Bahasa adalah salah satu tangkapan realita yang digunakan oleh manusia sebagai sarana menjalin komunikasi. Produk ini pun telah digunakan sejak ribuan tahun lalu dan memiliki banyak variasi di tiap belahan bumi. Di waktu sekarang ini, tercatat setidaknya ada 7097 bahasa yang ada di dunia, dan di Indonesia sendiri terdapat sekitar 700 bahasa. Angka yang sungguh fantastis, mengingat dalam praktek sehari-hari, tidak ada sepertiga dari angka tersebut yang adalah jumlah bahasa yang kita gunakan atau kuasai.
Laiknya sumber daya alam, bahasa juga dapat musnah, dan kini kepunahan tersebut sudah terhadang di depan mata. Marian Klamer, seorang profesor di Leiden yang memiliki fokus pada Bahasa rumpun Papua dan Austronesia pun menyikapi fenomena ini dengan melakukan dokumentasi dan mengarsipkannya di laman daring agar dapat diakses oleh semua pihak. Kegiatan Marian dalam mendokumentasikan bahasa-bahasa daerah di wilayah Indonesia timur kemudian dibagikan pada sesi diskusi bertajuk Documenting the linguistic diversity of Indonesia: Time is running out, Kamis (27/6) lalu di Soegondo 209.
Kegiatan mendokumentasikan bahasa tersebut merupakan bagian dari penelitian Klamer selaku peneliti di Leiden University yang mendapat grant dari VICI grant oleh NWO (Netherlands Organisation of Scientific Research) pada 2014 silam yang berlaku selama lima tahun hingga 2019. Pada sesi pemaparan, Klamer mengaku bahwa ada banyak bahasa lokal di wilayah Indonesia timur yang jumlah penuturnya sangat sedikit, bahkan ada satu bahasa lokal, yakni bahasa Sar yang jumlah penuturnya tinggal satu saja. Kepunahan tersebut bisa muncul karena beberapa faktor, seperti migrasi, meninggalnya penutur terakhir dan juga intervensi manusia. Contoh intervensi yang juga dihadapi langsung di lapangan ialah peminggiran bahasa lokal oleh pendatang yang datang di suatu wilayah. Kurang lebih, menurut data Klamer, telah ada 345 bahasa lokal di Indonesia yang punah, dan tentu sangat disayangkan karena tidak ada yang dapat mengganti kedudukan bahasa tersebut di masyarakat. Kehilangan bahasa merupakan satu bentuk kehilangan yang besar, sebab tiap bahasa adalah cara terbaik untuk mengungkapkan ide/gagasan, mentransfer pengetahuan serta tradisi lisan yang berhubungan langsung dengan kondisi sosial budaya penuturnya.
Pada hematnya, untuk menutup pemaparan, Klamer mengajak tiap orang untuk membiasakan berbicara dengan bahasa lokal jika berada di tengah komunitas penutur bahasa tersebut, serta untuk tiap orang tua agar membiasakan berkomunikasi dalam beberapa bahasa pada anak-anak mereka. Terakhir, dokumentasi bahasa harus bisa dilakukan secara mandiri oleh tiap orang.[tyassant]