Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM bekerjasama dengan Direktorat Jendral Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) dan PPSI serta didukung oleh UGM Press dan Penerbit Ombak selama tiga hari, 14-16 Desember 2017 akan menggelar Seminar Sejarah Nasional sekaligus memperingati 60 Tahun Seminar Sejarah Nasional 1957 di Yogyakarta.
Seminar ini mengusung tema “Sejarah untuk Kebhinekaan dan Ke-Indonesiaan: Refleksi 60 Tahun Seminar Sejarah Nasional, 1957-2017” dengan menghadirkan keynote speaker Dr. Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI), Prof. Dr Bambang Purwanto (Guru Besar Ilmu Sejarah UGM), Prof. Dr. Haryono (Deputi Bidang Advokasi Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP)), dan Muhammad Ali, Ph.D (Associate Professor of the University of California) yang dimoderatori oleh Prof. Nawiyanto dari Universitas Jember.
Diawali sambutan ketua penyelenggara sekaligus Ketua Departemen Sejarah, Dr. Sri Margana yang sangat mengapresiasi tingginya animo berbagai kalangan terhadap diselenggarakannya acara ini. 312 abstrak yang masuk kepada panitia dan dilanjutkan sambutan Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Wening Udasmoro. Dr. Hilmar Farid, menyampaikan arti penting sejarah sebagai unsur pembangunan bangsa Indonesia. Prof. Dr. Bambang Purwanto menyampaikan pentingnya historiografi Indonesiasentris dalam melihat berbagai fenomena dalah kehidupan berbangsa dan bernegara. Prof. Haryono menyampaikan bahwa pembelajaran sejarah harus selaras dengan dinamika zaman sehingga timbul kesadaran sejarah dalam masyarakat. Muhammad Ali, Ph.D juga menyampaikan pentingnya sejarah dalam melihat konteks persoalan global seperti persoalan agama dan negara.
Kegiatan seminar yang berlangsung tiga hari ini akan di isi oleh presentasi 176 pemakalah yang dibagi dalam 4 panel. Setiap panelnya membahas kajian sejarah dari berbagai perspektif dan sudut pandang di era kekinian. Pada Gala Dinner, Acara ini resmi dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy dan Rektor UGM, Prof. Dr. Panut Mulyono. (Kontributor/Arma dan Firda)
1. Pembayaran SPP/UKT dijadwalkan tanggal 2 – 31 Januari 2018 –> JANGAN SAMPAI TERLAMBAT!
2. SPP, UKT dan atau BOP harus dibayarkan tepat waktu sesuai jadwal pembayaran.
3. UGM tidak akan mentolerir keterlambatan heregistrasi/pembayaran SPP, UKT dan atau BOP.
[gview file=”https://fib.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/10/2017/12/2017-2-heregistrasi-genap-2017.pdf”]
Sektor pariwisata di Indonesia sudah dicanangkan sebagai sebuah sektor andalan dalam menggerakan perekonomian bangsa. Menurut data Kementerian Pariwisata RI, setidaknya tahun 2017 ini sektor pariwisata telah mampu menjadi sektor andalan penghasil devisa urutan kedua setelah minyak sawit mentah (CPO). Demi mendukung pembangunan SDM bidang pariwisata perguruan tinggi dinilai perlu meningkatkan sinergi dengan pelaku industri perhotelan dan pariwisata.
Baru-baru ini, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM menjalin kerja sama dengan Jogjakarta Plaza Hotel (JPH), salah satu hotel bintang 4 di Yogyakarta. Kerja sama dengan hotel yang masuk ke dalam jaringan Prime Plaza ini dalam bentuk program magang (internship) mahasiswa Program Studi Pariwisata. “Kerja sama ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk menimba pengalaman langsung di dunia kerja, sehingga nantinya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka setelah lulus,” terang Dekan FIB UGM Dr. Wening Udasmoro, M.Hum, DEA, Rabu (6/12) di kampus UGM.
