[Karya Mahasiswa] Menuliskan Bahasa Enggano Ke Atas Kertas
Banyak orang yang belum tahu tentang Enggano, salah satu pulau terluar Indonesia yang termasuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Padahal di dalamnya ada satu hal yang menjadi pembeda dengan daerah di sekitarnya, yakni bahasanya: bahasa Enggano. Bahasa ini sangat unik, karena diwariskan ke generasi selanjutnya hanya melalui percakapan alias tidak ada yang namanya tulisan dalam bahasa Enggano. Keunikan ini pula yang menjadikan bahasa Enggano berada dalam posisi terancam punah. Mengetahui hal tersebut, Fauzan Hanif dan Muhammad Dian Saputra dari Fakultas Ilmu Budaya, serta Vina Apriani Nasution dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, dibersamai oleh dosen pembimbing, Aprilia Firmonasari, S.S., M. Hum., DEA, berusaha untuk memperkenalkan bahasa Enggano kepada masyarakat.
Melalui program PKM-PSH Dikti, Hanif bersama tim mengunjungi Pulau Enggano setelah mengarungi 12 jam perjalanan laut, untuk menjelajahi 5 dari 6 desa di sana, serta menemui para kepala suku Enggano.
“Kami menemui 5 dari 6 kepala suku demi mendapatkan informasi tentang kondisi bahasa Enggano, yang merupakan bahasa asli masyarakat di sana,” papar Hanif.
Selama 9 hari, yakni 4-12 Mei 2018, Hanif dan tim berhasil mengidentifikasi bahwasanya bahasa Enggano sudah mengalami degenerasi penutur.
“Bahasa ini memang cukup sulit. Ketiadaan dokumentasi tertulis terhadap bahasa Enggano juga diakui sendiri oleh para kepala suku dan pintu suku. Hal itu menjadi permasalahan besar bagi sebuah bahasa karena ia akan kehilangan penuturnya apabila tidak ada tulisan, yang melambangkan sejarah baik bahasa maupun wilayah itu sendiri,” tutur Hanif kembali.
5 kepala suku yang mereka temui merupakan perwakilan dari suku Kaharuba, Kaharubi, Kaahowa, Kauno, dan Kaitora. Mereka tersebar di 5 desa yakni desa Malakoni, Kaana, Meok, dan Apoho. Tim mewawancarai mereka sekaligus mendokumentasikan bahasa Enggano via perekaman, disertai referensi dari para peneliti bahasa Enggano sebelumnya.
Luaran berupa buku saku bahasa Enggano berjudul “Mengenali Bahasa Enggano” diharapkan dapat membuka mata masyarakat bahwa terdapat satu bahasa unik yang dituturkan di pulau terpencil di barat daya Sumatera; yang sedang menuju kepunahannya apabila tidak dilestarikan.
“Bahasa bukan hanya sekadar perangkat untuk berkomunikasi, melainkan perluasan dari kisah dan sejarah dalam suatu wilayah. Enggano beserta keunikan masyarakatnya ini akan hilang jika tidak ada yang mendokumentasikan bahasa ini dalam bentuk tertulis,” tutup Hanif.
Fauzan Hanif_Sastra Prancis_2015_15/384073/SA/18180
Muhammad Dian Saputra Taher_Antropologi Budaya_2017_17/413280/SA/18862
Vina Apriani Nasution_Sosiologi_2016_16/394681/SP/27287