Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang sangat menjanjikan. Dalam bentuk cukai rokok, tembakau menyumbang pendapatan nasional sebesar lebih dari 100 triliun rupiah. Namun, kesejahteraan petani tembakau sebagai produsen bahan baku rokok tidak sebanding dengan kontribusinya. Meskipun demikian, petani tetap saja bertani tembakau meskipun terdapat alternatif komoditas pertanian yang lain. Di Kabupaten Temanggung yang dijuluki sebagai Kota Tembakau, keadaan tidak jauh berbeda. Petani setempat justru memiliki persepsi sebaliknya mengenai tembakau. Di kalangan masyarakat setempat, justru beredar mitos bahwa tembakau dapat membawa kesejahteraan yang tinggi bagi petani sehingga disebut “emas hijau”, tanaman para “wali”, dan melakukan berbagai praktik ritual menyerupai ngalap berkah (mencari berkah) dalam proses penanaman serta pengolahan tembakau.
Berawal dari fenomena sosial tersebut, Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Sosial Humaniora UGM yang terdiri dari Abdila (Sejarah 2020), Wahyu Lestariningsih (Antropologi Budaya 2020), Devina Savana Putri (Ilmu Ekonomi 2021), dan Ana Fitro Tunnisa (Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (2022) yang didampingi oleh Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si melakukan penelitian dengan judul “Antara Kemiskinan dan Mitos Ngalap Berkah: Kontradiksi Persepsi Kesejahteraan Petani Tembakau Temanggung.” Untuk memperoleh data, tim melakukan observasi dan wawancara mendalam di Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dalam 2 bulan yaitu Juli dan September 2023. Tim juga melakukan riset data sejarah, riset data kesejahteraan sosial di BPS dan Dinas Sosial Kabupaten Temanggung, serta melakukan kajian literatur sekunder.
Dengan memadukan pendekatan etnografi dan sejarah, ditemukan bahwa jeratan tengkulak dan keterlibatan golongan Cina di wilayah ini merupakan bagian penting dalam pembentukan mitos-mitos tembakau, misalnya tentang Ki Ageng Makukuhan dan Saudagar Dampu Awang yang dikenal (bahkan juga disakralkan) di kalangan petani setempat. Tim juga menemukan bahwa petani membentuk persepsi terbalik dari realitas perekonomian tembakau. Terdapat beberapa kondisi yang tidak menguntungkan dalam perekonomian tembakau meliputi harga jual tembakau yang tidak dapat diprediksi, ketergantungan kuat pada cuaca ekstrim untuk menghasilkan tembakau baik dan menghindari gagal panen, penghentian subsidi pupuk akibat kebijakan pertembakauan, serta permodalan yang tidak sehat dengan tengkulak dengan besaran bunga 50% yang dikenal dengan sistem nglimolasi (pinjam 10 bayar 15). Namun, petani terus menanam tembakau dengan berharap rezeki melimpah pada setiap awal tahun tanam, menggantungkan harapan hidup dan masa depan anak-cucu pada tembakau, serta menunjukkan hubungan emosional-spiritual pada tembakau bahwa tembakau lebih dari sekedar komoditas.
Sebagai tanaman para wali, tembakau juga merupakan berkah sehingga ketabahan petani dalam segala kondisi perekonomian dan tetap membudidayakan tembakau serta memperlakukan tembakau dengan keistimewaan tersendiri merupakan bagian dari keterikatan spiritual-emosional dalam upaya mencari berkah. Dalam perilaku ini, tim menemukan tiga dimensi kesejahteraan subjektif petani tembakau Temanggung, meliputi dimensi keharmonisan, dimensi hubungan sosial, dan dimensi lingkungan. Dimensi keharmonisan diperoleh ketika misalnya petani bergotong-royong dalam upacara adat. Dimensi hubungan sosial dipenuhi dengan munculnya perasaan bahagia ketika dapat bersama-sama saling membantu saat musim petik, serta sikap solidaritas antar sesama petani untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama dalam perdagangan tembakau selama musim panen.
Sementara kesejahteraan subjektif dimensi lingkungan misalnya keyakinan bahwa kesejahteraan berasal dari lingkungan, yaitu berupa tanah yang subur, serta kepercayaan bahwa elemen-elemen alam dianggap sebagai entitas hidup yang lebih dari manusia sehingga terbentuk budaya upacara selamatan untuk bumi. Meskipun kesejahteraan secara materiil/ekonomi memiliki berbagai hambatan, petani tembakau Temanggung memiliki sumber kesejahteraan yang lain, yakni kesejahteraan subjektif yang menciptakan kebahagiaan bagi petani tembakau dan resistensi terhadap berbagai tantangan.
Penulis: Abdila dan Devina