Melalui kerja sama ini, tambah Wening, tidak menutup kemungkinan di kemudian hari juga membuka kesempatan bagi prodi lain di lingkungan UGM untuk ikut bergabung. “Kita mengharapkan mahasiswa perlu merasakan bagaimana sebetulnya bekerja di sektor yang sekarang sedang booming,” tambahnya.
Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Dekan FIB UGM, General Manager Jogjakarta Plaza Hotel, Yungke Wibowo, mengungkapkan bahwa pihaknya selalu membuka diri untuk menjalin kerja sama dengan dunia pendidikan di semua level, termasuk dengan kalangan perguruan tinggi. “Kami sangat membuka kesempatan bagi siapa saja untuk memanfaatkan institusi kami untuk belajar,” ungkap Yungke.
Nota kesepahaman kerja sama program magang mahasiswa ini akan berlangsung dalam waktu lima tahun. Saat penandatangan kerja sama ini, Dekan FIB didampingi oleh Ketua Program Studi Pariwisata, Dr. Tular Sudarmadi, M.A dan beberapa dosen.
Museum UGM meluncurkan Ruang Sardjito, pada tanggal 4 Desember 2017. Ruang Prof. Sardjito menempati salah satu ruang di Museum UGM, yang terletak di Kompleks Bulaksumur D6-D7, Kampus UGM.
Sosok yang dihadirkan di ruang ini sangat terkenal di Yogyakarta, terutama karena namanya digunakan sebagai nama rumah sakit terbesar di wilayah ini, yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Namun, tidak semua orang tahu, siapa Sardjito sebenarnya. Selain sebagai nama rumah sakit, mungkin sebagian mengetahui sosok ini sebagai rektor pertama Universitas Gadjah Mada. Sedikit pula yang mengetahui bahwa dia juga pernah menjadi rektor Universitas Islam Indonesia, dan pimpinan orang Indonesia pertama yang menjabat perusahaan vaksin Bio Farma. Tidak banyak yang tahu pula bahwa Dr. Sardjito, saya sebut saja demikian, juga memperhatikan masalah seni dan kepurbakalaan. Ia pernah mempresentasikan makalah dalam pertemuan ilmiah di Filipina, tidak tentang seni arca kuno di Indonesia, termasuk yang berada di Candi Borobudur.
Museum UGM sangat “berkepentingan” dengan sosok Prof. Dr. dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H. ini. Tokoh ini menjadi rektor pertama, seperti telah disebut di atas. Ia juga diakui dalam kegiatan ilmiah, sosial kemasyarakatan, dan perjuangan kebangsaan. Jasanya bukan hanya untuk UGM, namun juga untuk berbagai lembaga dan masyarakat luas. Oleh karena itu, satu ruang khusus didedikasikan untuk beliau.
Dalam tata pamer Ruang Prof. Sardjito, sosok ini digambarkan sebagai seorang ilmuwan juga seorang birokrat, yang tidak terlepas dari sisi kemanusiaan seorang Sardjito. Ia duduk di belakang meja yang tipenya sekarang sudah mulai dihindari oleh para ilmuwan, dosen, apalagi birokrat. Meja persegi terbuat dari bahan jati dipelitur satu warna cokelat, yang mungkin pada waktu itu pun terlalu sederhana. Tidak ada ornamen pada meja itu, tidak pula lekuk-bidang yang berlebih.
Sosok profesor ditampilkan dengan replika toga yang diletakkan pada gantungan jas. Asli dari toga ini disimpan di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Sebagai ilmuwan, pameran di ruang ini juga dilengkapi dengan rak buku, simbol dari pencarian (ilmu/kebenaran) dan mesin ketik, gambaran dari pengejawantahan gagasan dan deseminasi pengetahuan serta karya. Radio kesayangan diletakkan di sisi meja, menemani pencarian, perenungan, dan upaya objektifikasi tersebut. Beberapa karya seperti obat-obatan temuan juga ditampilkan pada meja kecil untuk menunjukkan karya nyata beliau.
