
Yogyakarta, 30/4/2025 – Sebagai bagian dari pembelajaran interkultural yang menyeluruh, mahasiswa program Kemitraan Negara Berkembang (KNB) kelas lanjut 2 dari Indonesian Language and Culture Learning Service (INCULS) Universitas Gadjah Mada mengikuti kunjungan edukatif ke dua lokasi istimewa di Yogyakarta: Diorama Arsip Jogja dan Space Roastery 1890. Kegiatan ini dirancang tidak hanya untuk memperkaya pemahaman mahasiswa terhadap sejarah dan budaya lokal, tetapi juga untuk menanamkan nilai-nilai penting terkait pelestarian warisan, tanggung jawab sosial, dan kewirausahaan kreatif berbasis komunitas.
Perjalanan dimulai di Diorama Arsip Jogja, sebuah ruang dokumentasi visual yang terletak di kompleks Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY. Lebih dari sekadar tempat penyimpanan dokumen, Diorama ini adalah ruang interaktif berbasis visual yang menampilkan fase-fase penting perjalanan sejarah Yogyakarta secara kronologis dari masa kejayaan Mataram Islam, era kolonial Belanda, perjuangan kemerdekaan, hingga perkembangan kota di masa kini. Dengan susunan panel informatif, replika artefak, dan narasi yang dikurasi dengan apik, para mahasiswa diajak untuk menyusuri jejak sejarah kota ini secara imersif. Bagi mereka yang berasal dari berbagai negara dengan latar budaya yang berbeda, ruang ini membuka wawasan baru mengenai pentingnya arsip dan memori kolektif dalam pembentukan identitas suatu bangsa. Diorama Arsip Jogja tak hanya menghadirkan sejarah sebagai sesuatu yang statis, tetapi sebagai warisan hidup yang terus membentuk masyarakat hari ini.
Usai menyusuri ruang sejarah, rombongan melanjutkan perjalanan ke Space Roastery 1890, sebuah kedai kopi yang menempati bangunan cagar budaya bekas rumah dokter dari masa kolonial. Di tempat ini, warisan arsitektur lama berpadu harmonis dengan gaya hidup kontemporer. Interior bangunan masih mempertahankan langit-langit tinggi, jendela lebar, serta elemen-elemen kayu tua yang menciptakan suasana hangat dan penuh karakter. Mahasiswa menikmati waktu bersantai sambil menyeruput kopi lokal berkualitas, berbincang ringan, dan menikmati atmosfer historis yang ditawarkan tempat ini. Namun kunjungan ini bukan sekadar momen istirahat; mereka juga diperkenalkan pada proses sangrai kopi secara langsung dan kisah di balik transformasi bangunan tua ini menjadi ruang usaha kreatif yang hidup dan berkelanjutan. Kisah ini menunjukkan bahwa pelestarian warisan arsitektur tidak harus berarti membekukan masa lalu, tetapi bisa menjadi fondasi bagi inovasi dan pertumbuhan ekonomi lokal yang kontekstual dengan zaman.
Kedua lokasi yang dikunjungi arsip dan kedai kopi menjadi representasi dari keterhubungan lintas waktu, antara masa lalu yang perlu dijaga dan masa depan yang harus dihadapi dengan tanggung jawab serta kreativitas. Kunjungan ini tidak hanya memperkaya pemahaman mahasiswa tentang sejarah dan budaya Indonesia, tetapi juga menumbuhkan kesadaran mereka terhadap pentingnya partisipasi aktif dalam pelestarian nilai-nilai lokal, sekaligus mendorong terciptanya ruang-ruang inklusif yang mengakomodasi interaksi lintas budaya. Melalui pengalaman ini, para mahasiswa tidak sekadar belajar bahasa Indonesia, tetapi juga meresapi nilai-nilai yang hidup dalam narasi lokal dengan menjadi sebuah bentuk diplomasi budaya yang halus namun berdampak kuat, mengakar pada kepedulian terhadap sejarah serta kehidupan masyarakat Yogyakarta.
[INCULS, Thareeq Arkan Falakh]