial dalam kehidupan.
PRESS RELEASE LAUNCHING PENGHARGAAN SENI DAN SASTRA 2017Rilis Berita
Title
Pop patriotism and violent memories:
Remembering the Indonesian War of Independence through contemporary Indonesian popular culture
Speaker
Arnoud Arps
Amsterdam School for Cultural Analysis | University of Amsterdam, the Netherlands
Abstract
In this lecture I will elaborate on my PhD-project on the basis of several examples from my ongoing fieldwork. My PhD-project investigates how cultural memories of the violence during the Indonesian War of Independence (1945-1949) are produced, constructed and consumed through contemporary Indonesian popular culture. For the past few years, Indonesian popular culture has been structurally and continuously referring to the Indonesian War of Independence, including its atrocities. This project takes Indonesian war-themed popular culture – e.g. film, fashion and literature – as its object of study.
By analysing production, textual and reception practices of war-themed popular culture, my project maps these emergent popular memory cultures. The project takes cultural and prosthetic memory (Assmann 1995, Landsberg 2004) as its conceptual point of departure and will first analyse how producers of war-themed popular culture negotiate memories of the war during the production process. Second, the project will analyse how popular cultural products construct memories of the Indonesian War of Independence. Third, it analyses how Indonesians consume – i.e. read, negotiate, contest – these popular cultural memories.
Image
‘Respect Heroes – Damn! I Love Indonesia’ photo taken by Arnoud Arps (2017)
Untuk kesekian kalinya dalang Ki Eddy Pursubaryanto, staf pengajar di Departemen Antar Budaya FIB-UGM dan Prodi Sastra Inggris FIB-UGM berpentas di luar negeri. Kali ini Ki Eddy Pursubaryanto diundang untuk mementaskan Wayang Kulit Purwa dan memberi beberapa master class tentang wayang kulit purwa dan gamelan dalam Festival Indonesia ke 2, 2017. Festival yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Indonesia Rusia dan Belarus, di Moskow berlangsung dari tanggal 4-6 Agustus 2017 mengambil tempat di Hermitage Garden, Moskow, Rusia. Selama 3 hari penyelenggaraan festival Ki Eddy menampilkan empat kali pertunjukan, dua master class tentang wayang kulit dan gamelan, serta memberikan kuliah berjudul “The Wandering of Rama .
Lakon yang dipilih untuk pementasan wayang kulit purwa adalah The Fall of Dasamuka dari episode Ramayana. Menurut Ki Eddy, lakon ini memberi pesan tentang perdamaian dunia. Pementasan wayang kulit yang berlangsung rata-rata selama 50-60 menit dilakukan dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan secara langsung ke bahasa Rusia.
Iringan pertunjukan wayang kulit dilakukan secara live oleh kelompok Seni Karawitan DADALI dari KBRI Moskow yang dilatih oleh Tri Koyo, S.Sn. (alumnus Institut Seni Yogyakarta). Kelompok ini mempersiapkan latihan selama dua bulan. Para anggotanya adalah warga rusia dan beberapa orang Indonesia.
link uoutube: https://www.youtube.com/watch?v=bBUuOBRRZ4E&feature=youtu.be
DADALI KBRI MOSKOWLomba Sastra dan Seni ke-4 Tahun 2017
Revitalisasi Penghargaan Terhadap Perbedaan
Sastra dan seni merupakan aktivitas manusia yang secara historis ditujukan untuk mengasah akal dan budi manusia. Dua hal tersebut seringkali menjadi garda depan perjuangan kemanusiaan ketika aspek-aspek lain gagal mendobrak otoritarianisme sebuah rezim. Di berbagai penjuru dunia, sastra dan seni merupakan salah satu ekspresi yang dipergunakan untuk menggambarkan kesemrawutan tatanan sosial dalam kehidupan.
Jika dikaitkan dengan konteks kekinian, kesemrawutan tatanan kehidupan sosial terlihat nyata dengan hadirnya media dengan kemampuannya menyampaikan bahkan mengerahkan opini massa. Kehadiran media memberikan peran penting dalam penyampaian pendapat. Pada satu sisi, pendapat-pendapat tersebut memberi kesempatan kepada orang untuk menulis. Akan tetapi, pada sisi lain, terkadang pendapat yang disampaikan tersebut menjadi suatu persoalan tersendiri jika dalam penyampaiannya meninggalkan aspek-aspek kesantunan dan kecendikiaan.
Kuasa media massa menjadi semakin tidak terkendali ketika ruang virtual terbuka lebar. Kata-kata yang tidak santun seperti hinaan, cacian, hingga sumpah serapah banyak dijumpai dalam berbagai “kicauan’ yang disampaikan. “Kicauan-kicauan” tersebut ditemukan dalam wadah media-media sosial yang seringkali menimbulkan persoalan tersendiri.
