“Jadi apa yang sebenarnya kita inginkan?”
Itulah pertanyaan yang dilontarkan oleh pembicara pertama Rudy Wiratama S.IP, M.A. saat membuka materi.
Dewasa ini isu mengenai kesehatan mental dan kasus bunuh diri sering bermunculan, dan kita bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat kita saat ini. Diskusi ini membawa kita pada perenungan mendalam mengenai pengertian “pulang” kepada hasrat kita masing-masing yang tentunya berkaitan dengan kewarasan jiwa kita.
Meminjam istilah Ranggawarsita, kita hidup di zaman ketidakpastian, zaman keraguan yang disebut juga Kalulun Kalatidha. Di saat-saat seperti ini, sangat penting bagi kita untuk menjadi pihak pertama yang meyakinkan diri kita atas keinginan kita.
Pembicara kedua kami, Salma Dias, menjelaskan bagaimana dunia media sosial memiliki dampak signifikan dalam membentuk hasrat kita. Semua yang kita inginkan, semua yang kita cita-citakan. Media sosial menawarkan berbagai hal dalam menu explore dan lini masa. Namun, terkadang kita buta terhadap kenyataan bahwa kita mungkin tidak benar-benar membutuhkan apa yang kita inginkan.
Melalui pemaparannya, pembicara kami Rudy Wiratama menekankan pentingnya pengendalian diri pada jiwa seperti yang ditonjolkan oleh Ki Ageng Suryomentaram. Jiwalah yang memiliki peran penting dalam mengendalikan keinginan kita. Namun pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana kita melakukannya? Bagaimana kita menyeimbangkan pengaruh masyarakat dan keinginan pribadi kita untuk mencapai kepuasan sejati dalam hidup?
Setidaknya ada 4 tahapan untuk mengendalikan kemauan kita:
- Heneng (Diam sejenak)
- Hening (Evaluasi)
- Awas (Mengidentifikasi kelemahan)
- Eling (Menilai secara objektif & bebas dari tuntutannya)
Selain 4 poin di atas, Salma Diah juga menambahkan tentang pentingnya hiatus dari media sosial. Hal ini bisa dilakukan dengan istirahat dari media sosial selama jangka waktu tertentu. Selain itu, kita juga perlu fokus penuh saat melakukan aktivitas lainnya. Contoh sederhana yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak membawa ponsel saat makan & tidur. Jika cara-cara di atas bisa dilakukan, maka kecil kemungkinan kita akan terus teralihkan oleh keinginan-keinginan yang sifatnya impulsif.
Jadi coba kita renungkan lagi, apa yang sebenarnya kita inginkan?