
Yogyakarta, 5 Mei 2025 – Kelas Percakapan Pemula 1 Reguler INCULS melakukan kuliah lapangan ke Museum Benteng Vredeburg. Sebelum menjadi museum, benteng yang terletak di sebelah utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini merupakan saksi sejarah bangsa Indonesia sejak zaman kolonial hingga pascakolonial. Oleh karena itu, museum ini menjadi daya tarik tersendiri bagi orang asing yang ingin belajar bahasa Indonesia sekaligus sejarahnya.
Pada awal didirikan, yaitu tahun 1787, tempat ini diberi nama Rustenburg yang berarti “benteng peristirahatan”. Seiring perkembangannya, benteng ini mengalami berbagai perubahan, terutama ketika pemugaran pada 1867 akibat gempa bumi, benteng ini berubah nama menjadi Vredeburg (benteng perdamaian). Kemudian, pada tahun 1987, benteng ini resmi menjadi museum yang dapat dikunjungi masyarakat umum.
Di Museum Benteng Vredeburg, mahasiswa INCULS berkesempatan melihat berbagai diorama yang menampilkan peristiwa-peristiwa bersejarah Indonesia. Mahasiswa juga mendengarkan penjelasan dari pemandu mengenai berbagai diorama yang menggambarkan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Mulai dari masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, perjuangan kemerdekaan, hingga masa setelah proklamasi. Mahasiswa tampak memperhatikan penjelasan dengan serius, terutama karena banyak kosakata yang baru mereka dengar berkaitan dengan sejarah.
Para mahasiswa menunjukkan antusias yang tinggi dan mengajukan pertanyaan seputar tokoh serta peristiwa bersejarah, sambil menerapkan kemampuan berbahasa mereka secara aktif. Setelah berkeliling museum, kuliah lapangan ini ditutup dengan foto bersama di halaman museum sebagai kenang-kenangan.
Kunjungan ke Museum Benteng Vredeburg ini menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran karena tidak hanya menambah pengetahuan mahasiswa tentang sejarah Indonesia, tetapi juga memperkaya pengalaman belajar bahasa Indonesia secara kontekstual dengan melihat langsung peninggalan sejarah sekaligus menyimak penjelasan. Melalui pengalaman ini, mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan berbahasa Indonesia mereka secara lebih alami.
[Humas INCULS, Karnesti Septianingrum]