Hari ini, Jumat, 21 Juni 2019, Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB UGM, mendapat kunjungan dari Kyung Hee University, Sogang University, dan Chonbuk University. unjungan tersebut dilakukan dalam rangka mempererat kerja sama dengan Prodi Bahada dan Kebudayaan Korea FIB UGM yang telah berlangsung sejak tahun 2010. Ketiga universitas tersebut mengharapkan agar student exchange ditingkatkan. Bahkan, Wakil Dekan FIB UGM, Dr. Setiadi, berharap agar kerja sama tdk hanya dalam bidang bahasa, tetapi juga bidang-bidang yang lain.
HEADLINE
Program Studi Sastra Jepang FIB UGM kembali membuktikan prestasinya. Kali ini salah satu mahasiswa Prodi Sastra Jepang, Akbar Rizqi Dhea Habibi, atau yang akrab disapa Rizqi berhasil mendapatkan posisi ke-2 pada lomba kaligrafi Jepang atau Shuuji Contest yang diadakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung pada 6 April 2019. Dirinya juga telah beberapa kali mendapatkan prestasi di bidang ini pada kompetisi-kompetisi lain sebelumnya. Akan tetapi, kompetisi kali ini menurutnya lebih menantang.
“Shuji contest yang saya ikuti kali ini pesertanya lebih beragam dari beberapa universtas di Pulau Jawa, dan peserta lainnya pun saya rasa tulisannya bagus-bagus semua, sempat membuat tangan saya gemetaran saat menulis,” ujar Rizqi.
Meskipun hanya mendapat peringkat ke-2, namun Rizqi berhasil mengalahkan kontingen lain dari beberapa universitas di Jawa Timur dampai Jawa Barat. Posisi pertama berhasil diraih oleh kontigen dari STBA Yapari ABA Bandung dan posisi ketiga oleh kontingen dari UPI.
Lomba ini merupakan salah satu rangkaian acara tahunan Japanzuki Show, yakni event tahunan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Bahasa Jepang (Himabaja) UPI, dibawah supervisi dari Departemen Pendidikan Bahasa Jepang (DPBJ) UPI. Event ini diselenggarakan sebagai ajang bagi para pembelajar bahasa Jepang dan pecinta ke-Jepangan unjuk berkreativitas dan saling bertukar ilmu mengenai budaya maupun bahasa Jepang.
Rizqi Berharap agar adik-adiknya juga mau menekuni bidang ini, “saya harap adik-adik saya di prodi Sastra Jepang UGM juga mau lebih serius belajar dan menekuni shuuji,” tambahnya.
Empowering Arts & Cultural Organization
Yogyakarta, Marc 8, 2019
709 Room 7rd floor, Soegondo Building FIB UGM
08.00 a.m – 04.00 p.m
Modern day city is witnessing an urban transformation of an entirely novel scale and speed in many different areas spanning from social dimension to environmental issues. Modern cities are places of residence, manufacture, employment, trade, education, innovation and creativity, and political and social action. At the same time, they are also places where poverty, wealth, deprivation, gender inequality, and social exclusion. In many developing countries, these cities’ challenges have been exacerbated by the rapidly increased of population number. UN forecasts show that in 2050, 66 percent of the world’s population is projected to be urban dwellers. It will absolutely create further challenges concerning access to resources such as clean water and electricity, as well as housing, social infrastructure, and sanitation, reducing the liveability of a city. Consequently it comes as no surprise that a search for city’s problems solution has put pressure on citi¬zens, politicians, and bureaucrats as well as businesses and intelletuals.
