Terorisme merupakan suatu tindakan yang kejam dan banyak dikecam oleh berbagai pihak karena tindakan tersebut dapat mengancam jiwa banyak orang. Aksi-aksi terorisme pada akhir-akhir ini banyak terjadi akibat munculnya kelompok-kelompok teroris seperti ISIS dan Al-Qaeda. Kelompok ini banyak diasosiasikan dengan kelompok islam radikal. Kelompok-kelompok terorisme ini berkontribusi dalam menyebarkan ketakutan kepada masyarakat, khususnya ketakutan terhadap muslim yang memiliki istilah islamofobia.
Media memiliki peranan yang besar dalam menyebarkan isu-isu islamofobia. Dengan adanya rentetan sejarah panjang mulai dari Revolusi Iran sampai tragedi 9/11, pihak-pihak tertentu dengan cepat menyebarkan isu-isu anti-islam dan media pemberitaan merupakan sarana untuk menyebarkan informasi tersebut. Hal ini menyebabkan tumbuhnya Common sense di dalam masyarakat Barat bahwa Islam merupakan agama yang radikal dan barbar.
Beberapa tahun belakangan, Prancis mendapatkan serangan yang traumatis pada tahun 2015 dan 2016 di Paris dan di Nice. Dari pemberitaan-pemberitaan tentang tragedi tersebut, ditemukan pilihan kata (leksikon) yang merugikan posisi masyarakat muslim sebagai kelompok minoritas di sana. Berdasarkan masalah tersebut, Rosidin Ali Syabana, Rizqi Hayatunnisa, dan Alvie Marata Azmie, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, bersama dosen pembimbing Aprilia Firmonasari, S.S., M.Hum., DEA, berusaha menganalisis 120 artikel tentang penyerangan di Paris dan di Nice untuk mengetahui media regional mana saja yang mempunyai potensi menyebarkan wacana islamofobia di Prancis.
“Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui media-media pemberitaan mana saja yang memiliki agenda menyebarkan wacana anti islam di Prancis setelah itu dibandingkan dengan media pemberitaan yang lain yang mengangkat wacana bahwa islam adalah agama yang damai dan toleran.” Papar Nisa.
Luaran dari penelitian ini adalah beberapa artikel ilmiah yang sudah diterima di beberapa konferensi internasional yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat sebagai bentuk kontribusi keilmuan dalam bidang ilmu linguistik, terutama analisis wacana. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sarana edukasi, baik bagi masyarakat, industri media pemberitaan, dan pemerintah tentang bahaya framing dan leksikon yang dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat.
“Kami berharap bahwa penelitian ini tidak hanya menjadi artifak dalam bentuk karya tulis saja, namun juga sebagai media pembelajaran mengenai media pemberitaan, framing, dan analisis wacana yang dapat dijangkau dan dipahami oleh semua lapisan masyarakat.” Tutup Nisa.
Rosidin Ali Syabana (15/384078/SA/18185)
Rizqi Hayatunnisa (15/378583/SA/17862)
Alvia Marata Azmie (16/399771/SA/18679)