Candi merupakan salah satu tinggalan budaya yang kini menjadi Objek Daya Tarik Wisata (ODTW). Tidak terhitung lagi berapa banyak pengunjung Borobudur maupun Prambanan saat liburan tiba. Estetika, nilai historis dan nilai budaya adalah hal yang menarik orang untuk menyambangi candi. Meski begitu, poin terakhir yakni nilai budaya masih sangat kurang menyentuh pengunjung, sebagai contoh, relief yang bermuatan filosofis tinggi dan mengandung ajaran moral sangat sedikit dipahami, bahkan cerita apa yang dipahatkan saja terkadang masih sangat susah untuk diketahui oleh pengunjung. Kondisi ini kemudian direspon oleh Rachmat Krismono (Arkeologi), Assajie Satyananda (Arkeologi) dan Tommy Wahyu (Ilmu Komputer) dalam bentuk aplikasi pembaca relief bernama Nirbana yang diikutkan pada ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang karsa cipta.
Aplikasi Nirbana yang kini sudah bisa diunduh di play store merupakan aplikasi berbasis teknologi Speed-up Robust Feature sebagai komponen yang digunakan untuk mengidentifikasi relief Candi, memanfaatkan teknologi Hierarchical K-means sebagai media olahan data dan Augmented Reality teknologi sebagai media output dalam bentuk visual grafis. Cara kerja aplikasi Nirbana cukup mudah, yakni hanya perlu mengarahkan gawai ke arah relief yang diinginkan untuk diketahui informasinya. Untuk sementara, ketersediaan relief baru mencakup tiga candi saja, yakni Prambanan, Borobudur dan Sojiwan. Ke depan, tim Nirbana berharap agar data relief bisa bertambah lagi, supaya masyarakat semakin mudah untuk mengakses informasi mengenai relief di tiap candi.
Penciptaan yang kreatif dan bermanfaat ini pun lolos dan didanai oleh Dikti. Sebagai salah satu luaran penelitian, tim Nirbana melakukan pameran sekaligus peluncuran aplikasi pada 26-28 Juni 2019 di Selasar Gd. Margono lt.1. Pameran ini juga dibarengi dengan Pameran Kepala Arca di Borobudur yang diselenggarakan oleh mahasiswa pascasarjana Arkeologi. Pameran yang berlangsung selama tiga hari ini disambut dengan antusias oleh pengunjung yang kebanyakan merupakan warga FIB dan juga institusi terkait. Selain pameran, ada pula lokakarya dan diskusi sebagai aktivasi dari pameran ini yang diselenggarakan pada hari terakhir (28/6) bersama Balai Konservasi Borobudur.[tyassanti]
HEADLINE
Hari ini, Jumat, 21 Juni 2019, Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB UGM, mendapat kunjungan dari Kyung Hee University, Sogang University, dan Chonbuk University. unjungan tersebut dilakukan dalam rangka mempererat kerja sama dengan Prodi Bahada dan Kebudayaan Korea FIB UGM yang telah berlangsung sejak tahun 2010. Ketiga universitas tersebut mengharapkan agar student exchange ditingkatkan. Bahkan, Wakil Dekan FIB UGM, Dr. Setiadi, berharap agar kerja sama tdk hanya dalam bidang bahasa, tetapi juga bidang-bidang yang lain.
Program Studi Sastra Jepang FIB UGM kembali membuktikan prestasinya. Kali ini salah satu mahasiswa Prodi Sastra Jepang, Akbar Rizqi Dhea Habibi, atau yang akrab disapa Rizqi berhasil mendapatkan posisi ke-2 pada lomba kaligrafi Jepang atau Shuuji Contest yang diadakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung pada 6 April 2019. Dirinya juga telah beberapa kali mendapatkan prestasi di bidang ini pada kompetisi-kompetisi lain sebelumnya. Akan tetapi, kompetisi kali ini menurutnya lebih menantang.
“Shuji contest yang saya ikuti kali ini pesertanya lebih beragam dari beberapa universtas di Pulau Jawa, dan peserta lainnya pun saya rasa tulisannya bagus-bagus semua, sempat membuat tangan saya gemetaran saat menulis,” ujar Rizqi.