While the discussion of city sustainability has been centred on economic and social factors, there is increasing evidence that arts and culture make a positive contribution to the liveability of a city. Cultural institutions attract tourists, provide thousands of jobs, and contribute to resident well-being and quality of life. Arts and culture have also played a pivotal role in reshaping the identity of a city which deals more on the quality and diversity of its cultural activities and services than with its economic or commercial functions. Although it may have less economic contribution, in longer term, a vibrant cultural sector and a good place for residents to ‘work, live and play is critical to ensuring the well-being of residents, improving social connections, lowering stress, improving school effectiveness, raising community awareness, and enhancing civic engagement. Thus in the face of an increasingly globalised multidimensional challenge, aside from conventional improvements to the ‘hard’ infrastructure of cities and regional areas, attention must be paid to the cultural infrastructure, providing services and activities that encourage expressions of cultural diversity and encourage networking and creativity.
Against this background, the 17th URP Forum will address several issues concerning the role of arts and culture in city development. The cultural distinctiveness of city, the arts and a vibrant creative economy are seen as resources and assets in this process. All this means that the seminar will address a very broad theme encompassing the dynamic history of city, public arts and urban design, city’s heritage conservation, urban cultural and environmental issues, and creative city.
Speakers:
1. Assoc. Prof. Dr. Takako Iwasawa. (Hokaido University of Education)
2. Ms. Aiko Kurahara. (Higashiyama Artists Placement Service)
3. Dwi Pradnyawan, M.A. (Archeology Dept., UGM)
4. Wildan Sena Utama, M.A. (History Dept., UGM)
5. Anon Suneko, M.Sn. (Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta)
6. Warsono, M.A. (Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta)
Pendaftaran dibuka mulai tanggal 21 Januari 2019 hingga 31 Januari 2019 selama jam kerja kantor (09.30~16.00). Tempat pendaftaran di PRODI Bahasa dan Kebudayaan Korea FIB UGM lt.6 Gedung Soegondo R. S626.
Info pendaftaranMuhammad Iman Rafif (Sastra Inggris 2016) dan Nur Fahmia (Sastra Indonesia 2015) mewakili FIB UGM untuk mengikuti L’Arts ASEAN Seeds Camp Program V. Acara ini diadakan oleh Thammasat University, Thailand, pada tanggal 18–23 Desember 2018. Peserta terdiri atas 48 mahasiswa dari negara Thailand, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Sri Lanka, dan Inggris. Tema acara ini yaitu “Digital Natives and the New Empowerment”.
Iman dan Mia
Kegiatan ASEAN Seeds Camp Program V dilaksanakan di Kota Ratchaburi dan Parachuap Piri Khan. Kegiatan di Ratchaburi meliputi pelatihan materi mengenai film pendek, penulisan naskah, pelatihan gerak badan, dan hukum hak cipta. Adapun tambahan pelatihan memasak makanan pembuka, makanan pembuka, dan merangkai daun pandan menjadi bunga mawar. Kemudian, di Prachuap Piri Khan terdapat kegiatan mengunjungi hutan mangrove dan UKM tenun.
Kegiatan akhir dari pelatihan ini yaitu peserta bekerja kelompok untuk mengeksekusi VLOG pendek yang akan meningkatkan kesadaran yang signifikan tentang Thailand sebagai tempat pembuangan baru bagi limbah dunia. Kelompok Muhammad Iman Rafif menyabet juara first runner-up dengan menyajikan video berupa ad-campaign Thailand berjudul “The Land-feel of Thailand” yang menampilkan berbagai keindahan Thailand dengan fakta yang mencengangkan. Muhammad Iman Rafif berhasil mendapat gelar best director dalam menyutradari film pendek tersebut dengan bantuan dari tim-nya, Smart Mob, dan gelar best music untuk Chanyoung Bae, mahasiswa Korea Selatan yang menjadi produser musik pada film itu. Lalu, kelompok Nur Fahmia menyandang best original script dengan video bertema science fiction. Film ini menampilkan tokoh manusia di masa depan yang mengunjungi Thailand pada masa kini yang penuh sampah. Kemudian, manusia masa depan tersebut berniat untuk membantu manusia kini agar dapat menyebarkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kebersihan Thailand.