Yogyakarta, 21 November 2025 – Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Muhammad Anis Matta, Lc., menegaskan bahwa peta jalan integrasi Indonesia dengan dunia Islam harus dibangun di atas kekuatan nilai budaya yang menjadi karakter peradaban bangsa. Materi ini beliau sampaikan pada kegiatan Kuliah Kebangsaan bertema “Peta Jalan Integrasi Indonesia dengan Dunia Islam: Menggali Nilai Budaya dalam Politik Luar Negeri Indonesia” yang berlangsung di Auditorium Poerbatjaraka, FIB UGM. Kegiatan ini terselenggara atas kolaborasi LEM FIB UGM bersama MADARA UGM, IWDN, dan KMIB UGM.
Acara dibuka dengan rangkaian sambutan yang menekankan pentingnya peran mahasiswa dan ruang akademik dalam membangun orientasi diplomasi Indonesia ke dunia Islam. Ketua LEM FIB UGM, Azky Zidane Qoimul Haq, menyoroti kontribusi mahasiswa melalui jalur intelektual, penelitian, dan diskusi kritis, sementara Prof. Dr. JM. Muslimin, M.A., selaku pembina IWDN, mengapresiasi penyelenggaraan forum ini dan berharap dialog lintas budaya semacam ini terus berlanjut sebagai upaya menyiapkan arah diplomasi Indonesia di masa mendatang.
Sambutan terakhir disampaikan oleh Prof. Dr. Setiadi, S.Sos., M.Si., dekan FIB UGM, yang menegaskan komitmen fakultas untuk terus menghadirkan forum akademik strategis yang menghubungkan tradisi keilmuan humaniora dengan dinamika geopolitik global, agar mahasiswa tidak hanya menjadi pembaca realitas tetapi juga turut membentuknya.
Memasuki sesi inti, Kuliah Kebangsaan dipandu oleh Nafesya Amrina Rosada, S.S. sebagai moderator yang mengarahkan diskusi secara efektif dan inklusif. Materi utama disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Muhammad Anis Matta, Lc., yang menegaskan bahwa integrasi Indonesia dengan dunia Islam harus bertumpu pada kekuatan nilai budaya bangsa. Menurutnya, diplomasi Indonesia tidak cukup dibangun melalui kerja sama politik dan ekonomi, tetapi harus berangkat dari kontribusi nilai, identitas, dan peradaban yang menjadi karakter khas Indonesia.
Setelah pemaparan dari Wakil Menteri Luar Negeri Muhammad Anis Matta, sesi diskusi memasuki tahap yang semakin interaktif dan mendalam. Topik mengenai konflik Israel Palestina menjadi pemantik utama yang membuat dinamika forum menghangat. Dalam ruang dialog tersebut, mengemuka pembacaan kritis bahwa kolonialisme Israel telah mengalami transformasi panjang dari kolonisasi etnis yang berorientasi pemindahan penduduk, menjadi kolonialisme ideologis yang bertumpu pada legitimasi religius, keamanan, dan nasionalisme. Praktik genosida dan pelanggaran HAM yang berlangsung secara sistematis menjadikan Israel semakin terisolasi di mata komunitas internasional, sekaligus mengikis dukungan global yang sebelumnya kuat di Barat.
Wakil Menteri menegaskan bahwa sikap Indonesia terhadap Palestina tetap teguh pada prinsip two-state solution dengan landasan moral utama berupa penyelamatan nyawa manusia sebelum membicarakan pilihan politik apa pun. Beliau juga menyampaikan bahwa spektrum dukungan Indonesia tidak lagi terbatas pada diplomasi kemanusiaan, tetapi berkembang menuju kesiapan dukungan pertahanan bila diperlukan, meskipun tetap menjaga independensi Indonesia dari polarisasi geopolitik dan blok ideologis global.
Pembahasan kemudian bergeser ke isu mengenai rencana pembangunan “Kampung Haji” di Makkah. Forum mengulas bahwa lonjakan jumlah jemaah haji Indonesia yang dapat menembus lebih dari dua ratus ribu orang setiap musim mendorong kebutuhan akan fasilitas terpadu yang mampu memberikan layanan akomodasi dan pusat aktivitas komunitas secara lebih terstruktur. Kawasan ini dirancang bukan hanya untuk kenyamanan, tetapi juga sebagai penguatan eksistensi dan jejaring masyarakat Indonesia di Tanah Suci. Dalam rencana tersebut, Danantara diproyeksikan menjadi pihak pengelola pembangunan serta tata kelola kawasan agar berjalan profesional, modern, dan berkelanjutan.
Sesi diskusi semakin kaya ketika fokus forum beralih pada diplomasi kebudayaan sebagai penopang politik luar negeri. Wakil Menteri menggarisbawahi bahwa Indonesia memiliki karakter peradaban yang khas yakni sintesis harmonis antara agama, demokrasi, dan budaya. Identitas ini dinilai sebagai kekuatan strategis yang dapat memberikan kontribusi besar bagi dunia Islam. Namun beliau juga menyoroti tantangan internal berupa kecenderungan masyarakat Indonesia yang belum terbiasa mempromosikan keunggulan bangsanya sendiri di panggung internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius untuk menerjemahkan gagasan keagamaan, sosial, dan kebangsaan Indonesia ke dalam bahasa Arab agar dapat dikomunikasikan lebih efektif kepada publik Timur Tengah. Dengan demikian, diplomasi pemikiran dan diplomasi budaya dapat berpadu selaras dengan diplomasi politik.
Suasana hangat dan penuh apresiasi menutup rangkaian Kuliah Kebangsaan, yang memperluas wawasan tentang dinamika diplomasi Indonesia di dunia Islam sekaligus mempertegas kontribusi akademik terhadap agenda pembangunan global. Melalui penekanan pada diplomasi budaya, komitmen terhadap perdamaian Palestina, serta upaya menjembatani gagasan keagamaan dan kebangsaan Indonesia ke ranah internasional, kegiatan ini sejalan dengan berbagai tujuan SDGs, terutama SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh), dan SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan).
Penulis: Achmad Chozinatul Assror
Editor: Candra Solihin



