Pada tanggal 6 Maret 2024 Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Jepang mengadakan webinar bekerja sama dengan Universitas Tsukuba, Jepang. Pembicara dari pihak UGM adalah Dr. Mulyadi, M.A. menyampaikan presentasi tentang penggunaaan istilah bahasa Jepang dalam penamaan nama usaha di wilayah Lamongan. Sedangkan pembicara dari pihak Universitas Tsukuba adalah Professor Baba Mika menyampaikan tentang penggunaan variasi kata ganti orang dalam karya sastra Jepang dan sejarahnya dari masa ke sama serta pengaruhnya dalam karya sastra Jepang. Saya bertugas menerjemahkan presentasi Dr. Mulyadi, M.A. ke dalam bahasa Jepang dan juga menerjemahkan presentasi Profesor Baba Mika ke dalam bahasa Indonesia. Webinar ini terbuka secara umum dan dihadiri peserta dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi.
Webinar ini diharapkan dapat memberikan pengetahun baru baik bagi peserta dari pihak Univeristas Tsukuba maupun dari pihak dalam negeri Indonesia. Penelitian yang dipaparkan Dr. Mulyadi, M.A. menyimpulkan bahwa penamaan nama usaha dengan istilah Jepang mengindikasikan bahwa pelaku usaha tersebut berasal dari kalangan muda yang mengenal kebudayaan popular Jepang. Sementara itu, penelitian yang dipaparkan oleh Profesor Baba Mika menunjukkan bahwa penggunaan variasi kata ganti orang pertama dalam karya sastra Jepang merupakan hal yang lazim digunakan dan hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan hubungan antar tokoh dalam sebuah cerita karena tingkat keakraban yang berbeda memerlukan kata ganti orang pertama yang berbeda pula dalam bahasa Jepang.
Setelah pemaparan materi kedua narasumber, diadakan sesi Tanya jawab sehingga peserta bisa mengonfirmasi pemahamannya atau bertanya jika terdapat penjelasan yang belum dimengerti. Dalam sesi Tanya jawab beberapa peserta dari Indonesia menyampaikan pertanyaan dan penerjemah juga bertugas menerjemahkan seluruh proses Tanya jawab.
Penerjemah lisan dalam forum webinar ini bertujuan agar seluruh peserta dapat memahami materi yang disampaikan karena peserrta dari pihak Jepang tidak memahami bahasa Indonesia dan audien dari Indonesia berasal dari beragam latar belakang yang tidak semuanya memahami bahasa Jepang. Penerjemahan dilakuakan dengan strategi one after another, yaitu penerjemah tidak menerjemahkan secara simultan bersamaan dengan pembicara menyampaikan materinya, tetapi dilakukan dengan memberi waktu bagi penerjemah setelah pembicara memberi jeda antar materinya. Strategi ini dipilih karena predikat kalimat bahasa Jepang berada di akhir kalimat sehingga penerjemah tidak akan memahami seluruh makna kalimat jika kalimatnya belum selesai diucapkan. Strategi penerjemahan ini dikomunikasikan terlebih dahulu oleh saya sebagai penerjemah kepada pihak pemakalah sehingga pada saat pelaksanaan, pemakalah bisa menentukan jeda akan dimasukkan di mana saja. Komunikasi sebelum hari ini berperan penting untuk membangun kerjasama antara pemakalah dan penerjemah sehingga proses penyampaian materi dapat dilakukan dengan lancar dan penerjemah itu harus menyela presentasi untuk meminta waktu jeda.