Museum UGM meluncurkan Ruang Sardjito, pada tanggal 4 Desember 2017. Ruang Prof. Sardjito menempati salah satu ruang di Museum UGM, yang terletak di Kompleks Bulaksumur D6-D7, Kampus UGM.
Sosok yang dihadirkan di ruang ini sangat terkenal di Yogyakarta, terutama karena namanya digunakan sebagai nama rumah sakit terbesar di wilayah ini, yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Namun, tidak semua orang tahu, siapa Sardjito sebenarnya. Selain sebagai nama rumah sakit, mungkin sebagian mengetahui sosok ini sebagai rektor pertama Universitas Gadjah Mada. Sedikit pula yang mengetahui bahwa dia juga pernah menjadi rektor Universitas Islam Indonesia, dan pimpinan orang Indonesia pertama yang menjabat perusahaan vaksin Bio Farma. Tidak banyak yang tahu pula bahwa Dr. Sardjito, saya sebut saja demikian, juga memperhatikan masalah seni dan kepurbakalaan. Ia pernah mempresentasikan makalah dalam pertemuan ilmiah di Filipina, tidak tentang seni arca kuno di Indonesia, termasuk yang berada di Candi Borobudur.
Museum UGM sangat “berkepentingan” dengan sosok Prof. Dr. dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H. ini. Tokoh ini menjadi rektor pertama, seperti telah disebut di atas. Ia juga diakui dalam kegiatan ilmiah, sosial kemasyarakatan, dan perjuangan kebangsaan. Jasanya bukan hanya untuk UGM, namun juga untuk berbagai lembaga dan masyarakat luas. Oleh karena itu, satu ruang khusus didedikasikan untuk beliau.
Dalam tata pamer Ruang Prof. Sardjito, sosok ini digambarkan sebagai seorang ilmuwan juga seorang birokrat, yang tidak terlepas dari sisi kemanusiaan seorang Sardjito. Ia duduk di belakang meja yang tipenya sekarang sudah mulai dihindari oleh para ilmuwan, dosen, apalagi birokrat. Meja persegi terbuat dari bahan jati dipelitur satu warna cokelat, yang mungkin pada waktu itu pun terlalu sederhana. Tidak ada ornamen pada meja itu, tidak pula lekuk-bidang yang berlebih.
Sosok profesor ditampilkan dengan replika toga yang diletakkan pada gantungan jas. Asli dari toga ini disimpan di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Sebagai ilmuwan, pameran di ruang ini juga dilengkapi dengan rak buku, simbol dari pencarian (ilmu/kebenaran) dan mesin ketik, gambaran dari pengejawantahan gagasan dan deseminasi pengetahuan serta karya. Radio kesayangan diletakkan di sisi meja, menemani pencarian, perenungan, dan upaya objektifikasi tersebut. Beberapa karya seperti obat-obatan temuan juga ditampilkan pada meja kecil untuk menunjukkan karya nyata beliau.
Ruang rekaan ini dibuat oleh seniman Wilman Syahnur dari Yogyakarta, yang terkenal dengan patung “Obama Naik Becak.
Peluncuran Ruang Sardjito dihadiri oleh Dekan FIB, Kepala Seksi Promosi dan Inovasi Bidang Permuseuman Dinas Kebudayaan DIY, perwakilan keluarga Prof. Dr. dr. M. Sardjito, M.P.H., serta undangan lain. Dalam pengantarnya, Ketua Pengelola Museum UGM, Dr. Mahirta, menyatakan bahwa peresmian Ruang Sardjito merupakan satu langkah yang diambil untuk menyempurnakan museum agar dapat dinikmati masyarakat. Sementara itu Dekan FIB UGM, Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., D.E.A. menyatakan bahwa museum perlu menyampaikan kepada masyarakat narasi yang disusun atas objek yang dimiliki. Drs. Rahmat Suabadi sebagai wakil Dinas Kebudayaan menyampaikan harapan agar bantuan Dinas Kebudayaan kepada museum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sebagai penutup, Drs. Budi Santoso yang merupakan wakil dari keluarga Dr. Sardjito menyatakan bahwa Dr. Sardjito adalah sosok yang sederhana, yang dapat dilihat dari benda-benda pada pameran tersebut.
Ruang Dr. Sardjito disiapkan oleh Tim Museum UGM, dengan bantuan pembuatan patung dan replika dari Dinas Kebudayaan DIY. Selain berkait dengan Dr. Sardjito, bantuan dari Dinas Kebudayaan juga meliputi replika roket pertama buatan Indonesia, dan replika tungku-tungku hemat energi karya Prof. Herman Yohannes.
Foto bersama dengan latar depan patung Prof. Sardjito seusai peresmian, dari kiri ke kanan: Drs. Rahmat Suabadi (Dinas Kebudayaan DIY), Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., D.E.A. (Dekan FIB UGM), Drs. Budi Santoso (perwakilan keluarga Dr. Sardjito), dan Sektiadi, S.S., M.Hum (Museum UGM).