Sebagai tindak lanjut dari perjanjian kerja sama antara Universitas Negeri Medan dan Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Budaya menerima penyerahan enam mahasiswa yang akan menjalani transfer kredit. Keenam mahasiswa tersebut terdiri dari empat mahasiswa dari Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, dan dua mahasiswa dari Prodi Pendidikan Bahasa Prancis. Sesuai program studi asalnya, empat mahasiswa akan belajar di Prodi Sastra Indonesia, dan dua mahasiswa akan menempuh studi di Prodi Sastra Prancis selama satu semester pada tahun akademik 2017/2018 ini.
Karena kegiatan ini merupakan kali pertama implementasi kerja sama kedua universitas, Wakil Rektor Bidang Pengembangan dan Kerja Sama, Prof. Drs. Manihar Situmorang, M.Sc., Ph.D. dan Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra, Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. melaksanakan penyerahan mahasiswa langsung kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM pada 28 Agustus 2017 pukul 09.00 di Ruang Sidang I, Gedung Poerbatjaraka.
Keenam mahasiswa tersebut adalah mahasiswa semester lima yang antara lain:
1. Ade Irma (Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia)
2. Erwin Suryadi (Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia)
3. Gaby Yolanda Lubis ((Prodi Pendidikan Bahasa Prancis)
4. Ikhwan Zuhdi (Prodi Pendidikan Bahasa Prancis)
5. Muhammad Tommy (Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia)
6. Rut Rini (Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia)
Sesuai kesepakatan kedua universitas, mahasiswa transfer kredit berhak mengambil paling banyak 15 SKS di universitas penerima. Ke-15 SKS yang mereka ambil nantinya akan ditransfer ke universitas asal sebagai mata kuliah yang telah mereka tempuh disetarakan dengan mata kuliah yang terdaftar dalam kurikulum universitas asal.
Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra, Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. menyampaikan khusus kepada para mahasiswanya agar berfokus untuk belajar sastra murni karena mereka telah mendapatkan bekal yang cukup untuk bidang pendidikannya di universitas asal. Mereka digadang-gadang dapat mencuri ilmu sastra di UGM untuk dapat dimanfaatkan di Universitas Negeri Medan.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA. Didampingi oleh Dr. Nur Saktiningrum, M.Hum., Wakil Dekan Bidang Kademik dan Kemahasiswaan dan Dr. Agus Suwignyo, Wakil Dekan Bidang P2M, Kerja sama dan Alumni juga memberikan pesan agar para mahasiswa selain belajar di kelas juga mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan dapat mengembangkan jaringan organisasi kemahasiswaan bersama HMJ, BSO dan LEM yang ada di Fakultas Ilmu Budaya UGM. Kerja sama ini diharapkan dapat berlanjut dan berkembang di masa yang akan datang sehingga tidak hanya dengan pihak luar negeri saja UGM menjalin kerja sama untuk menjulang tinggi, namun juga memperkuat jaringan dalam negeri untuk dapat mengakar kuat.
2017
Senin, (21/07) Fakultas Ilmu Budaya dikunjungi oleh enam puluh orang dari King Prajadhipok’s, Bangkok,Thailand dalam rangka Fundamental Conflict Resolution by Peacefull Means Trainin Program Class 2. Kunjungan dari para peserta dari KPI Bangkok ini bertujuan untuk sharing knowledge demgam mengangkat isu konflik dan perdamaian. Kedatangan mereka disambut oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Wening Udasmoro di Auditorium FIB UGM. Acara diskusi ini juga turut diikuti oleh beberapa mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya perwakilan dari masing-masing Program Studi.
Setelah dekan Fakultas Ilmu Budaya menyambut, kemudian dilaksanakan sharing dan pemaparan materi oleh presentator, Kegiatan diskusi tersebut dimoderatori oleh Ibu Arifah Rahmawati. Dalam diskusi dengan KPI Bangkok tersebut, ada tiga presentator dari UGM yang mempresentasikan hasil riset mereka.
Materi pertama dikemukakan oleh Dr. Najib Azka: seorang dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Sosiologi. Beliau membicarakan tentang konflik dan resolusi politik di Indonesia, termasuk transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia. Pembahasan ini mencakup lingkup secara nasional. Bapak Najib Azka juga memaparkan perbedaan jenis konflik dari konflik kolektif yang terjadi selama satu periode : dari konflik etnik hingga konflik agama serta dari separatis hingga konflik politik. Akan tetapi, di beberapa daerah konflik seperti Aceh dan Ambon, perdamaian pun dapat diraih. Di Aceh misalnya, perdamaian di sana diraih dengan cara diskusi damai antara Gol dan GAM yang difasilitasi oleh mediator internasional. Begitu pula konflik agama yang terjadi di Ambon juga diselesaikan dengan diskusi damai antara tokoh agama Muslim dan kepala agama Nasrani, difasilitasi oleh pemerintah daerah tersebut.
