Pada tanggal 7 dan 8 September 2024, Departemen Antropologi UGM merayakan Dies Natalis ke-60 tahun. Dalam pelaksanaanya, Departemen Antropologi bekerjasama dengan Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) wilayah Yogyakarta. Beragam kegiatan mulai dari ziarah leluhur, napak tilas hingga pesta masak menjadi rangkaian dari acara Dies Natalis tersebut.
Sebagai penutup acara, sebuah pementasan wayang orang akan digelar di Selasar gedung Margono. Pada pementasan kali ini diberi nama Wayang Orang Gagrag Antropologi dengan judul “Gatotkaca Wedding”. Naskah pementasan wayang ini ditulis oleh Agung Maulana Ibrahim dan disutradarai oleh Tunggal Wibowo yang merupakan mahasiswa antropologi angkatan 2022. Pementasan wayang orang ini merupakan usaha untuk membangkitkan kembali sebuah tradisi yang telah mati sejak 2016. Dahulu pementasan Wayang Antropologi ini umumnya rutin dilakukan dua tahun sekali dan terakhir dipentaskan pada tahun 2016.
Pemeran wayang pada tahun ini tak hanya melibatkan mahasiswa saja namun juga melibatkan beberapa alumni, dosen aktif dan dosen yang telah purna tugas. Pemilihan pemain tersebut bertujuan untuk menunjukkan bahwa hubungan mahasiswa dengan dosen Departemen Antropologi tidaklah kaku. Latihan dan persiapan pementasan para pemeran dimulai sejak 15 September, dipandu oleh sutradara dan penulis naskah. Latihan dimulai dari reading naskah, pendalaman karakter hingga latihan blocking agar para pemeran dapat mendalami karakter yang diperankan.
Pada tanggal 7 September, para pemain melakukan gladi resik untuk mematangkan kembali peranan mereka. Tak seperti latihan biasanya, kini para pemain harus benar-benar hafal naskah dan mendalami karakter yang mereka perankan. Sutradara dan penulis naskah menegaskan untuk tidak melakukan kesalahan dan ikuti saja arus dari dialog ketika sudah masuk ke panggung.
Beberapa Jam sebelum pementasan, para pemeran mulai didandani oleh para perias wajah yang juga mahasiswa antropologi. Mulai dari riasan muka hingga ke pemakaian kostum digarap dengan cekatan dan sesuai dengan aturan pewayangan. Setelah siap, para pemain mulai berkumpul di belakang panggung untuk mempersiapkan peralatan pendukung pentas seperti mic dan properti. Walaupun sedang hujan deras dan pementasan sempat diundur beberapa waktu, antusiasme para penonton tetaplah tinggi.
Dalam ceritanya, Lesmana berusaha mendapatkan hati pujaan hatinya Pregiwa yang ternyata sudah dijodohkan dengan Gatotkaca. Dengan bantuan hasutan sang paman yaitu Sengkuni, lesmana berhasil membujuk sang ayah (Duryudana) untuk menikahkannya dengan Pregiwa. Gatotkaca yang tak setuju dengan hal tersebut akhirnya memilih untuk pergi dari rumahnya dan berkelana dalam keadaan sedih dan tidak setuju keputusan ayahnya. Keinginan Lesmana tersebut menimbulkan perselisihan antara keluarga Kurawa dengan keluarga Pandawa. Perkelahian antar keluarga pun tak terelakkan. Pada akhirnya Pregiwa tetap memilih untuk menikah dengan Gatotkaca sang pujaan hatinya.
Pementasan yang tak mengusung gaya klasik Yogyakarta maupun Surakarta ini dikemas dengan cara yang unik yaitu menonjolkan komedi dengan sedikit sarkasme menyindir beberapa topik yang sedang hangat pada saat itu. Para pemain dituntut untuk berimprovisasi menciptakan dialog yang lucu namun tetap dapat dimengerti oleh penonton. Gelak tawa tak terhindarkan ketika para pemain melakukan gerakan yang lucu atau ketika salah satu pemeran melontarkan sebuah guyonan.
Pementasan berakhir dengan diperkenalkannya para pemeran. Para pihak yang terlibat berharap dengan adanya pementasan Wayang Antropologi tersebut dapat memberikan sebuah hiburan bagi para penonton dan berharap akan dilanjutkan di tahun-tahun berikutnya. Dengan begitu berakhirlah rangkaian Dies Natalis Departemen Antropologi ke-60 ini.
[Humas FIB UGM, Penulis: Nandito Jodi Syaifulloh, Editor: Sandya Kirani]