Saya sampai di Switzeland hari Jumat 11 September 2015 pukul 14:20 waktu Geneva. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Versoix tempat di mana saya akan tinggal selama kurang lebih tiga bulan bersama orang Swiss. Tempat tinggal yang cukup sulit untuk didapatkan dengan harga 550 CHF per bulan di negara yang terkenal dengan mahalnya. Versoix terletak tidak begitu jauh dari pusat Geneva, hanya membutuhkan waktu sekitar 12 menit dengan menggunakan kereta. Saya beruntung karena apartemen yang saya tinggali hanya berjarak 700 meter dari stasiun kereta dan membutuhkan waktu satu menit berjalan kaki untuk menjangkaunya. Semua yang saya temui di tempat ini merupakan hal baru yang sangat menakjubkan. Hari pertama yang saya lakukan adalah berjalan kaki mengelilingi kota kecil Versoix yang letaknya dekat dengan danau Léman. Bahkan pemandangan danau yang cantik itu bisa dinikmati hanya dari balkon apartemen. Danau yang membentang dari wilayah Geneva hingga Montreux serta deretan pegunungan Eropa menjadi pemandangan setiap hari dari balik jendela kereta ketika pergi ke kampus.
Saya bisa menjadi bagian dari kampus The Graduate Institute Geneva atau dalam bahasa Prancis sering disebut Institut de hautes études internationals et du développement (IHEID) karena hibah penelitian tesis ke luar negeri yang diberikan oleh Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyusun tesis, saya sangat beruntung mendapatkan kesempatan untuk melakukan penelitian langsung di Geneva. Berkat kerja sama yang baik antara kedua perguruan tinggi ini, saya sebagai mahasiswa program Exchange periode musim gugur, tidak hanya melakukan research yang mendukung penelitian, tetapi juga mendapatkan kesempatan mengikuti kuliah layaknya mahasiswa The Graduate Institute lainnya. Saya merasa bangga karena menjadi mahasiswa pertama dan satu-satunya dari Indonesia yang mengikuti program tersebut.
Orientasi mahasiswa baru program Exchange dilaksanakan hari Senin, 14 September 2015. Dalam kegiatan tersebut, kami diberi fasilitas yang mendukung proses pembelajaran selama berada di IHEID berupa kartu mahasiswa multifungsi, flashdisk, password dan username untuk akses IT serta alamat email yang menjadi kebutuhan wajib bagi mahasiswa agar dapat mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan para pengajar dengan mudah. Kemudian, Concepta Canal yang bertanggung jawab atas program Exchange di IHEID ditemani oleh Dr. Laurent Neury yang bertindak sebagai penanggung jawab akademik memberikan pengarahan mengenai proses pembelajaran yang ada di institut tersebut. Setelah itu acara dilanjutkan dengan presentasi mengenai institute yang diisi dengan ceramah direktur IHEID dan beberapa staff kemahasiswaan yang lainnya. Tidak berhenti di situ, di akhir sesi orientasi mahasiswa dianjurkan mengikuti kegiatan perkenalan departemen atau jurusan yang ada di IHEID sesuai dengan minat masing-masing. Saya memilih jurusan Antropologi dan Sosiologi karena di sana terdapat mata kuliah yang dapat menambah informasi untuk penelitian, baik secara teori maupun analisis. Selain itu, para ahli gender (yang menjadi pokok kajian dalam penelitian saya) juga berada di jurusan ini, sehingga saya dapat melakukan bimbingan dan diskusi dengan para ahli tersebut untuk proses penyusunan tesis. Dalam kesempatan itu, saya bertemu dengan Françoise Grange dan Christine Verschuur.
Minggu pertama menjadi minggu adaptasi untuk saya. Beradaptasi dengan cuaca, transportasi, teman-teman mahasiswa yang berasal dari berbagai negara, dan juga lingkungan kampus. Saya mengambil dua mata kuliah dalam program ini, Social and Cultural Theory I dan “Inégalités de genre, développement et théories féministes postcoloniales”. Mata kuliah pertama menggunakan bahasa Inggris dan yang kedua menggunakan bahasa Prancis sebagai pengantarnya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena terkadang dalam satu waktu saya harus memahami dan berkomunikasi dengan dua bahasa tersebut. Minggu pertama kuliah diisi dengan perkenalan, penjelasan beberapa aturan main dalam kuliah untuk satu semester, pembagian materi untuk presentasi dan pemberian tugas reading.
Sebagai mahasiswa asing di Geneva, saya tidak hanya cukup memiliki visa, tetapi juga harus memiliki residence permit yang bisa didapatkan di Office cantonal de la population et des migrations, semacam kantor kependudukan. Di sela-sela waktu kuliah dan belajar, saya pergi ke kantor tersebut untuk mengajukan permohonan ijin tinggal sebagai mahasiswa dengan membawa surat keterangan yang diberikan oleh pihak The Graduate Institute. Saya harus menyiapkan 237 CHF untuk mendapatkan residence permit tersebut. Semua mahasiswa, baik dari program Exchange maupun program yang lain wajib mengajukan permohona tersebut dan pihak kampus The Graduate Institute sangat membantu dalam hal administrasi.