Materi kedua disampaikan oleh Dr. Wening Udasmoro. Beliau memaparkan tentang risetnya mengenai konflik yang terjadi di daerah Aceh. Di sana sempat terjadi konflik struktural antara pemegang rezim (saat itu erat kaitannya dengan militer) dengan Gerakan Aceh Merdeka. Banyak terjadi konflik di sana antara kedua pihak tersebut, namun ada juga masyarakat biasa yang dia tidak termasuk kedua pihak tersebut. Beberapa tokoh perdamaian yang disebutkan oleh beliau di antaranya adalah Keuchik Riswandi (kepala desa) dan Tengku Abdul Hamid (tokoh agama). Tengku Hamid ini melindungi masyarakat dengan menggunakan kekuasaannya sebagai pemuka agama, dia menggunakan masjid sebagai tempat perlindungan.
Berbeda dengan Dr. Najib dan Dr. Wening, Ibu Dati Fatimah selaku pemateri ketiga membicarakan tentang konflik di lingkup yang lebih spesifik lagi, yaitu Jawa. Konflik yang terjadi di Jawa juga lain dibanding Maluku dan Aceh. Beliau memaparkan konflik pembunuhan brutal yang terjadi di Lumajang. Konflik terjadi antara aktivis anti-penambangan dengan pro-penambangan. Meraka diancam oleh orang-orang itu dan hal ini menjadi isu nasional. Banyak media massa yang mengangkat isu ini agar pemerintah juga segera menindaklanjuti.
Inisiatif pemuda untuk meredakan konflik. Pemuda mulai menyadari pentingnya proses perdamaian dan membangunnya. Mereka kemudian membentuk Laskar Samudra pada Januari 2016 dan grup ini diinisiasi oleh empat pemuda. Mereka memulai membuka dialog dengan masyarakat sekitar dari kalangan yang berbeda-beda untuk kemudian merumuskan perdamaian.Mereka kemudian merehab bekas tanah pertambangan dan berdialog dengan pemerintah setempat. Ibu Dati Fatimah juga memaparkan beberapa peran wanita dalam meredakan konflik yang terjadi.
Setelah selesai penyampaian materi, diadakan sesi tanya jawab yang disambut antusias oleh peserta diskusi. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu dan peserta KPI Bangkok harus melanjutkan perjalanannya, maka diskusi diakhiri pada pukul 13.00. Acara diskusi diakhiri dengan penyerahan cendera mata oleh Dr. Wening Udasmoro kepada Gen Ekkachai Srivilas selaku Director the Office of Peace and Governance King Prajadhipok’s Institute. Pihak KPI Bangkok juga menyerahkan cinderamata kepada para pemateri diskusi kali ini.
Dengan diadakannya diskusi ini diharapkan, masyarakat dalam lingkup Asean ikut serta membangun perdamaian dunia.(suzash)
Senin (14/08), Unit Kerja Sama dan Humas FIB UGM menyelenggarakan “Workshop Kehumasan Seri I: Public Speaking dan Keprotokolan” dengan menghadirkan pakar keprotokolan UGM, Dr. B.R. Suryo Baskoro, yang merupakan dosen di Program Studi Sastra Prancis. Kegiatan ini bertujuan untuk membekali mahasiswa-mahasiswa perwakilan prodi di FIB untuk mengemban tugas-tugas kehumasan, seperti menerima kunjungan kerja ke FIB dan mempresentasikan kegiatan mahasiswa di prodi masing-masing, yang tentunya menuntut para mahasiswa tersebut untuk memahami pengelolaan keprotokolan sebuah acara. (Kontributor Humas)
Sastra dan seni merupakan aktivitas manusia yang secara historis ditujukan untuk mengasah akal dan budi manusia. Dua hal tersebut seringkali menjadi garda depan perjuangan kemanusiaan ketika aspek-aspek lain gagal mendobrak otoritarianisme sebuah rezim. Di berbagai penjuru dunia, sastra dan seni merupakan salah satu ekspresi yang dipergunakan untuk menggambarkan kesemrawutan tatanan sosial dalam kehidupan.
PRESS RELEASE LAUNCHING PENGHARGAAN SENI DAN SASTRA 2017Title
Pop patriotism and violent memories:
Remembering the Indonesian War of Independence through contemporary Indonesian popular culture
Speaker
Arnoud Arps
Amsterdam School for Cultural Analysis | University of Amsterdam, the Netherlands
Abstract
In this lecture I will elaborate on my PhD-project on the basis of several examples from my ongoing fieldwork. My PhD-project investigates how cultural memories of the violence during the Indonesian War of Independence (1945-1949) are produced, constructed and consumed through contemporary Indonesian popular culture. For the past few years, Indonesian popular culture has been structurally and continuously referring to the Indonesian War of Independence, including its atrocities. This project takes Indonesian war-themed popular culture – e.g. film, fashion and literature – as its object of study.
By analysing production, textual and reception practices of war-themed popular culture, my project maps these emergent popular memory cultures. The project takes cultural and prosthetic memory (Assmann 1995, Landsberg 2004) as its conceptual point of departure and will first analyse how producers of war-themed popular culture negotiate memories of the war during the production process. Second, the project will analyse how popular cultural products construct memories of the Indonesian War of Independence. Third, it analyses how Indonesians consume – i.e. read, negotiate, contest – these popular cultural memories.
Image
‘Respect Heroes – Damn! I Love Indonesia’ photo taken by Arnoud Arps (2017)