Kehadiran sastra dan seni yang pada masa lalu pernah menjadi garda depan pengasah budi, tiba-tiba tergantikan oleh kehadiaran media massa dalam bentuk sosial media. Karya sastra mengalami penurunan penikmat, dibuktikan dengan semakin mengecilnya ketertarikan mahasiswa pada kajian puisi dan prosa. Hal ini sangat ironis, karena kedua genre sastra tersebut menempati peran penting sebagai salah satu sarana pengasah budi pekerti dengan menghadirkan makna-makna semiotika yang memerlukan kecerdasan pikiran dan perasaan untuk memahaminya.
Dalam usaha menjelaskan kembali pentingnya sastra dan seni sebagai pengasah budi dan kecendikiaan, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kegiatan Lomba Sastra dan Seni 2017. Kegiatan ini diselenggarakan dengan maksud sebagai salah satu langkah nyata dalam usaha memberi ruang ekspresi kepada para pelaku sastra dan seni untuk mengembangkan sastra dan seni dengan terus berkarya. Di samping itu, kegiatan ini juga ditujukan untuk memicu kemballi gairah bersastra-seni sebagai salah satu alternatif sarana mengasah budi dan kecendikiaan.
Lomba Sastra dan Seni 2017 kali ini mengangkat tema Revitalisasi Penghargaan Terhadap Perbedaan. Tema tersebut diangkat untuk mengingatkan kembali realitas bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural, bangsa yang dalam sejarahnya memiliki sejarah panjang dalam menghargai keberagaman dalam berbagai aspek kehidupan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam aspek tersebut toleransi terhadap perbedaan sangat kental dalam berkehidupan.
Sastra dan Seni yang dilombakan antara lain:
1. Lomba penulisan puisi yang telah dipublikasikan lewat media sosial (telah diviralkan)
2. Lomba penulisan cerita pendek untuk karya yang sudah disebarluaskan lewat blog dan media sosial
3. Lomba penulisan kritik sastra yang sudah disebarluaskan lewat media sosial
4. Lomba fotografi
5. Lomba penulisan meme yang sudah disebarluaskan lewat media sosial
6. Lomba pembuatan film dengan durasi maksimal 10 menit
7. Lomba pembuatan profil Fakultas Ilmu Budaya dengan durasi 7 menit
Lomba terbuka bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Materi lomba yang diviralkan harus diberi identidas bahwa materi tersebut untuk lomba Sastra dan Seni FIB UGM 2017. Batas akhir pengumpulan materi lomba 30 September 2017. Penjurian 5-20 Oktober 2017. Pengumuman lomba akan dilaksanakan pada acara Malam Anugerah Sastra dan Seni ke-4 Tahun 2017 Universitas Gadjah Mada, di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri UGM, pada 10 November 2017, pukul 19.00-22.00 WIB.
[gview file=”https://fib.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/10/2017/07/HADIAH-DAN-KETENTUAN.docx”]
Diskusi dan Peluncuran Buku: Revolusi Tak Kunjung Selesai Potret Indonesia Masa Kini
Rabu, 29 Maret 2017
pukul 12.30 – 14.30
Ruang Multimedia Gedung Margono Lt.2
Pembahas:
Remy Madinier
Heddy Shri Ahimsa-Putra
Agus Suwignyo
MESKI TERPAUT JARAK dan tiada tambatan sejarah masa lampau–kecuali di era singkat zaman Napoleon–Prancis sudah sejak lama mengembangkan kepakaran ilmiah mengenai Indonesia. Lahir dari tradisi studi orientalis yang diusung EFEO (Pusat Studi Timur Jauh Prancis) dan Inalco (Institut Nasional Bahasa dan Kebudayaan Timur), kajian Indonesia sudah sedari mula melepaskan diri dari wawasan kepentingan kolonial. Sejak beberapa dasawarsa terakhir, bertolak dari tradisi pendekatan multidisipliner mazhab sejarah Annales, teropong ilmu-ilmu sosial Prancis berhasil menyajikan pandangan menakjubkan atas negeri seberang ini berkat sokongan berharga dan kerjasama erat dengan lembaga-lembaga penelitian Indonesia.
Buku ini, buah kerjasama 27 ilmuwan spesialis (18 ilmuwan Prancis, 9 ilmuwan Indonesia), menyajikan rangkaian ulasan disipliner namun mudah dicerna dari penelitian ilmu-ilmu sosial terkini mengenai Indonesia. Para pakar geogra , anthropologi, ilmu sejarah, ekonomi, politik, kesusasteraan, memaparkan di sini serentang panorama luas guna memahami pokok- pokok permasalahan kependudukan, keruangan publik, keberagamaan, dan kebudayaan dari negara yang kini tengah melaju kencang sebagai suatu kekuatan adidaya regional, termasuk tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa muda ini terutama sejak transisi hebat menuju demokrasi pada 1998.
Rémy Madinier.