Bahasa Rejang merupakan salah satu bahasa asli di antara ratusan bahasa suku bangsa di Indonesia yang terletak di Bengkulu. Bahasa Rejang sendiri memiliki dialek yang unik dan cukup sulit untuk dilafalkan, serta memiliki aksara sendiri yang bernama Ka Ga Nga. Oleh sebab itu, penutur bahasa Rejang kebanyakan hanya berasal dari masyarakat penutur aslinya yaitu Suku Rejang. Namun, seiring berkembangnya zaman pada era globalisasi seperti sekarang, terdapat pergeseran dalam pemilihan terhadap penggunaan bahasa Rejang.
Pergeseran bahasa bukanlah sesuatu masalah yang dapat disepelekan. Di Indonesia, penelitian bahasa masih berkutat pada penelitian jumlah penutur, dialek, kekerabatan dan wilayah pakai. Namun, masih sedikit penelitian mengenai tingkat (level) daya hidup berdasarkan angka yang mana dapat digunakan sebagai tolak ukur pengambilan langkah pemertahanan bahasa pada tahap selanjutnya. Fenomena ini memberikan ide bagi Putri Meilinda Sari, Muhammad Dian Saputra Taher dan Akhmad Khanif yang berasal dari Fakultas Ilmu Budaya beserta dosen pembimbing Aprilia Firmonasari, S.S., M. Hum., DEA untuk mengungkap pada level mana vitalitas bahasa Rejang berada melalui program PKM-PSH Dikti.
Putri sebelumnya bersama tim melakukan penelitian di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu selama 3 minggu (29 April sampai 18 Mei 2018). Penelitian tersebut melibatkan 390 siswa SMA di seluruh Kabupaten Lebong yang digunakan sebagai responden dan pihak pemuka adat yaitu Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Lebong serta pemerintah seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebong beserta Wakil Bupati Kabupaten Lebong Bapak Wawan Fernandez, SH, M.Kn untuk diwawancarai mengenai program revitalisasi bahasa Rejang sebagai bahasa yang memiliki jumlah penutur terbanyak di Bengkulu.
“Masyarakat tidak sadar bahwa bahasa mereka tengah mengalami pergeseran. Bahkan, penduduk tidak tahu bahwa bahasa mereka memiliki aksara yang menjadi bagian dari 12 aksara daerah penting di Indonesia. Pengukuran daya hidup bahasa ini diusahakan mampu meningkatkan atensi masyarakat dan pihak terkait agar terus melakukan upaya pemertahanan bahasa Rejang baik secara lisan maupun tulisan.” jelas Putri.
Minimnya dokumentasi baik berupa video maupun tulisan mengenai bahasa Rejang membuat Putri dan tim berinisiatif untuk membuat video informatif dengan judul “Mengupas Daya Hidup Bahasa Rejang dan Proses Revitalisasinya” yang diunggah lewat akun Youtube.
“Ibarat peribahasa “Apa gunanya kemenyan sebesar tungku kalau tidak dibakar”, maksudnya dengan ilmu yang kita bagikan lewat video informatif dan bukan hanya sekadar tulisan, masyarakat akan lebih semangat untuk terus melestarikan bahasa daerah.” Tambah Putra.
Selain dapat menambah kontribusi terhadap ilmu humaniora bidang studi etnolinguistik, tim ini juga berharap kajian ini dapat menjadi pemantik adanya cara pemertahanan kebudayaan lokal yang lebih efektif sehingga bahasa daerah tetap lestari.
Foto: Aksara Ka Ga Nga
Video Informatif: https://youtu.be/N51mkg0Efgw