Meskipun hanya mendapat peringkat ke-2, namun Rizqi berhasil mengalahkan kontingen lain dari beberapa universitas di Jawa Timur dampai Jawa Barat. Posisi pertama berhasil diraih oleh kontigen dari STBA Yapari ABA Bandung dan posisi ketiga oleh kontingen dari UPI.
Lomba ini merupakan salah satu rangkaian acara tahunan Japanzuki Show, yakni event tahunan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Bahasa Jepang (Himabaja) UPI, dibawah supervisi dari Departemen Pendidikan Bahasa Jepang (DPBJ) UPI. Event ini diselenggarakan sebagai ajang bagi para pembelajar bahasa Jepang dan pecinta ke-Jepangan unjuk berkreativitas dan saling bertukar ilmu mengenai budaya maupun bahasa Jepang.
Rizqi Berharap agar adik-adiknya juga mau menekuni bidang ini, “saya harap adik-adik saya di prodi Sastra Jepang UGM juga mau lebih serius belajar dan menekuni shuuji,” tambahnya.
Empowering Arts & Cultural Organization
Yogyakarta, Marc 8, 2019
709 Room 7rd floor, Soegondo Building FIB UGM
08.00 a.m – 04.00 p.m
Modern day city is witnessing an urban transformation of an entirely novel scale and speed in many different areas spanning from social dimension to environmental issues. Modern cities are places of residence, manufacture, employment, trade, education, innovation and creativity, and political and social action. At the same time, they are also places where poverty, wealth, deprivation, gender inequality, and social exclusion. In many developing countries, these cities’ challenges have been exacerbated by the rapidly increased of population number. UN forecasts show that in 2050, 66 percent of the world’s population is projected to be urban dwellers. It will absolutely create further challenges concerning access to resources such as clean water and electricity, as well as housing, social infrastructure, and sanitation, reducing the liveability of a city. Consequently it comes as no surprise that a search for city’s problems solution has put pressure on citi¬zens, politicians, and bureaucrats as well as businesses and intelletuals.
While the discussion of city sustainability has been centred on economic and social factors, there is increasing evidence that arts and culture make a positive contribution to the liveability of a city. Cultural institutions attract tourists, provide thousands of jobs, and contribute to resident well-being and quality of life. Arts and culture have also played a pivotal role in reshaping the identity of a city which deals more on the quality and diversity of its cultural activities and services than with its economic or commercial functions. Although it may have less economic contribution, in longer term, a vibrant cultural sector and a good place for residents to ‘work, live and play is critical to ensuring the well-being of residents, improving social connections, lowering stress, improving school effectiveness, raising community awareness, and enhancing civic engagement. Thus in the face of an increasingly globalised multidimensional challenge, aside from conventional improvements to the ‘hard’ infrastructure of cities and regional areas, attention must be paid to the cultural infrastructure, providing services and activities that encourage expressions of cultural diversity and encourage networking and creativity.
Against this background, the 17th URP Forum will address several issues concerning the role of arts and culture in city development. The cultural distinctiveness of city, the arts and a vibrant creative economy are seen as resources and assets in this process. All this means that the seminar will address a very broad theme encompassing the dynamic history of city, public arts and urban design, city’s heritage conservation, urban cultural and environmental issues, and creative city.
Speakers:
1. Assoc. Prof. Dr. Takako Iwasawa. (Hokaido University of Education)
2. Ms. Aiko Kurahara. (Higashiyama Artists Placement Service)
3. Dwi Pradnyawan, M.A. (Archeology Dept., UGM)
4. Wildan Sena Utama, M.A. (History Dept., UGM)
5. Anon Suneko, M.Sn. (Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta)
6. Warsono, M.A. (Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta)
Pendaftaran dibuka mulai tanggal 21 Januari 2019 hingga 31 Januari 2019 selama jam kerja kantor (09.30~16.00). Tempat pendaftaran di PRODI Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB UGM lt.6 Gedung Soegondo R. S626.
Info pendaftaran