Ruang rekaan ini dibuat oleh seniman Wilman Syahnur dari Yogyakarta, yang terkenal dengan patung “Obama Naik Becak.
Peluncuran Ruang Sardjito dihadiri oleh Dekan FIB, Kepala Seksi Promosi dan Inovasi Bidang Permuseuman Dinas Kebudayaan DIY, perwakilan keluarga Prof. Dr. dr. M. Sardjito, M.P.H., serta undangan lain. Dalam pengantarnya, Ketua Pengelola Museum UGM, Dr. Mahirta, menyatakan bahwa peresmian Ruang Sardjito merupakan satu langkah yang diambil untuk menyempurnakan museum agar dapat dinikmati masyarakat. Sementara itu Dekan FIB UGM, Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., D.E.A. menyatakan bahwa museum perlu menyampaikan kepada masyarakat narasi yang disusun atas objek yang dimiliki. Drs. Rahmat Suabadi sebagai wakil Dinas Kebudayaan menyampaikan harapan agar bantuan Dinas Kebudayaan kepada museum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sebagai penutup, Drs. Budi Santoso yang merupakan wakil dari keluarga Dr. Sardjito menyatakan bahwa Dr. Sardjito adalah sosok yang sederhana, yang dapat dilihat dari benda-benda pada pameran tersebut.
Ruang Dr. Sardjito disiapkan oleh Tim Museum UGM, dengan bantuan pembuatan patung dan replika dari Dinas Kebudayaan DIY. Selain berkait dengan Dr. Sardjito, bantuan dari Dinas Kebudayaan juga meliputi replika roket pertama buatan Indonesia, dan replika tungku-tungku hemat energi karya Prof. Herman Yohannes.
Foto bersama dengan latar depan patung Prof. Sardjito seusai peresmian, dari kiri ke kanan: Drs. Rahmat Suabadi (Dinas Kebudayaan DIY), Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., D.E.A. (Dekan FIB UGM), Drs. Budi Santoso (perwakilan keluarga Dr. Sardjito), dan Sektiadi, S.S., M.Hum (Museum UGM).
Peningkatan mutu akademik melalui akreditasi program studi (Prodi) baik prodi S1, S2, maupun S3 mutlak diperlukan dalam rangka penjaminan mutu akademik. Dalam rangka peningkatan mutu akademik melalui akreditasi nasional maupun internasional diperlukan langkah-langkah yang sistematis dalam merumuskan berbagai komponen yang terkait dengan akreditasi tersebut.
Hal ini mengemuka dalam diskusi antara Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dekanat Fakultas Ilmu Budaya UGM, yang dilaksanakan pada hari Senin, 4 Desember 2017 bertempat di Ruang Sidang I kampus FIB UGM. Pada kesempatan ini Dekanat FIB USU diwakili oleh Dekan dan Wakil Dekan I. Sementara itu, FIB UGM diwakili oleh Wakil Dekan bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Dr. Nur Saktiningrum, M. Hum.
Dalam pertemuan dalam rangka diskusi dan benchmarking FIB USU ke FIB UGM ini juga dibahas sistem penyusunan kurikulum. “Kurikulum di FIB UGM dimulai dengan redefinisi kebudayaan yang menjadi dasar panduan kurikumum” ungkap Wakil Dekan bidang Akademik dan Kemahasiswaa FIB UGM Dr. Nur Saktiningrum, M.Hum. Selain itu dalam rangka menunjang kegiatan akademik, FIB UGM mengembangkan sitem layanan yang memungkinkan pelaksanaan proses belajar-mengajar. “Kami sedang merintis sistem pelayanan akademik terpadu berbasis IT dalam rangka melengkapi sistem yang sidah ada di universitas, karena ada beberapa komponen yang belum masuk dalam sistem universitas” terang Kepala Administrasi Fakultas (KAF) FIB UGM, Ibu Idawati Qodaryatun.
Selain kurikulum dan sistem pelayanan akademik, pertemuan ini juga membahas hal lain seperti kemahasiswaan, pengelolaan keuangan, kerja sama dan penelitian. (popi.irawan)