Studi sastra dari masa ke masa senantiasa mengalami perkembangan. Bergerak dinamis antara dibentuk dan membentuk kebudayaan sebuah zaman. Pada suatu masa studi sastra semata berkutat pada teks dengan aras strukturalisme dan formalisme, di masa yang lain dapat menjadi studi yang sifatnya interdispiliner dengan menyerap teori-teori sosial dan budaya untuk mengkaji karya sastra, di masa berikutnya studi interdispliner juga bisa dikritisi dan ditanggalkan untuk kembali pada studi sastra murni dengan teori-teori baru yang disesuaikan dengan kondisi karya sastra dan masyarakatnya.
Perkembangan studi sastra di Indonesia dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni praktisi dan akademisi. Para praktisi atau sastrawan seringkali menyatakan bahwa perkembangan studi sastra di Indonesia mengalami kemunduran yang dilihat dari minimnya kritik sastra, sebagai salah satu indikasi berjalannya studi sastra, yang tersiar di media massa. Sementara itu, dari sudut pandang akademisi, studi sastra justru dinilai telah mengalami perkembangan yang cukup baik sejak masa H.B. Jassin. Kritik sastra terus-menerus ditulis di perguruan tinggi. Bahkan, studi sastra tidak lagi sekadar berkutat pada masalah intrinsik sastra, tetapi telah mengeksplorasi kemungkinan lain yang merupakan faktor eksternal sastra. Beberapa teori di luar ilmu sastra pun mulai banyak diserap untuk mengkaji karya sastra, semisal sosiologi dan psikologi. Teori-teori pascakolonialisme, postmodernisme, dan post-strukturalisme juga mulai banyak digunakan dalam mengkaji karya sastra.
Kini perkembangan studi sastra juga dipengaruhi oleh pesatnya kemajuan teknologi informasi. Teknologi terkini mampu memangkas waktu dan tempat dalam menyalurkan informasi. Ia menyediakan ruang baru bagi publikasi kritik dan karya sastra. Sebuah teori yang sedang digeluti di sebuah negara dapat langsung dipelajari dan diaplikasikan oleh seseorang di negara yang lain. Karya sastra yang tengah dibicarakan, semisal sedang masuk unggulan penghargaan tertentu, dapat pula segera dibaca dan dikritik sebelum meraih penghargaan. Selain informasi yang cepat diserap dan disebarkan, teknologi tersebut juga membuat ruang baru bagi perkembangan publikasi kritik dan karya sastra.
Menyikapi perkembangan tersebut, Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada hendak menghelat Seminar Nasional Mencari Formul Baru Kritik Sastra Indonesia pada Jumat—Sabtu, 3—4 November 2017 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Selain pemakalah dari sejumlah kampus, acara tersebut akan menghadirkan sejumlah pembicara utama seperti Prof. Dr. Faruk, Prof. Dr. Suminto A. Sayuti, Prof. Dr. Ida Bagus Putra Manuaba, dan Manneke Budiman, Ph.D. Diharapkan seminar ini dapat membuka kemungkinan-kemungkinan yang mengarah pada perumusan formulasi kritik sastra kontemporer yang khas Indonesia. Seminar ini akan dibuka dengan acara Menyambut 80 Tahun Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo yang merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UGM dan penyerahan Anugerah Sastra Yasayo. Adapun acara ini dapat terselenggara berkat dukungan dari HISKI Komisariat UGM, Yayasan Sastra Yogyakarta, dan Balai Bahasa Yogyakarta. Jika Anda tertarik dan berminat mengikuti acara tersebut dapat menghubungi Pradipta (0878-3999-2235), Ninies (0813-2277-3388), atau Yudho (0857-2916-6414).*