Demi terjaganya api hangat keilmuan supaya dapat terus bergerak dan bermanfaat untuk kemanusiaan, Prodi Arkeologi UGM pada Selasa (25/6) melakukan pra-peluncuran buku Kuasa Makna, Perspektif Baru dalam Arkeologi Indonesia yang bertempat di Ruang Multimedia Gd. Margono lantai 2. Buku yang digadang-gadang akan menjadi angin segar dalam perkembangan ilmu Arkeologi di Indonesia ini disusun oleh Dr. Daud Aris Tanudirjo, Drs. Tjahjono Prasodjo, M.A, Drs. J.S. Edy Yuwono, Dwi Pradnyawan, M.A dan Adieyatna Fajri, M.A.
Kegiatan pra-peluncuran ini juga masuk dalam rangkaian Dies Natalis FIB UGM yang ke-73, yang diadakan sepanjang tahun 2019 untuk memberi ruang bagi tiap departemen untuk mengadakan acara ilmiah masing-masing. Dalam kegiatan ini turut hadir pula Dr. Suzie Handayani selaku moderator yang merangkap sebagai ketua pelaksana dari rangkaian dies FIB 2019, Dr. Kris Budiman dan Prof. Dr. P.M Laksono sebagai pembahas dari isi buku Kuasa Makna.
Sesi pertama dimulai dengan pemaparan ide dari tiap tulisan oleh para kontributor, kemudian disusul dengan pembahasan oleh Dr. Kris Budiman dan Prof. Dr. P.M Laksono. Dr. Daud Aris Tanudirjo selaku penyunting pun membuka sesi pemaparan mengenai kondisi hari ini di arkeologi Indonesia, yang terlalu asyik pada dunianya sendiri sehingga cukup terhambat untuk melangkah dan mencari pembacaan serta pembahasan lain yang bisa digunakan untuk kemajuan ilmu arkeologi. Kondisi terjebak dalam romantisme serta formalitas cara pikir serta metode dijelaskan oleh Dr. Daud Aris dengan santai namun bisa memberikan satu pemahaman yang cukup gamblang mengenai kondisi stagnan ini. Arkeologi, menurut beliau, harusnya tak lantas menjadi penguasa tunggal atas kebenaran dan mengakhiri penelitian dengan membubuhkan kesimpulan yang diyakini sebagai the ultimate truth, alih-alih justru membuka diskursus dan ruang bebas bagi pihak lain untuk melakukan pembacaan.
Selanjutnya pada bagian pembahasan, masukan dan perspektif lain mengenai arkeologi, materi, ide serta makna didedah kembali, tentu dengan harapan dapat menguatkan semangat para kontributor yang diwujudkan dalam penerbitan buku Kuasa Makna. Prof. Dr. P.M Laksono pun menyoal tentang kata makna yang dipakai sebagai bagian dari judul. Kata tersebut uniknya sama sekali tidak dibahas dalam buku. Pun juga tentang kuasa sebagai predikat yang terhubung langsung dengan kata makna dan juga kondisi bidang ilmu yang sudah saatnya didudukkan bersama dalam satu forum untuk dapat menyumbangkan pemikiran maupun narasi baru dalam realita masa kini. Sedangkan Dr. Kris Budiman lebih memberi tanggapan mengenai kedudukan arkeologi sebagai studi budaya materi serta langkah lebih lanjut, atau rute, yang bisa ditempuh arkeologi Indonesia setelah munculnya angin segar pada konten dalam buku Kuasa Makna. Rute yang dimaksud oleh Dr. Kris Budiman adalah rute untuk repatriasi atau pulang kembali ke dalam pergaulan bidang ilmu terkait, atau ‘minggat’, pergi meninggalkan arkeologi dan melaju pada jalan interdisipliner.
Apapun itu, harapan dari terwujudnya teks menjadi naskah utuh buku Kuasa Makna patut diapresiasi dan disambut dengan hangat. Perbaikan dan penyempurnaan pun masih dilakukan supaya setelah resmi terbit, para pembaca dapat benar-benar menikmati perjalanan spiritual menentukan rute mana yang sekiranya strategis untuk dipilih, yang juga pastinya turut membangun identitas arkeologi Indonesia pada perkembangan lebih lanjut. [Tyassanti ; Fatom A]