Hampir setiap ada waktu luang, saya manfaatkan untuk pergi ke perpustakaan karena suasana belajar di kampus ini sangat mendukung. Tidak hanya itu, sesekali saya menyempatkan diri untuk menikmati pemandangan yang disuguhkan sebelum pulang ke apartemen karena Geneva merupakan kota yang tidak terlalu besar. Selain mengikuti kegiatan akademik dan penelitian, selayaknya kehidupan di lingkungan kampus, saya juga mengikuti beberapa kegiatan yang diadakan oleh organisasi kemahasiswaan. Salah satunya adalah Asian Night yang diselenggarakan oleh organisasi mahasiswa Asia. Kegiatan tersebut semacam pesta penyambutan untuk mahasiswa Asia, tetapi banyak juga mahasiswa dari Eropa dan Amerika yang ikut bergabung. Dalam kesempatan ini, Hani mahasiswa dari Indonesia di program Master of Development Studies di IHEID meminjam beberapa pakaian adat Indonesia dari KBRI di Switzerland. Banyak mahasiswa asing yang tertarik dan mencobanya.
Belum begitu banyak kegiatan yang berkaitan dengan penelitian di minggu-minggu pertama karena saya masih butuh waktu untuk beradaptasi di tempat baru. Hampir setiap hari ada informasi baru yang dikirimkan melalui email mahasiswa dan saya harus menyeleksi mana informasi yang penting dan mana yang tidak perlu saya ikuti. Menjadi bagian dari kampus ini memberikan konsekuensi untuk lebih aktif mencari tahu, mau belajar lebih, tidak malu bertanya dan memanfaatkan fasilitas yang diberikan agar tidak ketinggalan dengan mahasiswa yang lainnya. Selain itu, saya harus benar-benar memanfaatkan kesempatan ini yang tidak akan datang dua kali.
Mendapatkan dana hibah untuk penelitian di luar negeri dari Fakultas Ilmu Budaya sekaligus menjadi mahasiswa program Exchange di kampus yang bergengsi di Geneva benar-benar hal yang tidak terbayangkan sebelumnya. Apalagi di minggu pertama saya mendapatkan keistimewaan dijenguk oleh dosen pembimbing tesis saya, yaitu Bu Wening Udasmoro. Kebetulan beliau ada presentasi di Geneva dan beliau jugalah yang menyarankan saya untuk datang ke sini karena ada banyak hal yang dapat mendukung penelitian. Saya sangat berterima kasih kepada beliau karena memberikan banyak informasi berkaitan dengan kehidupan di Geneva karena beliau juga menamatkan studi masternya di kota ini. Benar-benar menjadi kebanggaan tersendiri mengikuti jejak dosen pembimbing untuk menuntut ilmu di sini, di negara paling aman dan menjujung tinggi perdamaian.
Memasuki minggu kedua perkuliahan, saya disibukkan dengan tugas reading. Bukan hal yang baru mendapatkan tugas seperti, hanya saja sekarang sedikit berbeda karena semua sumber yang diberikan dalam bahasa Inggris dan bahasa Prancis. Hal ini membuat saya harus meluangkan waktu lebih banyak dari yang luangkan ketika berada di Indonesia. Saya juga mencoba mencari tambahan informasi dalam bahasa Indonesia agar membantu pemahaman saya. Selain itu, seperti halnya Fakultas Ilmu Budaya, The Graduate Institute juga sering mengadakan seminar yang membahas isu-isu terkini berkaitan dengan kajian tertentu. Kali ini saya berkesempatan untuk mengikuti Gender Seminar Series yang diadakan rutin setiap bulan oleh program Gender Studies dengan tema Beyond the Normative: Can Women’s Inclusion Really Make for Better Peace Processes? yang disampaikan oleh Thania Paffenholz dari The Graduate Institute’s Centre on Conflict, Development and Peacebuilding (CCDP). Tidak banyak yang bisa tangkap dari pembahasan tersebut, tetapi saya bisa memahami bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thania besama timnya di beberapa negara di Timur Tengah, perempuan mempunyai pengaruh yang signifikan dalam proses kekuasaan yang bersifat fleksibel dan dapat berubah kapanpun. Kelompok perempuan yang terorganisir dapat memiliki pengaruh yang sangar positif ketika melakukan suatu negosiasi. Pembahasan yang sangat menarik dan menyulut semangat saya untuk selalu belajar.
Akhir minggu ini ditutup dengan pengambilan foto mahasiswa program Exchange yang merupakan perwakilan pertama dari masing-masing universitas yang menjalin kerja sama dengan IHEID. Dari sini saya tahu, saya tidak sendiri. Nourhan dan Amal, mahasiswa The American University in Cairo, Mariasole dari Bocconi University, Milan dan saya, Novi dari Gadjah Mada University.